Cukai
dikenal ditengah masyarakat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesai “cukai diartikan sebagai pajak atau bea yang
dikenakan pada barang impor dan barang konsumsi. Atau “sebagian dari hasil tanah seperti sawah, ladang yang wajid disetorkan
kepada tuan atau pemilik tanah sebagai ongkos tanah”.
Ditengah
masyarakat Melayu Jambi dikenal seloko seperti “ke aek bebungo pasir. Ke darat bebungo kayu”. Di Marga Pangkalan
Jambi dikenal “ke aek bebungo pasir. Ke
darat bebungo Kayu. Ke tambang bebungo emas” [1].
Di Marga Sungai Tenang Desa Tanjung Benuang dikenal “Ke aek
Bebungo Pasir, kedarat bebungo kayu. Adat samo diisi, Tembago Sama dituang.
Berat sama di pikul, ringan sama dijinjing. Sedangkan di Desa Muara Madras
dikenal “uang
padang” [2].
Bungo emping, merupakan pungutan
pajak untuk setiap hasil panen. Misalnya seperti pada saat kenduri dilakukan pungutan terhadap
hasil panen untuk nenek mamak. Pada saat itu juga dikumpulkan zakat padi. Bungo “Emeh” merupakan pungutan pajak yang dilakukan untuk
setiap pungutan hasil tambang emas (mendulang).
Tatacara
penarikan cukai berbeda-beda nilainya. Di Desa Tanjung Mudo ditarik setahun
sekali setelah panen[3].. Di Desa Gedang dilakukan setahun sekali hasil
panen baik hasil nilam, kopi, kayu manis[4].
Di Desa Tanjung Benuang[5]“
dikenal dengna penghitungan “kiding beras”. Begitu juga di Desa Tanjung Alam[6].
Selain
itu juga dikenal menarik “cukai” atau “penyerahan hasil buruan”. Hewan buruan yang
diperoleh penduduk maka diberikan 5
canting dagingnya diberikan untuk kepala adat, kalau mendapatkan Rusa diberikan
1 gantang dagingya untuk kepala adat. Demikian juga mendapatkan ikan, burung,
kancil dan sebagainya.
Sedangkan penduduk luar dusun, kalau penduduk dari luar dusun yang
mendapatkan kijang atau rusa maka daging paneh untuk nenek mamak setempat[7].
Dengan
penyerahan “hasil buruan”, maka apabila pemburu tersesat dihutan maka penghulu
adat dapat mengumpulkan warga agar bersama-sama mencarinya.
Di
Timur Jambi daerah Hilir Marga Kumpeh, “pancung alas” selain diartikan sebagai “pamit
ke penghulu” juga sebagai “cukai” kepada pemangku adat.
[1] Zulkifli, Birun, 7 Agustus 2016
[2] Profile Desa Muara Madras
Kecamatan Sungai Tenang, PMKM – Pemkab Kabupaten Merangin, 2010
[4] Peraturan Desa Gedang
Nomor 3 tahun 2011 Tentang Keputusan
Adat Istiadat Depati Suko Merajo
[5] Peraturan Desa Tanjung Benuang
Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Keputusan Depati Suka Menggalo
[7] Riset Walhi Jambi, 2013, Hal.
35