08 Juli 2025

opini musri nauli : HARMONI DAN ADAPTASI - Analisis Mendalam Kalender Musim di Tingkat Desa

 


Kalender musim merupakan cerminan kearifan lokal dalam menyelaraskan kehidupan dengan ritme alam. Analisis terhadap kalender musim dari sejumlah desa menunjukkan adanya kerangka kerja umum yang didasarkan pada siklus musim hujan dan kemarau. Namun, di balik keseragaman ini, terdapat variasi signifikan yang mencerminkan adaptasi lokal, pergeseran prioritas komoditas, serta respons terhadap kondisi geografis dan perubahan iklim yang unik di setiap lokasi. 


Pembahasan kali ini dilakukan pengkajian persamaan dan perbedaan tersebut untuk memahami dinamika sosio-ekologis masyarakat agraris di tingkat desa. Terutama di 28 Desa. 


Kehidupan masyarakat agraris tidak dapat dilepaskan pada siklus alam. Salah satu wujud nyata dari keterikatan ini adalah kalender musim, sebuah sistem pengetahuan yang diwariskan secara turun-temurun untuk memandu aktivitas pertanian, mengantisipasi risiko bencana, dan menopang keberlangsungan hidup. 

Berdasarkan analisis data dari sejumlah desa, terlihat bahwa meskipun ada pola dasar yang sama, setiap desa memiliki interpretasi dan adaptasi yang khas. Perbedaan ini tidak hanya terletak pada waktu, tetapi juga pada strategi pengelolaan sumber daya dan respons terhadap tantangan kontemporer.


Kerangka Umum -  Ritme Musim Hujan dan Kemarau


Secara fundamental, hampir semua desa yang dianalisis menggunakan pembagian dua musim utama—hujan dan kemarau—sebagai fondasi kalender mereka. Pembagian ini menjadi penentu utama kapan aktivitas pertanian dimulai, kapan panen dilakukan, dan kapan risiko bencana seperti banjir dan kebakaran meningkat.


Meskipun kerangka ini bersifat universal di seluruh desa, manifestasinya sangat bervariasi. Waktu spesifik dan durasi setiap musim berbeda antar wilayah, yang menunjukkan adanya pengaruh kondisi geografis lokal. Sebagai contoh Desa Rukam mengalami musim kemarau dari bulan April hingga Agustus. Sedangkan di Desa Sungai Beras justru mengalami musim kemarau pada periode Oktober hingga Maret.


Perbedaan waktu ini secara langsung memengaruhi seluruh jadwal aktivitas turunan lainnya di masing-masing desa.


Pola Komoditas - Antara Keseragaman Ekonomi dan Diversifikasi Lokal


Fokus komoditas pertanian menunjukkan adanya tren ganda. Di satu sisi, terdapat keseragaman dalam komoditas bernilai ekonomi tinggi. Banyak desa menggantungkan pendapatannya pada Kelapa Sawit, Pinang, dan Kelapa. Padi juga masih dipertahankan sebagai komoditas pangan penting di beberapa wilayah.


Di sisi lain, terdapat perbedaan tajam dalam hal komoditas dominan dan tingkat diversifikasi pertanian. Desa Mencolok menunjukkan pergeseran ekstrem dengan beralih sepenuhnya dari padi dan palawija ke tanaman perkebunan seperti sawit dan pinang. Sebaliknya, Desa Bunga Tanjung dan Desa Sinar Wajo memiliki portofolio komoditas yang sangat beragam, mencakup berbagai jenis buah-buahan, kopi, dan sayuran, yang mungkin berfungsi sebagai strategi mitigasi risiko.


Sinkronisasi Siklus Tanam, Panen, dan Risiko Bencana


Aktivitas tanam dan panen secara logis mengikuti ritme musim. Pengolahan lahan umumnya dilakukan pada akhir musim kemarau, dan penanaman dimulai saat musim hujan tiba. Namun, jadwal spesifiknya sangat beragam tergantung pada komoditas dan lokasi.


Waktu penanaman Padi Di Desa Sungai Gebar, padi ditanam pada November-Februari. Sementara di Desa Parit Sidang, proses penyemaian sudah dimulai dari Desember hingga Februari.


Untuk Perkebunan Komoditas seperti kelapa sawit memiliki siklus panen yang lebih rutin dan tidak terikat pada satu musim tanam, seperti yang terjadi di Desa Merbau di mana panen dilakukan beberapa kali dalam sebulan.


Kerentanan terhadap bencana juga mengikuti pola musiman. Banjir menjadi ancaman utama selama musim hujan, sementara kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mengintai di musim kemarau. Lagi-lagi, periode risiko tertinggi bervariasi. Seperti  Risiko kebakaran di Desa Catur Rahayu dilaporkan terjadi pada Mei hingga September. Sedangkan di  Di Kelurahan Parit Culum II periode risiko yang sama terjadi lebih awal, yaitu dari Mei hingga Agustus.


Adaptasi, Pergeseran, dan Kearifan Lokal


Kalender musim bukanlah dokumen statis. Analisis menunjukkan adanya adaptasi dan pergeseran aktif sebagai respons terhadap perubahan kondisi, baik ekonomi maupun lingkungan. 


Ditandai dengan Kesulitan Prediksi. Desa Mekar Sari melaporkan adanya kesulitan dalam memprediksi musim tanam akibat perubahan iklim, sebuah tantangan yang mengancam efektivitas kalender tradisional.


Disis lain adanya  Pergeseran kesadaran. Desa Mencolok secara sadar telah mengganti tanaman pangan dengan tanaman perkebunan untuk alasan ekonomi.


Berbanding terbalik dengan mempertahankan Tradisi.  Desa Rantau Indah masih mempertahankan siklus tanam padi dan palawija yang beragam, menunjukkan strategi yang berbeda dalam menghadapi perubahan.


Sehingga seluruh kalender ini adalah wujud kearifan lokal. Namun, tingkat detail dalam data yang disajikan bervariasi. Meskipun ada indikasi penggunaan penanda alam spesifik (seperti munculnya jenis ikan atau posisi telur keong), sebagian besar data lebih fokus pada jadwal aktivitas (apa dan kapan) daripada merinci indikator alam yang menjadi dasar prediksi tersebut.


Kesimpulan dan Arah Penelitian Lanjutan

Analisis kalender musim dari sejumlah desa menegaskan adanya sebuah dialektika antara kerangka kerja alam yang universal (musim hujan dan kemarau) dengan adaptasi sosio-ekologis yang sangat lokal. Perbedaan dalam durasi musim, pilihan komoditas, jadwal tanam, hingga periode risiko bencana mencerminkan respons unik setiap komunitas terhadap lingkungan dan peluang ekonomi mereka.

Beberapa desa menunjukkan resiliensi melalui diversifikasi, sementara yang lain memilih spesialisasi sebagai strategi ekonomi. Ada pula yang mulai merasakan dampak perubahan iklim yang mengganggu kemampuan prediksi tradisional.


Sudah saatnya dilakukan penelitian lebih lanjut. Terutama mendokumentasikan Indikator Alam: Melakukan studi etnografi mendalam untuk mendokumentasikan kearifan lokal terkait indikator-indikator alam (flora, fauna, fenomena langit) yang digunakan untuk memprediksi musim, sebelum pengetahuan ini terkikis.


Kemudian dilakukan Analisis Dampak Pergeseran Komoditas. Bertujuan untuk  Mengkaji dampak sosio-ekonomi jangka panjang dari pergeseran dari tanaman pangan ke tanaman perkebunan monokultur, seperti yang terjadi di Desa Mencolok.


Dan terakhir adalah Studi Komparatif Adaptasi Perubahan Iklim. Membandingkan strategi adaptasi antara desa yang masih memegang teguh pola tanam tradisional dengan desa yang telah melakukan inovasi atau pergeseran.


Advokat. Tinggal di Jambi