23 April 2021

opini musri nauli : Tutur Masyarakat Mengenal Seh Bari (1)



Ditengah masyarakat di Daerah dataran tinggi Merangin dikenal Tutur dan cerita tentang Seh Bari. 


Mereka mengaku keturunan dari Sri Saidi Malin Samad. Sri Saidi Malin Samad mempunyai saudara Siti Baiti dan Syech Raja. Syech Raja diakui sebagai “puyang” Renah Pembarap. Sedangkan Siti Baiti “puyang” Marga Tiang Pumpung. Dalam dialek yang berbeda Siti baiti di Marga Senggrahan kemudian dikenal sebagai Syech Beti” di Marga Renah Pembarap. 


Hubungan kekerabatan dengan Marga Tiang Pumpung, Marga Renah Pembarap ditandai dengan seloko “Gedung di tiang pumpung, Pasak di Pembarap. Dan kunci di Senggrahan. 


Apabila melihat penuturan dari Marga Renah Pembarap dan Marga Senggrahan tentang Siti Baiti (Marga Senggrahan) atau “Syech Beti” (Marga Renah Pembarap) “Puyang” mereka berasal dari Jawa Mataram. 


Namun saya kemudian kaget. Ketika M.C. Richlefs  mengutip  G.W.J Drewes kemudian menuliskan “Seh Bari” sebagai ulama yang dihormati di Jawa didalam bukunya “Sejarah Indonesia Modern 1200 – 2004”, M.C. Richlefs kemudian menjelakan Seh Bari sebagai ulama yang lebih mencerminkan metafisik dan etos asketis yang berasal dari mistik Islam, tasawuf dan diteriam sebagai bagian dari dunia islam suni.


M.C. Richlefs  menyandarkan cerita tentang Seh Bari dari buku G.W.J. Drewes yang dimuat “New Light on the Coming of Islam Indonesia”dalam Readings on Islam in Southeast Asia. 


Harus diakui, perhatian G.W.J Drewes terhadap Seh Bari dituliskan didalam bukunya “The Admonitions of Seh Bari: A 16th Century Javanese Muslim Text Attributed to the Saint of Bonaň”. 


Dikutip dari Michael Laffan didalam bukunya “Sejarah islam di Nusantara” disebutkan “Seh Bari” dikenal sebagai salah seorang perwakilan Islam pesisir. 


Baca juga : Sejarah masuknya Islam di Jambi