Sidang mantan Ketua Pengadilan sekaligus pengacara, Ardani Harun, yang tersandung kasus mengurung sesorang di dalam ruko, bersama Adela Agustini, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jambi, siang kemarin (25/01).
Sidang dengan menghadirkan enam orang saksi berjalan alot. Enam saksi yang dihadirkan, diantaranya adalah Susanto alias Alay, dan orang tuanya Suamiati, dua saksi lain dari kepolisian Polsekta Telanaipura, Zulkifli dan Beni, dan lurah Simpang Empat Sipin Telanaipura, Siti Ajir ikut dihadirkan sebagai saksi.
Sidang dengan dipimpin oleh hakim Muhammad Isya, memberi kesempatan pertama kepada Sumiati, orang tua Alay, sekaligus sebagai pelapor dalam kasus ini. Dalam sidang yang dimulai sekitar pukul 13.30 WIB, Sumiati menerangkan bahwa pada hari Kamis tanggal 12 Mei 2011, dirinya mendapat telepon dari anaknya, Alay.
Dalam pembicaraan di telepon itu, Alay mengatakan, dirinya dikurung di ruko. Setelah mengetahui hal itu, Jumat keesokan harinya, Suamiati yang tinggal di Tungkal langsung ke Jambi. “Saya sampai di Jambi sekitar jam 10. Saya sempat mampir di depan ruko, melihat pintu ruko tertutup dan digembok,” terangnya. Lalu, setelah melihat ruko tempat Alay terkurung, dirinya bersama istri Alay, langsung melaporkan ke Polresta Jambi. Selanjutnya, bersama pihak kepolisian, saksi datang ke lokasi. Namun sampai di ruko, pintu sudah terbuka. “Sesampai di ruko, pintu sudah terbuka. Saya tidak tahu siapa yang membuka,” jelasnya.
Ketika ditanya oleh hakim, apakah saksi tahu siapa yang mengunci Alay di dalam, dan apakah pintu itu benar-benar terkunci, saksi mengaku tidak tahu. “Saya tidak tahu, saya lihat dari mobil ada gembok,” terangnya lagi. Saksi juga menerangkan, ketika mendapati pintu ruko sudah terbuka, saksi juga menanyakan kepada Alay, kenapa dirinya tidak keluar. “Saya tanya, kenapa kamu di dalam, kenapa tidak keluar? Saya masih punya hak," jelas saksi meniru jabawan Alay, ketika itu. Selain itu, saksi juga mengatakan setelah bertemu Alay, kondisi Alay dalam keadaan lemah. “Kondisinya lemas, saya langsung bawa dia periksa. Mungkin karena tidak makan,” jelasnya, menjawab pertanyaan dari jaksa penuntut umum yang menanyakan kondisi Alay saat itu.
Sidang kemarin juga mendengarkan keterangan Alay. Saat ditanya kenapa dirinya bertahan di dalam ruko sengketa dengan mantan istrinya, Adela Agustini, Alay menerangkan, bahwa berdasarkan berita acara pengadilan, dirinya berhak, menjaga, merawat, harta gono-gini yang berada di dalam ruko tersebut. Saat pengecekan dilakukan oleh juru sita pengadilan bersama pihak kepolisian, Lurah, dan Adela bersama pengacaranya, berjalan lancar. Namun setelah dicek, ternyata kunci pintu belakang rukonya diakui Adela rusak. Ia lalu bertahan di ruko, karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atas barang-barang yang masih bersengketa tersebut. "Saya merasa bertanggungjawab atas barang-barang tersebut. Berdasarkan surat pengadilan, saya yang ditunjuk menjaga barang-barang itu," terang Alay.
"Saya tetap bertahan karena saya yang ditunjuk pengadilan untuk menjaga, jadi saya bertanggungjawab," katanya lagi. Setelah itu petugas dan pihak terdakwa keluar semua. “Saya melihat Ardani menutup pintu,” tambahnya. Selain itu, Alay juga menerangkan pada tahun 2011, dia mendapati kunci ruko sudah diganti. “Antara kunci pintu tahun 2008 dengan 2011 tidak sama. Awalnya kunci itu bermerek ses. Saya tahu karena semuanya saya yang beli. Kalau sakarang saya tidak tahu,” katanya.
Ketika ditanya majelis hakim apakah dirinya merasa nyaman di dalam ruko saat terkurung, saksi menjawab tidak nyaman karena tidak bisa beraktifitas. “Saya tidak bisa apa-apa, tidak bisa keluar, ke atas juga tidak bisa karena dikunci,” katanya lagi.
Ardani selaku terdakwa satu dalam kasus ini, juga melemparkan pertanyaan, jika pintu tidak dikunci apakah saksi akan keluar? Saksi menjawab akan keluar. “Kalau tidak dikunci, saya akan keluar,” tegasnya. Setelah mendengar keterangan Alay, majelis hakim selanjutnya memeriksa Zulkifli, anggota Polsek Telanaipulai, yang ikut saat pengecekan bersama pihak pengadilan. Saksi menjelaskan, kedatangannya ke ruko untuk melakukan pengamanan saat pengecekan harta gono gini Alay dan Agustini. Awalnya tidak ada masalah.
Namun saat pintu akan dikunci, terdakwa I, Ardani Harun minta kepada dirinya mengeluarkan Alay dari ruko. “Saya jawab, saya tidak berhak mengeluarkan orang, karena hanya melakukan pengamanan. Terdakwa satu minta tolong tangkap si Alay. Saya bilang, kalau menangkap orang, saya tidak berhak, dalam perkara apa saya menangkap. Saya bilang lagi, kalau mau ditangkap, silakan buat laporan ke Polsek, nanti ada petugas yang berhak menangkap,” terang saksi. Karena tidak ada kesepakatan untuk mengeluarkan Alay. Hardani, menutup pintu. "Saya tidak melarang karena tidak tahu hak siapa," tegasnya. Selanjutnya, pihak Adela dan Hardani melaporkan kejadian itu ke Polsek Telanaipura. Tidak berapa lama kemudian, atau sekitar pukul 16.00 WIB, Kapolsek Telanaipura didampingi anggota dan disaksikan oleh Hardani dan Adela berusaha menengahi persoalan itu.
Hanya saja tidak terjadi kesepakatan. Alay tetap bertahan di dalam ruko. “Yang saya dengar, Kapolsek membujuk Alay untuk keluar dari ruko dari celah pintu, karena saat itu, pintu ruko terkunci,” kata saksi Zulkifli. Mendengar keterangan saksi ini, Ardani dan Adela keberatan. Ardani dan Adela menyatakan, ketika itu Kapolsek masuk ke dalam ruko, bukan melalui celah pintu. “Saat itu pintu dibuka, saya yang menyerahkan kuncinya,” kata Adela. Ardani menuduh keterangan saksi ini bohong. “keterangan saksi ini bohong, kita minta majelis menghadirkan langsung Kapolsek, dan pihak juru sita,” kata Ardani lagi.
Sementara itu, Musri Nauli ketika ditemui usai sidang, mengatakan, kasus yang menjerat kliennya ini terlalu dipaksakan. Selain itu, dia melihat ada dugaan rekayasa. “Ada dugaan rekayasa. Kalau klien bebas, ada kemungkinan kita akan menuntut pihak-pihak terkait,” tandasnya. (http://www.metrojambi.com/hukrim/18764-dikurung-alay-mengaku-tidak-nyaman-.html#.TyEPpaxsEOs.facebook