Menurut
Satjipto Rahardjo, asas hukum adalah jiwanya peraturan hukum, karena asas hukum
merupakan dasar lahirnya peraturan hukum[1]. Asas hukum
merupakan ratio legisnya peraturan
hukum. asas hukum (rechtsbeginsel) adalah pikiran
dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang
konkret (hukum positif) dan dapat ditemukan dengan mencari sifat-sifat umum
dalam peraturan konkret[2].
Didalam
Hukum Tanah Melayu Jambi dikenal asas-asas Hukum Tanah Melayu Jambi. Asas-asas
ini diatur didalam UU No. 5 tahun 1960
(UUPA) dan ditemukan baik didalam
melihat seloko yang mengatur tentang Hukum Tanah Melayu Jambi maupun dalam
praktek-praktek yang dilakukan.
Asas Pengakuan Hak
Asas
ini mengakui terhadap hak komunal yang didapatkan melalui prosesi hukum Tanah
Melayu Jambi. Didalam Pasal 3 UUPA disebutkan “Dengan
mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan
hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut
kenyataannya. masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta
tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang
lebih tinggi.
Asas
ini berangkat dari penghormatan prosesi mendapatkan tanah dan penanda tanah.
Prosesi
mendapatkan tanah dikenal “pamit ke penghulu. Prosesi dikenal seperti Setawar dingin[3] seperti “rembug”, “nasi putih air jernih”, “betahun bersamo, Rapat kenduri, Melambas,
Belukar tuo, Empang krenggong, Nasi putih air jernih, Kelapp Sekok, Selemak
Semanis, “harta berat ditinggal, harta ringan dibawa. Selain penanda tanah
seperti “takuk pohon”, “tuki”, “sak
Sangkut” , “hilang celak. Jambu Kleko”. Atau Cacak Tanam. Jambu Kleko”. Ada
juga menyebutkan “Lambas”, Lambas berbanjar
didaerah ulu Batanghari.
Di
Marga Batang Asai Tengah dikenal pegang pakai[4]. Di
Desa Paniban
Baru[5]
dikenal tatacara membuka hutan yang dimulai dari “Betaun bersamo, Rapat
kenduri, melambas, Nasi putih Air jernih, Kelapa sekok, selemak semanis. Di
Marga Serampas dikenal tanah ajun dan tanah arah[6]
Bagi masyarakat desa Renah Pelaan (Merangin), untuk
membuka lahan pertanian baru, biasanya mereka meminta izin terlebih dahulu yang
dikenal “puji
perago”[7].
Di Marga Sumay[8]
dikenal “Maro ladang/Maro Banjara”, “Behumo rimbo”, “behumo Ronah”. Prosesi
yang dijalani berupa “lambas”, sak sangkut”, “Banjar bertindih galang”, “Bidang’,
“pemarasan hutan”, “ Manugal-beselang”, Menanami”, “nyisip”, dan “beumo”.
Di Marga Batin II Ulu, Masyarakat menyebutkan istilah “kebun” untuk
tanah yang sudah dibuka dan ditanami. Utamanya karet. Sedangkan terhadap tanah
yang telah dibuka namun belum ditanami dikenal dengan istilah “sesap” atau
“belukar”[9].
Di
Marga Pelepat dikenal membuka hutan
yang disebutkan didalam “mati tanah. buat tanaman”[10].
Di Desa Baru Pelepat,
Desa Batu Kerbau dan Dusun Lubuk Telau dikenal “tando kayu batakuk lopang, tando kulik
kaliki aka”, “harus sompak, kompak, setumpak”, “umpang boleh disisip”, “bak
napuh diujung tanjung, ilang sikuk baganti sikuk, lapuk ali baganti ali”, “lapuk pua jalipung tumbuh”, “kadarek babungo
kayu, kayak babungo pasir”, “tanah lombang, umput layu”[11].
Di Marga Pemayung Ilir terhadap
“buko rimbo” maka tanah ditandai “cucuk tanaman”[12].
Didaerah hilir seperti Di Desa Sungai Bungur[13], Desa Sponjen[14], Desa Sogo[15], Desa Sungai Beras[16]dikenal istilah “pancung alas”. “Pancung alas” atau dengan
penamaan lain adalah setiap
kepala keluarga yang hendak membuka hutan harus seizin dari Kepala Desa.
Diluar
dari prosesi diatas maka dikenal “beumo jauh
betalang suluk, beadat dewek pusako mencil”. Terhadap kesalahan kemudian
dijatuhi sanksi. Sedangkan apabila dijatuhi sanksi namun tidak dipatuhi dikenal
“Plali”. Ditandai dengan Seloko ”Bapak pado harimau, Berinduk pada gajah, Berkambing pada kijang,
Berayam pada kuawo.
Selain itu pengakuan
hak dikenal “empang krenggo”, “mengepang”,”Belukar tuo” atau “belukar Lasa”,
“sesap rendah jerami tinggi” atau “sesap rendah tunggul pemarasan”, “Mati
tanah. Buat tanaman”. Atau sejarah pembukaan lahan yang umumnya diketahui oleh
masyarakat (cencang latih) dan jambu keloko (tanaman yang ada dilahan tersebut) atau bedah nang
berantai (saluran air persawahan) merupakan bukti legalitas klaim[17].
Selain itu juga dikenal Dendang kayu betakuk baris. Kayu belepang,
takuk kayu, atau Dendang hutan besawa
sulo.
Di Marga Pemayung Ilir
terhadap “buko rimbo” maka tanah ditandai “cucuk tanaman
Di
daerah hilir dikenal “Larangan krenggo”,
“mentaro”, “Prenggan”, “Pasak mati” atau “Patok mati” maka Terhadap tanah yang telah dibuka namun kemudian
tidak ditanami dan tidak dirawat maka akan dijatuhi sanksi adat. Bahkan hak
milik terhadap tanah kemudian hapus.
Asas
Tanah Terlantar
Apabila tanah yang kemudian tidak dirawat maka
dapat dikategorikan sebagai tanah terlantar. Kategori tanah terlantar kemudian
dikenal seperti (1) Apabila tanah tersebut dengan sengaja tidak dipergunakan
sesuai dengan keadaannya atau sifatnya. (2).Apabila tanah tersebut tidak
dipergunakan sesuai dengan tujuan pemberian haknya. (3)
Tanah tersebut tidak dipelihara dengan baik. (Pasal 3 dan pasal 4 PP No. 36
Tahun 1998 junto PP No. 11 Tahun 2010).
Dengan demikian apabila tanah kemudian tidak
dirawat maka terhadap tanahnya menjadi hilang. Belukar tuo” atau “belukar Lasa”,
“sesap rendah jerami tinggi” atau “sesap rendah tunggul pemarasan”, “perimbun”,
“Mati tanah. Buat tanaman” dan “Larangan krenggo” adalah Seloko yang menunjukkan tanah yang telah dibuka maka
harus ditanami paling lama 3 tahun. Dan kemudian harus dirawat.
Di
Marga Tenang dikenal “sesap rendah jerami
tinggi”. Sedangkan di Marga Sumay dikenal “sesap rendah tunggul
pemarasan”. Di Marga Pratin Tuo dikenal istilah “perimbun[18]. Di Marga Pelepat dikenal istilah “Mati tanah. Buat tanaman”. Di Marga Batang Asai Tengah dikenal “umbo
rimbo”, “umo belukar tuo”, “uma belukar mudo dan “umo sesap.
Mahkamah Agung berdasarkan Yurisprudensi No. 329
K/Sip/1957 tanggal 24 September 1958 kemudian menyebutkan “di Tapanuli Selatan apabila sebidang tanah yang diperoleh secara
merimba, maka hak atas tanah dapat dianggap dilepaskan dan tanah itu oleh
Kepala Persekutuan kampong dapat diberikan kepada orang lain.
Begitu juga Yurusprudensi Mahkamah Agung Nomor 59
K/Sip/1958 tanggal 7 Februari 1959 kemudian menyebutkan
“menurut adat Karo sebidang tanah “kesian” yaitu sebidang tanah kosong yang
letaknya dalam kampong bisa menjadi hak milik perseorangan setelah tanah itu
diusahai secara intensif oleh seorang penduduk kampong itu.
Putusan Mahkamah Agung No. 1192 K/Sip/1973 Tanggal
27 Maret 1975 menyebutkan “Menurut peraturan adat
setempat, hak semula dari seseorang atas tanah usahanya gugur apabiia ia telah
cukup lama belum/tidak mengerjakan lagi tanahnya, kemudian ia diberi teguran
oleh Kepala Persekutuan Kampung atau Kepala Kampung untuk mengerjakannya,
tetapi teguran itu tidak diindahkannya; dalam hal ini bolehlah tanah itu oleh
Kepala Persekutuan Kampung atau Kepala Kampung diberikan kepada orang lain yang
memerlukannya.
Putusan Mahkamah Agung No. 590 K/Sip/1974 tanggal 3
Desember 1975 menyebutkan “Menurut hukum,
baik hukum adat maupun ketentuan-ketentuan U.U.P.A. tahun 1960 hapusnya hak
atas tanah adalah antara lain karena diterlantarkan.
Asas
Landreform
Asas Landreform dapat ditemukan didalam pasal 7,
pasal 10 UUPA. Pada prinsipnya, kepemilikan dan penguasaan tanah tidak boleh
melampaui batas.
Pengaturan terhadap kepemilikan dan penguasaan
tanah dapat dilihat baik yang berhak memiliki tanah maupun luasnya.
Di Marga Batin pengambang, Luas tanah yang
diberikan 2 hektar. Tanah harus ditanami. Selama 4 tahun tidak dibenarkan
membuka rimbo.
Selain itu dikenal prosesi nasi putih. Air Jernih.
Pemberian tanah kepada masyarakat yang berasal dari luar desa kemudian bermukim
didesa. Seluas 2 hektar. Model yang lain adalah pemberian dari nenek mamak desa sesudah
pernikahan yang disebut rimbo along
kumpalan paku[19].
Di
Marga Batang Asai Tengah[20],
tanah didapatkan yang dikenal Membuka hutan atau rimbo atau tanah untuk
Pertanian sawah yang dikenal Umo dan Talang. Prosesi yang dilalui seperti Betaun bersamo[21],
Rapat Kenduri[22],
Melambas[23], Lemah
Paradun[24].
Masing-masing mendapatkan 2 hektar.
Di
Marga Simpang Tigo Pauh dikenal Seloko “Dimano bumi dipijak disitu langit dijunjung, dimano
tamilang dicacak disitu tanaman tumbuh”[25]. Luasnya sesuai untuk kebutuhan
membuat rumah dan membuka lahan untuk berkebun[26]
Di
Marga Air Hitam dikenal “tanah bejenang”. Tanah diberikan untuk kebutuhan rumah
dan “umo” [27].
Di
Marga Sungai Tenang dikenal berbagai model pengelolaan. Di Desa Tanjung Mudo[28],
Prosesi dimulai dari “Alam sekato Rajo, Negeri sekato batin”, dibuka
berkelompok, Setiap Kepala Keluarga hanya boleh membuka 1 ha. Selain itu dikenal “sepenegak rumah’. Dimana luas tanah yang dberikan untuk perumahan[29].
Di Marga Sumay setelah
prosesi Maro Ladang/Maro Banjar, “Behumo rimbo”,
“behumo Ronah” Ditentukan setiap orang mendapatkan 2
hektar.Sempadan tanah (setelah ditentukan dibuat batas ladang[30].
Di Desa
Rantau Bedaro terdapat 15 Hektar dan yang berhak menanam di lahan tersebut
adalah keturunan nenek 4, yaitu kalbu Rendah, kalbu Solok, kalbu Cabul dan
kalbu Talang, yang kesemuanya sudah dibedakan lokasi masing-masing. Kalbu
Rendah sebelah ilir, kalbu solok sebelah tengah, kalbu cabul sebelah atas dan
kalbu talang sebelah atas juga[31].
Di
Lubuk Mandarsyah setiap keluarga diberikan dengan membuka lebar 25 meter dan panjang 100
meter atau istilah dikampung dinamakan dengan “tapak”[32]. Sedangkan di Marga
Kumpeh Ilir dikenal dengan istilah “Bidang” setelah melalui prosesi “Pancung
alas”. 30
depo kali 50 depo.
Marga
Jebus di Desa Rukam dikenal “jejawi
berbaris dan tali gawe’. Di Marga Berbak
dikenal “umo Genah’.
Asas Terang dan Tunai
Asas
terang dan tunai dapat dilihat didalam berbagai ketentuan. Pasal 1868, Pasal
1870 dan pasal 1873 KUHPer (kitab Undang-undang Hukum Perdata/BW). Pasal 37
ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 kemudian menegaskan.
Yurisprudensi
Mahkamah Agung kemudian menyebutkan asas Terang dan tunai “Sifat terang atau riil
artinya jual beli tersebut dilakukan dihadapan Pejabat Umum yang berwenang
dengan dibuatkan akta jual beli yang ditandatangani penjual dan pembeli. Tunai
artinya harga jual belinya dan penyerahan obyek langsung atau serentak
dilakukan pada waktu bersamaan (lunas/kontan) (Putusan M.A Nomor
271/K/Sip/1956 dan Putusan M.A Nomor 840/K/ Sip/1971).
Sedangkan
asas Terang
karena dilakukan dihadapan kepala adat, agar diketahui oleh umum.
Dalam
hukum adat Melayu Jambi maka setiap prosesi terhadap pemindahan hak terhadap
tanah dihadapan Pemangku adat. Dengan pemangku adat maka terhadap tanah dapat
ditentukan. Apakah dapat beralih atau tidak.
Terhadap
hak atas tanah dimana salah satu warganya kemudian meninggalkan Desa, maka
tanah kembali ke penghulu. Sesuai dengan Seloko “Harta berat ditinggal. Harta
ringan dibawa. Seloko ini mirip prinsip “siliah jariah” sesuai dengan Tembo di Minangkabau “kabau pai. Kubangan tinggal”.
Asas Ius
Curia Novit
Asas
ini menyebutkan dimana hakim selalu dianggap tahu hukumnya. Dalam seloko Jambi, pemangku adat
diibaratkan “Tempat orang bertanyo. Tempat orang bercerito”.
“Seorang pemimpin “didahulukan selangkah”. Dilebihkan sekata'. “Yang
berhak untuk memutih menghitamkan Yang memakan habis, memancung putus, dipapan
jangan berentak, diduri jangan menginjek. Kata-kata “Yang memakan habis,
memancung putus” dimaknai sebagai “kata-kata pemimpin didalam mengambil
keputusan dapat menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapinya.
Kata-katanya didengar dan merupakan solusi yang disampaikannya.
Pemangku adat adalah tempat “Disitu
kusut diselesaikan. Disitu keruh dijernihkan. Disitu kesat sama diampelas.
Disitu bongkol sama ditarah.
Fungsi
Pemangku adat (volksrechter) didalam menyelesaikan
perselisihan tanah Melayu Jambi dilakukan secara berjenjang yang ditandai
dengan “jenjang adat”. Betangkap naik. Bertangga turun.
Dimuat di kajanglako.com, 29 Oktober 2018
http://kajanglako.com/id-6096-post-asasasas-hukum-tanah-melayu-jambi.html?fbclid=IwAR24GG5jhT0bmlJJbOpy4h-2ZIkARhqq4bShM0Wq2mpWi111YRfdkOfFMBc
http://kajanglako.com/id-6096-post-asasasas-hukum-tanah-melayu-jambi.html?fbclid=IwAR24GG5jhT0bmlJJbOpy4h-2ZIkARhqq4bShM0Wq2mpWi111YRfdkOfFMBc