17 Desember 2022

opini musri nauli : KONFLIK SOSIAL DAN HUKUM NASIONAL


“Mengetahui kekuatan sendiri merupakan 

sebagian kemenangan yang bisa diraih. 

Sedangkan sisanya adalah pertempuran itu sendiri”. 

(Filosofi China) 


Pendahuluan


Didalam literatur disebutkan, konflik adalah pertentangan kekuatan yang secara eksklusif merupakan satu aspek kekuatan sosial. Setiap konflik menyangkut kepentingan. Ada juga menyebutkan konflik adalah suatu proses dari kekuatan yang berinteraksi dalam kurun waktu menuju keseimbangan kekuatan. 


Menurut Simon Fisher menjelaskan ada beberapa faktor penyebab konflik. 


  1. 1.teori hubungan masyarakat (community relations theory). Teori ini mengemukakan bahwa konflik yang terjadi lebih disebabkan polarisasi, ketidakpercayaan (distrust) maupun permusuhan antar kelompok yang berada di tengah-tengah masyarakat. 
  2. 2.Kedua, teori negosiasi prinsip (principled negotiation theory). Teori ini menjelaskan bahwa konflik disebabkan oleh posisi- posisi yang tidak selaras serta perbedaan pandangan tentang konflik antara pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. 
  3. 3.Ketiga, teori kebutuhan manusia (human needs theory), artinya bahwa konflik yang muncul di tengah masyarakat disebabkan oleh perebutan kebutuhan dasar manusia, seperti kebutuhan fisik, mental dan sosial yang tidak terpenuhi dalam perebutan tersebut. 
  4. 4.Keempat, teori identitas (identity teory). Teori ini menjelaskan bahwa konflik disebabkan identitas yang terancam atau berakar dari hilangnya sesuatu serta penderitaan masa lalu yang tidak terselesaikan. 
  5. 5.Kelima, teori transformasi konflik (intercultural miscommunication theory), bahwa konflik disebabkan oleh hadirnya masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan dalam ranah kehidupan sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan. 


Konflik adalah pertentangan kekuatan yang secara eksklusif merupakan satu aspek kekuatan social. Setiap konflik social menyangkut kepentingan. 


Secara Sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara 2 orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan dan lain sebagainya. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah sirkus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.


Dalam term terminologi konflik, penulis menggunakan pendekatan “dimaknai sebagai pertentangan kepentingan antara kedua belah pihak. Dalam bacaan ini kemudian disinkronkan dengan kepentingan antara masyarakat dengan pihak lain (baik perusahaan maupun akibat kebijakan negara)

Penulis lebih suka menyebutkan sebagai pertentangan kepentingan antara kedua belah pihak. 


Konflik sosial didalam regulasi hukum Nasional 


Sementara didalam UU No. 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial (UU Konflik Sosial), makna konflik sosial adalah perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional. UU kemudian menyebutkan sebagai konflik. 


Secara limitatif, pengertian antara konflik yang diatur didalam literatur dengan konflik didalam regulasi mempunyai makna yang sangat berbeda. 


Apabila didalam literatur hanya ditekankan “pertentangan kepentingan antara kedua belah pihak” dibandingkan dengan regulasi yang justru “adalah perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan. 


Makna ini kemudian mengalami pergeseran makna. Bahkan untuk dikatakan disebutkan konflik didalam regulasi justru menekankan “benturan fisik/kekerasan” berlangsung lama dan “berdampak luas. 


Lalu bagaimana terhadap konflik antara pertentangan kepentingan ternyata tidak “menekankan benturan fisik/kekerasan” ? 


Tentu saja dengan mudah kita kemudian menjawab. Itu bukan “konflik” (menurut regulasi). 


Sekedar gambaran, Di sektor perkebunan, tahun 2015 diidentifikasi 36 konflik  lahan dan 19 konflik kemitraan yang dihadapi 31 perusahaan perkebunan di Jambi.


Menurut Walhi Jambi, Catatan Walhi Jambi menunjukkan trend konflik dan membangun tipologi untuk melihat konflik. 


Data menunjukkan konflik yang terjadi sekitar 300 -an konflik. 80 konflik berkaitan dengan sumber daya alam dan 27 konflik diprioritaskan untuk diselesaikan. 


Dari konflik dapat diketahui tipologi konflik. Pertama. Hampir seluruh di Kabupaten terjadinya konflik. Merata di berbagai daerah. Konflik yang terjadi baik di sektor kehutanan seperti tapal batas yang belum selesai, PT. REKI, PT. LAJ dan konflik antara masyarakat setempat dengan model kemitraan. Misalnya di PT. REKI dengan SAD. Belum lagi penguasaan APP di sektor HTI yang mengakibatkan konflik di 5 kabupaten. 


Konflik kemudian bergeser ke konflik sawit dan sekarang di sektor pertambangan terutama batubara. 


Kedua. Konflik kemudian menyebabkan pembakaran. Baik itu di Tanjung Jabung, Bungo, Bangko dan sarolangun. Artinya, hampir tiap daerah telah terjadinya pembakaran oleh masyarakat terhadap perusahaan pembangunan perkebunan kelapa sawit. 


Ketiga, rentang waktu yang hampir selalu terjadi setiap tahun. Yang ketiga cara-cara penyelesaian yang masih cenderung menggunakan cara-cara represif dan tidak menyelesaikan masalah yang sebenarnya. Belum lagi kriminalisasi terhadap masyarakat. Padahal lagi konflik-konflik sebelumnya belum dapat diselesaikan. 


Kesemuanya kemudian lebih dikenal sebagai konflik Sumber daya alam. 


Dengan demikian selama konflik terutama konflik sumber daya alam “belum” lagi menimbulkan “benturan fisik/kekerasan” berlangsung lama dan “berdampak luas atau biasa juga dikenal sebagai “konflik laten”, maka regulasi sama sekali tidak mengaturnya. 


Cara Pandang Konflik Sektor Sawit 


Namun membicarakan konflik SDA, penulis tidak terjebak dengan idiom-idiom yang telah diatur didalam regulasi. 


Menggunakan pendekatan teori-teori konflik sekaligus pergumulan praktis selama ini, didalam memahami konflik, tentu saja menggunakan irisan-irisan tajam untuk melihat konflik SDA. 


Didalam Surat Keputusan Ketua DPRD Provinsi Jambi Nomor 12 Tahun 2022, DPRD Provinsi Jambi kemudian merekomendasikan terhadap konflik lahan di Provinsi Jambi. 


Diantara poin-point rekomendasi adalah sebagai berikut : 

  1. 1.DPRD Provinsi Jambi Mendesak BPN untuk melakukan pengukuran ulang terhadap HGU. 
  2. 2.DPRD Provinsi Jambi mendesak KLHK dan BPN melakukan evaluasi atau pencabutan izin usaha konsesi di Kawasan hutan atau HGU yang tidak memiliki komitmen percepatan penyelesaian konflik lahan. 
  3. 3.Meminta dilakukan moratorium izin baru dan review dan penertiban izin-izin lama yang terbukti melanggar hukum. 
  4. 4.Melakukan evaluasi terhadap perusahaan terhadap kewajiban perusahaan fasilitasi perkebunan 20 % dari total izin HGU/IUP. 


Khusus sektor sawit seperti dapat dilihat didalam tabel berikut ini : 


Tabulasi Rekap DPRD terkait Kelapa Sawit di Provinsi Jambi


No

Nama Perusahaan

Luas (ha)

Masyarakat

1

PT. FRPIL (Fajar Pematang Indah Lestari)

322

Desa Sumber Jaya

2

PT. KKL (Kumpeh Karya Lestari)

1.008,5

KT. TOL Desa Tarikan

3

PT. DAS (Desa Anugrah Sejati)

9.077

KT. 9 Desa (Penyabungan, Lubuh Terap, Merlung, Badang, Pematang Pauh, Kel. Pelabuhan Dagang, Desa Taman Raja, Kampung Baru dan Lubuk Bernai)

4

PT. KU (Kaswari Unggul)

3.470

KT. Suka Maju (DPC Serikat Petani Indonesia Kab. Tanjabtim)

5

  1. 1.PT. BBIP (Bukit Barisan Indah Prima);
  2. 2.KUD Harapan Baru
  3. 3.Pemerintah Daerah Tanjung Jabung Timur

754

KT. Makmur Bersama dan KT. Mandiri

6

  1. 1.PT. BBIP (Bukit Barisan Indah Prima);
  2. 2.Kelompok H. Jais

80

KT. A Gani Simp. Tuan, Kec. Mendahara Ulu

7

PT. Citra Mulia Manunggal (CMM)

168

KT. Tangkit Jaya

8

PT. Berkah Sawit Utama (BSU)

3.550

KT. SAD 113

9

PT. Tebo Indah (TI)

22,5

KT. Desa Penapalan

10

  1. 1.PT. Citra Mulia Manunggal (CMM);
  2. 2.Koperasi Leban Rindang Sakti

1.739

KT. Sepakat

11

PT. Satya Kisma Usaha (SKU)

81 Ha (2 Blok)

KT. Linggur Indah (Desa Kandang)

12

PT. Sari Aditya Loka (SAL)

19.701,15 Ha di PT. SAL -1

KT 7 Orang Rimba



Didalam menganalisis konflik, tidak dapat terlepas dari upaya memahami konflik itu sendiri. 

  1. 1.Didalam melihat konflik maka tidak dapat dilepaskan dari anatomi konfik. Anatomi konflik diartikan rangkaian organ-organ atau unsur-unsur yang terkait dengan proses terjadinya konflik, yaitu (1) Penyebab terjadinya konflik, (2) Pihak yang berkonflik, (3) Proses terjadinya konflik, (4) Dampak terjadinya konflik, 5) Proses penyelesaian konflik. 
  2. 2.Penyebab konflik. Dilihat apakah penyebab konflik berkaitan dengan konflik SDA atau konflik sosial semata. Didalam melihat penyebab konflik maka dapat digunakan analisis konflik dengan menggunakan metode “stage of conflict”, “time line” dan mapping conflict. Ketiganya kemudian dapat memotret sehingga dapat membaca konflik secara utuh. 
  3. 3.Subyek konflik. Relasi para pihak dengan obyek konflik, relasi dengan kuasa tanah, hubungan kekerabatan dengan obyek konflik. 
  4. 4.Proses konflik. Proses panjang terjadinya konflik. 
  5. 5.Dampak konflik. Harus dihitung akibat dari ekonomi, sosial budaya, beban masyarakat dan dampak terhadap kehidupan masyarakat.  
  6. 6.Tipologi konflik. Seperti pendekatan hukum dengan menggali nilai dan norma yang masih dianut sebagai panduan yang mengklaim dari pendekatan masyarakat hukum adat. 
  7. 7.Analisis konflik.  Analisis konflik dilakukan untuk Menggali informasi yang berkaitan dengan Proses mempelajari dan memahami konflik dari berbagai sudut pandang, variable, Latar Belakang dan sejarah konflik. Dengan analisis konflik maka harus dilakukan dengan cara Menggali informasi seperti mengidentifikasi semua kelompok, memahami pandangan semua kelompok, Melihat faktor kecendrungan terjadinya konflik. 
  8. 8.Rekomendasi didalam upaya penyelesaian. Didalam menganalisis konflik, rekomendasi harus disampaikan dan menjadi pedoman para pihak didalam upaya menyelesaikan konflik. Rekomendasi ini diperlukan agar para pihak dapat mengetahui dari hasil analisis konflik yang telah dilakukan. 


Sketsa alur Memahami Konflik



Dengan menggunakan irisan diatas maka didalam melihat konflik dapat diuraikan dengan baik. 


Kegagalan didalam menyelesaikan konflik, salah satu faktor disebabkan didalam melihat konflik. Baik didalam kegagalan memahami konflik maupun didalam analisisnya. 


Bukankah tepat disampaikan oleh Filosofi Tiongkok. “Mengetahui kekuatan sendiri merupakan sebagian kemenangan yang bisa diraih. Sedangkan sisanya adalah pertempuran itu sendiri”. (Filosofi China)