Penulis
mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan gagasan tentang lingkungan
pada puncak Acara Pekan lingkungan di SMP-SMA-SMK Yayasan Atttaufik,
sebuah sekolah yang mengusung nilai-nilai lingkungan. Pekan
lingkungan diadakan setiap setahun sekali. Didalam acara pekan
Lingkungan, diadakan berbagai rangkaian agenda acara baik musik,
lagu, tarian, puisi maupun kegiatan lain seperti penanaman tanaman
dan fashion show.
Kegiatan
ini terlalu sayang dilewatkan. Penulis tertarik rangkaian acara yang
sudah dilaksanakan. Sehingga tawaran untuk mengisi puncak acara untuk
menyampaikan gagasan tentang lingkungan merupakan kesempatan menjadi
bagian dari proses menyampaikan gagasan.
Pilihan
menyampaikan gagasan merupakan evaluasi kritis terhadap proses
“perlindungan” lingkungan yang “salah urus” dari negara.
Negara yang seharusnya melindungi lingkungan dan sumber-sumber daya
alam “ternyata” menggunakan untuk kepentingan politik dan
investasi dalam berbagai pilkada. Negara menggunakan berbagai
“instrument” negara dengan berbagai UU untuk “mengeruk” SDA.
UU
Pertambangan, UU Perkebunan, UU Kehutanan, UU Air adalah sedikit
berbagai instrument negara untuk “Menggunakan SDA” demi
kepentingan segelintir golongan, segelintir orang.
Publik
kemudian mencatat bagaimana UU yang berkaitan dengan SDA hanya dapat
dinikmati segelintir dan “nyata-nyata” tidak dipergunakan
“sebesar-besar” untuk kesejahteraan rakyat.
Padahal
Indonesia memiliki keanekaragaman berupa flora dan
fauna, lebih banyak jumlah speciesnya dibandingkan Africa. Sepuluh
persen (10%) dan seluruh spesies tumbuh dan berbunga ada di Indonesia
(+1- 27.500 spesies ada di Indonesia), 12% jenis mamalia di dunia,
16% jenis reptilia dan amphibia di dunia (+1- 1.539 spesies), 25%
jenis ikan di dunia dan 17% jenis burung di dunia.
Diantara
spesies tersebut terdapat 430 spesies burung dan 200 mamalia yang
tidak terdapat di tempat lain dan hanya ada di Indonesia misalnya
orangutan, biawak komodo, hariniau sumatera, badak jawa, badak
sumatera dan beberapajenis burung (birds of paradise)1.
Selain
itu Indonesia merupakan negara produsen dan eksportir mnyak kelapa
sawit (crude palm oil/ CPO) utama di dunia, dengan areal pada tahun
2006 seluas 6,075 juta hektar dan produksi sebanyak 16,08 juta ton.
Dan produksi tersebut, 12,1 juta ton (75,25%) diantaranya diekspor
dan konsumsi untuk industri minyak goreng dan industri dalam negeri
sebanyak 3,8 juta ton (24,75%)282.
Dan
berbagai angka-angka kemudian mencatat, daerah-daerah yang mempunyai
sumber daya alam melimpah, ternyata justru adanya tingkat kemiskinan
yang tinggi. Hasil riset Walhi 2006 mencatat, Walaupun
Indonesia mempunyai berbagai sumber daya alam yang melimpah ruah,
namun tingkat kemiskinan justru terjadi di daerah yang memiliki
sumber daya alam yang melimpah.
Di
Propinsi Kalimantan Timur, sebagai daerah kaya di Asia Tenggara
dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita 3.319 US$
pada tahun 1985, akan tetapi dilihat dan tingkat kesejahteraan yang
benar-benar dinikmati oleh penduduk, yakni dan pengeluaran
konsumsinya, hanya mencapai 293 US$. Dengan demikian besarnya
konsumsi per kapita hanya 8,82% dan jumlah PDRB per kapita.
Selebihnya, kemakmuran tersebut tidak dinikmati sebagai bagian dan
tingkat kesejahteraan.
Propinsi
Riau yang berpenduduk 4,3 juta jiwa pada tahun 1997/1998
menyumbangkan pendapatan ke kas negara sebesar 59,2 trilyun. Uang
sebesar ini berasal dan pertambangan, kehutanan, perindustrian dan
pendapatan lainya. Namun uang yang kembali ke Riau dalam bentuk
anggaran untuk Daerah Propinsi sebesar Rp 163,87 inilyar dan daerah
Tmgkat H Rp 485,58 inilyan. Sehingga jumlah dan jakarta untuk Riau
mencapai 1.013 inilyar. Dibandingkan dengan dana yang disedot ke
Jakarta sebesar Rp 59,2 trilyun maka dana yang diterinia Riau hanya
1,17 % dan dana yang disumbangkan.
Artinya
tidak ada korelasi positif antara tingginya PDRB per kapita dengan
kemakmuran rakya
Bahkan
di Propinsi Papua yang mempunyai cadangan emas, tembaga dan plutonium
dalam persoalan freeport, tingkat pendidikan, tingkat kemiskinan
paling “memalukan”.
Berangkat
dari keprihatinan yang mendalam, “salah urus” mengelola sumber
daya alam “memaksa” harus dibutuhkan “kesadaran” baru kepada
generasi selanjutnya untuk “mengurusi” Indonesia lebih baik. Dan
pilihan “menyebarkan gagasan tentang lingkungan merupakan salah
satu “investasi” pendidikan yang dapat diharapkan agar dapat
“memandang” lingkungan agar lebih beradab.
1
BAPPENAS.
Biodiversity Action Plan for Indonesia, 1993 & World
Conservation Monitorin Cominittee, 1994
2
Dirattanhun,
POTENSI KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHARAI BAKU BIODIESEL,
www.ditjenbun.deptan.go.id, 31 July 2008