Menurut
Staatsblad Tahun 1927 No. 91 “Desa, Suku, Nagari, Wakaf dan Yayasan” merupakan badan
hukum sebagai subyek hukum (subyektum Yuris). Sebagai badan hukum maka Desa
atau Marga atau famili kemudian memiliki organisasi yang tegas dan rapi.
Dalam
lapangan hukum adat, Desa sebagai badan hukum (subyektum yuris) kemudian mempunyai
hubungan erat dengan tanah dan bersifat religio-magis[1].
Dengan demikian maka memperoleh hak untuk menguasai tanah. Kemudian dikenal hak
pertuanan atau hak ulayat. Van Vollenhoven kemudian menyebutkan “beschkkingsrecht”.
Dengan
demikian maka Marga atau Batin atau Mendapo kemudian menjadi badan hukum yang
bertindak sebagai subyek hukum (subyektum yuris). Dengan kekuasaan yang
meliputi dan dibatasi yang kemudian dikenal Tembo.
Ditengah
masyarakat Melayu Jambi dikenal Hukum Rimbo dan Hukum Patanahan.
Hukum Rimbo mengatur pantang larang seperti mengatur daerah yang tidak
boleh dibuka maupun pengaturan tentang larangan terhadap tanaman.
Seloko seperti “Teluk sakti.
Rantau betuah, Gunung Bedewo,[2], Hulu
Air/Kepala Sauk, Rimbo Puyang/RImbo Keramat, Bukit Seruling/Bukit Tandus[3],
“Imbo Pseko[4],
“rimbo bulian”, “Bukit tepanggang” [5], “Rimbo Penghulu Depati Gento Rajo[6],
hutan adat
Pengulu Laleh, hutan adat Rio Peniti, hutan adat
Pengulu Patwa,
hutan adat Pengulu Sati, hutan adat
Rimbo Larangan, hutan adat Bhatin Batuah,
hutan adat
Paduka Rajo, hutan adat Datuk Menti Sati, hutan adat
Datuk Menti,
hutan adat Imbo Pseko, hutan adat
Imbo Lembago, “Rimbo batuah[7]”,
Hutan lindung batu Kerbau, Hutan lindung Belukar Panjang[8],
“Rimbo sunyi, Rimbo Berpenghulu, Ulu Sungai/Rimbo Ganuh[9],
hutan keramat, Tanah Penggal, Bulian Bedarah, Bukit
Selasih, Pasir Embun”[10],
hutan larangan, sialang pendulangan, lupak pendanauan, beduangan dan tunggul
pemarasan[11] dan
Desa Semambu[12], “Pantang padang, Bukit
Siguntang, Gulun, Tepi Sungai, Sialang Pendulangan, Lupak Pendanauan dan beduangan[13],
“Daerah Sungai Menggatal, Kedemitan yang
terletak didalam bukit 30, Sungai Sako, Talang Betung, Sungai Semerantihan,
Sungai Kupang yang terletak di Pemandian gajah, Lubuk Laweh, Sungai Beringin,
Pengian Hilir, Sungai Pauh, Pangian Ulu, Kemumu, Bukit Tambun Tulang, Hutan
Keramat, Lupak Pendanauan, Pinang Belaian, Mendelang, Rimbo Siaga, Rimbo
Lampau-lampau.[14],
“Bukit Bakar”[15],
Tano Peranakon,, Tano Pasoron, Tano
Terban, Sentubung Budak,
Balo Balai, Balo Gajah, Inum-inuman, Tempelanai, Hutan hantu pirau. “Payo” atau “payo dalam”, Suak[16], Lopak, Lubuk, Danau,
rongkat,[17]”,
adalah nama tempat yang tidak boleh dibuka. Biasa dikenal Pantang larang.
Selain itu
juga pantang larang tumbuhan yang tidak boleh dipanjat atau ditebang. Tanaman
yang tidak boleh ditebang seperti durian, petai, cempedak hutan, kayu
sengkawang, kabau, enau, landor rambai, tampui, mampaung, tayas, manggis,
jering (jengkol), dan baungan. Dan hewan yang tidak boleh diburu seperti
Harimau, macan, beruang, anjing hutan, tapir (tenok), kucing hutan, ungko,
siamang, burung gading (termasuk seluruh burung-burung yang dilarang)[18]
atau “Pohon Durian, pohon embacang tidak boleh dipanjat. Ikan tidak boleh
diracun. Burung gagak tidak boleh diambil[19].
Di
Marga Jujuhan dilkenal “memanjat langsat
larangan”[20]. Di
Marga Sungai Tenang dikenal Nutuh Kepayang Nubo
Tepian
. Selain
itu dikenal Seloko seperti Petai dak boleh
ditutuh, durian dak boleh dipanjat. Di
Marga Sumay istilah “Membuka pebalaian”[21].
Di Talang Mamak dikenal Langsat-durandan, Manggis-Manggupo[22],
Durian-Kepayang, Sialang-Pendulangan, Sesap-Belukar, Suak-Sungai, Lupai
Pendanauan[23].
Selain itu dikenal istilah Titak Tikal Embang. Titak adalah pohon
yang sekali ditebang langsung putus. Tikal adalah pohon yang direbahkan.
Sedangkan Embang adalah bekas belukar. Belukar adalah tanah yang sudah dibuka
namun kemudian ditinggalkan.
Di
Marga Kumpeh Ulu dikenal Pudak. Pudak adalah sebangsa tumbuh-tumbuhan yaitu
sebangsa Pandan yang berduri tapam pada pinggir kiri dan kanan daunnya. Pandan
berduri kemudian disebutkan Pudak. Pudak dibutuhkan masyarakat untuk membuat
barang ke humo. Daunnya berguna. Duri daun untuk penangkal berang-berang dan tikus
di sawah[24].
Hak
pemangku adat dikenal didalam seloko seperti “ke aek bebungo pasir. Ke darat bebungo kayu”. Di Marga Pangkalan
Jambi dikenal “ke aek bebungo pasir. Ke
darat bebungo Kayu. Ke tambang bebungo emas” [25].
Di Marga Sungai Tenang Desa Tanjung Benuang dikenal “Ke aek
Bebungo Pasir, kedarat bebungo kayu. Adat samo diisi, Tembago Sama dituang.
Berat sama di pikul, ringan sama dijinjing. Sedangkan di Desa Muara Madras
dikenal “uang
padang” [26].
Selain
itu juga dikenal menarik “cukai” atau “penyerahan hasil buruan”. Hewan buruan yang
diperoleh penduduk maka diberikan 5
canting dagingnya diberikan untuk kepala adat, kalau mendapatkan Rusa diberikan
1 gantang dagingya untuk kepala adat. Demikian juga mendapatkan ikan, burung,
kancil dan sebagainya.
Sedangkan penduduk luar dusun, kalau penduduk dari luar dusun yang
mendapatkan kijang atau rusa maka daging paneh untuk nenek mamak setempat[27].
Dengan
penyerahan “hasil buruan”, maka apabila pemburu tersesat dihutan maka penghulu
adat dapat mengumpulkan warga agar bersama-sama mencarinya.
Di
Timur Jambi daerah Hilir Marga Kumpeh, “pancung alas” selain diartikan sebagai
“pamit ke penghulu” juga sebagai “cukai” kepada pemangku adat.
Istilah Pancung alas dapat ditemukan Di Jambi[28],
Tanjung Jabung Timur[29]
dan Tanjung Jabung Barat[30].
Istilah “pancung alas” mengandung arti. Di Jambi[31]
Pancung alas kemudian memperoleh persetujuan/izin dari Demang[32].
Atau membuka hutan[33].
Di Pesisir Riau, pancung alas adalah sewa tanah[34].
Seperti di Bangkinang[35].
Sedangkan di Sumatera Selatan dikenal sebagai
penebasan dan pembersihan hutan Ilir[36]
seperti di Ogan Ilir[37],
Sekayu[38],
Kayu
Agung[39]
istilah
“pancung alas” biasa dikenal dalam model mengenai tanah. Arti Pancung yaitu “ujung atau
penjuru”. Namun pancung kemudian diartikan sebagai memancung/me-man-cung/ menetak (memenggal) puncak (kepala
dan sebagainya). Namun dalam
istilah pancung kemudian diartikan “memotong hingga putus”. Sedangkan alas
diartikan sebagai “dasar, fondasi” dari posisi rumah.
Dengan
demikian, maka pancung diartikan sebagai “menandai
pohon diujung sebagai batas tanah yang diberikan kepada masyarakat.
Diluar
dari prosesi diatas maka dikenal “beumo jauh
betalang suluk, beadat dewek pusako mencil”. Terhadap kesalahan kemudian
dijatuhi sanksi. Sedangkan apabila dijatuhi sanksi namun tidak dipatuhi dikenal
“Plali”. Ditandai dengan Seloko ”Bapak pado harimau, Berinduk pada gajah, Berkambing pada kijang,
Berayam pada kuawo.
Selain badan hukum sebagai subyek
hukum (subyektum Yuris) juga dikenal manusia sebagai subyektim yuris[40].
Manusia sebagai subyektum yuris mempunyai hak atas tanah. Tentang milik bersama
masyarakat yang ditandai dengan Seloko “Keayek
samo diperikan, kedarat sama di perotan.
Setelah
dilakukan penentuan wilayah yang tidak boleh dibuka (pantang larang) (daerah yang tidak boleh dibuka atau diganggu)”, maka kemudian
dikenal daerah untuk pertanian (cencang
latih[41] atau
peumoan[42]), untuk perkebunan (jambu keloko[43], petanang[44]) dan untuk pemukiman
(plabo umah atau sepenegak rumah).
Terhadap hak atas tanah kemudian hak atas tanah dan tanaman tumbuh. Tanah
kemudian dirawat. Apabila tanah kemudian tidak dirawat maka terhadap tanahnya
menjadi hilang. Belukar tuo” atau “belukar Lasa”, “sesap rendah
jerami tinggi” atau “sesap rendah tunggul pemarasan”, “perimbun”, “Mati tanah.
Buat tanaman” dan “Larangan krenggo”
adalah Seloko yang menunjukkan tanah yang telah dibuka maka harus ditanami.
Dimuat di www.jamberita.com, 5 November 2018
http://jamberita.com/read/2018/11/05/5292/subkyektum-yuris-/
http://jamberita.com/read/2018/11/05/5292/subkyektum-yuris-/
[5] Sebelum dimekarkan menjadi
Kabupaten Sarolangan dan kabupaten Merangin
[16] Suak dikenal sebagai “Sungai
Mati”. Menunjukkan sungai yang tidak mengalir . Desa Sungai Beras, 10 Februari
2018.
[17] Hasil Riset Walhi, 2016
[23]
Lupak merupakan danau yang tercipta dengan sendirinya dari proses alam. Sedangkan pendanauan adalah genangan air
berupa danau. Sesap adalah belukar yang baru ditinggalkan. Sedangkan belukar adalah semak yang sudah lama
ditinggalkan namun masih terdapat tanaman tua seperti durian, macang, jengkol.
Peninggalan dari “puyang’. Kepala Dusun Fahmi dan Patih Serunai, Dusun
Semerantihan, 24 September 2016
[25] Zulkifli, Birun, 7 Agustus 2016
[26] Profile Desa Muara Madras
Kecamatan Sungai Tenang, PMKM – Pemkab Kabupaten Merangin, 2010
[27] Riset Walhi Jambi, 2013, Hal.
35
[40] Hal. 103.
[41] Riset Walhi Jambi, 2013. Hal.
25
[43] Riset Walhi Jambi, 2013. Hal.
25