26 Januari 2012

opini musri nauli : Wacana Pasal pembunuhan dalam xenia maut


WACANA PASAL PEMBUNUHAN DALAM XENIA MAUT

Akhir-akhir ini kita dihebohkan peristiwa Mobil Daihatsu Xenia B 2479 XI yang dikemudikan Afriyani Susanti saat kecelakaan maut di Tugu Tani yang menyebabkan sembilan nyawa melayang. Peristiwa ini kemudian menyadarkan kita bahwa jalan raya merupakan salah satu tempat yang paling sadis terjadinya kecelakaan ( penulis menggunakan istilah pasal pembunuhan terhadap peristiwa tersebut).

Dalam berbagai berita, telah disampaikan bagaimana perilaku pengemudi yang ugal-ugalan mengendarai kendaraan (apalagi dalam peristiwa ini, pengemudi sama sekali tidak mempunyai SIM). Perilaku pengemudi yang ugal-ugalan mengingatkan perilaku pengemudi sebuah Bus yang memakan korban 21 orang.  Pengemudi kemudian dijerat dengan pasal 283, 287 ayat 5, dan pasal 310 ayat 1-4 Undang undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Selain itu, ia juga dijerat dengan pasal 112 juncto 132 subsider 127 Undang-undang Nomor 35 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman maksimal dua belas tahun. Berbagai peristiwa kemudian memberikan perspektif yang baru, bahwa UU Lalu lintas tidak dapat menjangkau perilaku pengemudi yang ugal-ugalan.

Dalam perkembangan terakhir, selain pengemudi dijerat dengan berbagai pasal dalam UU Lalu lintas, ada pemikiran untuk menerapkan pasal tentang pembunuhan sebagaimana dalam rumusan pasal 340 junto pasal 338 KUHP. Dalam pernyataan resmi dari institusi Kepolisian, penerapan pasal pembunuhan yang berkaitan dengan peristiwa tersebut, didasarkan karena ”kelalaian” dari pengemudi yang menyebabkan matinya orang lain. (Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Saud Usman Nasution dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Rabu, 25/1/12)

Saud menjelaskan, ada tiga pasal dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) yang terkait dengan penghilangan nyawa seseorang. Pertama, Pasal 338 KUHP tentang dengan sengaja merampas nyawa seseorang. Ancaman dalam pasal ini yakni 15 tahun penjara.

Kedua, Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan orang lain meninggal dunia. Ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara. Ketiga, Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan dengan terencana merampas nyawa orang lain. Ancaman hukuman dalam pasal ini yakni pidana mati atau penjara seumur hidup. "Untuk kasus ini kan dapat berlaku lex specialis atau hukum yang berlaku khusus," ujarnya.

Peristiwa ini mengingatkan perilaku ugal-ugalan pengemudi metromini tahun 1994 yang  kemudian masuk kali sunter Jakarta Utara. Saat itu, angkutan umum yang diisi 45 orang terjun ke Kali Sunter dan mengakibatkan 32 orang tewas. Penumpang meninggal dunia karena pintu Metro Mini tertutup sehingga air sungai yang hitam pekat meregang nyawa para penumpang secara perlahan.  Hakim kemudian memutuskan menjatuhkan pidana penjara berdasarkan pasal-pasal pembunuhan. Putusan ini kemudian diperkuat oleh Mahkamah Agung dan menjadi yurisprudensi.

Dalam diskusi terbatas di kalangan pengacara, pertimbangan kepolisian yang menerapkan pasal pembunuhan terhadap peristiwa ”Xenia maut” menimbulkan persoalan yang cukup serius. Namun dalam pembahasan, dalil (baik yang menerima maupun yang menolak) yang dijadikan dasar untuk menyatakan tanggapannya, penggunaan doktrin sama sekali tidak tepat diterapkan.

Dalam ilmu hukum pidana, untuk menentukan kesalahan (schuld) dengna menggunakan “tiada pidana tanpa kesalahan yaitu een straf zonder schuld, actus non facit reum nisi mens sir rea. Menentukan kesalahan (schuld) dilihat dari kesengajaan (opzettelijk) dan kelalaian/kealpaan/kekuranghati-hatian (culpa).
Menurut para pakar, ada tiga bentuk kesengajaan (opzettelijk), yaitu :
a. Kesengajaan sebagai maksud (oogmerk)
b. Kesengajaan dengan sadar kepastian (opzet als zekerheidsbewustzijn)
c. Kesengajaan dengan sadar kemungkinan (dolus eventualis).

Diluar dari bentuk kesengajaan (opzettelijk), kita kemudian mengenal dengan  kelalaian/kealpaan/kekuranghati-hatian (culpa) yang terdiri dari Kurang hati/hati dan dapat menduga akibat perbuatan. Doktrin ini paling sering diterapkan dalam kecelakaan lalu lintas (diatur didalam pasal 359 KUHP dan pasal 360 KUHP) dan kemudian diterapkan dalam pasal-pasal UU Lalu Lintas.

Pembuktian apakah terhadap pelaku diterapkan berdasarkan kepada bentuk kesengajaan dilihat kepada berbagai fakta-fakta untuk melihat penerapan kesengajaan (opzettelijk). Apakah kesadaran dari pengemudi yang mengendarai yang melihat akibat yang terjadi (peristiwa tabrakan itu sendiri). Dengna melihat, korban pada umumnya berada di trotoar (yang memang dikhususkan untuk pejalan kaki), maka bantahan dari kalangan yang mendalilkan peristiwa ”XENIA MAUT” diterapkan dengan bentuk kelalaian (culpa) kurang tepat dijadikan alasan. Selain itu juga, desakan berbagai pihak agar menerapkan pasal-pasal pembunuhan (yang berdasarkan kepada teori kesengajaan/opzettelijk) yang terus menggelinding, membuat wacana penerapan pasal-pasal pembunuhan harus mendapat perhatian dari institu kepolisian.

Dengan menerapkan pasal-pasal pembunuhan terhadap pengemudi ”XENIA MAUT”, maka memberikan pelajaran penting, lalu lintas dapat memberikan perlindungan nyawa kepada manusia yang tidak berdosa. Dan hukum bekerja untuk melindungi terhadap pelaku yang nyata-nyata sadar telah melakukan pembunuhan di jalan raya. 

Dimuat di Harian Jambi Ekspress, 28 Januari 2012