Sejarah masuknya Islam di Jambi tidaklah tunggal. Teori islam berasal dari Arab[1], Teori Persia dan Teori India bahkan Hadratul Maut, Yaman menjadikan wacana tentang masuknya Islam di Jambi menjadi kaya. Bahkan tutur di Tengah masyarakat juga menyebutkan Islam berasal dari Turki[2].
Mengikuti jejak Snouck Hurgronje, Islam masuk ke Indonesia pada abad XII – XIII. Masuknya islam setelah runtuhnya kerajaan Hindu terutama di Pantai Timur Sumatera.
Sebelumnya hubungan dagang antara Kerajaan-kerajaan yang beragama Hindu mengadakan hubungan dagang baik dengan pedagang India
Jambi selain dipengaruhi perdagangan dalam alur Selat Malaka, bergantiannya sistem pemerintahan juga dipengaruhi agama. Sebelum kedatangan Islam (banyak versi. Ada menyebut kedatangan Islam abad XII. Namun ada yang menyebutkan abad XVII), pengaruh Budha dan Hindu mendominasi kehidupan masyarakat.
Selama berabad-abad ibukota Malayu terletak di Muara Jambi, sebuah kompleks ritual-politik dengan jumlah penduduk yang lumayan besar. Schnittger “menyebutkan “sebuah kota yang besar, barangkali lebih besar dari Palembang”
Bahkan McKinnon menambahkan bahwa “situs Muara Jambi barangkali merupakan situs yang terbesar dan paling penting di Sumatra”. Selain itu juga terdapat Pelabuhan di Muara Sabak/koto Kandis yang ramai dari abad XII – XIV.
Dalam F. J. Tideman dan P. L. F. Sigar, menyebutkan “Masyarakat hukum yang bermukim di Jambi Hulu, yaitu Onderafdeeling Muarabungo, Bungo, Sarolangun dan
sebagian dari Muara Tebo dan Muara Tembesi. mengenal Teluk sakti. Rantau betuah, Gunung Bedewo atau Rimbo sunyi yang dikenal dengan seloko “Tempat siamang beruang putih, Tempat ungko berebut tangis, rimba keramat, rimbo puyang, rimbo ganuh. Kata-kata seperti Teluk sakti. Rantau betuah, Gunung Bedewo atau Rimbo sunyi yang dikenal dengan seloko “Tempat siamang beruang putih, Tempat ungko berebut tangis, rimba keramat, rimbo puyang, rimbo ganuh mempunyai pengaruh yang kuat dari ajaran Hindu Spritualitas Upanishad.
Ada yang mengatakan kedatangan Islam adalah awal abad Pertama Hijriah (abad 7). Teori kedua mengatakan kedatangan Islam dimulai di abad 13. Sejak itu proses islamisasi terjadi. Hingga berdiri Kerajaan Muslim pada abad 13, Samudra Pasai. Pertumbuhan kerajaan Muslim dimulai di Malaka pada awal abad 15. Perkembangan ini kemudian hingga ke Jawa, Maluku hingga ke Patani (bagian utara Malaysia) dan bagian Selatan Thailand.
Ornamen masuknya Islam di Jambi dimulai dari pesisir Timur. Cerita Datuk Paduka Berhalo dan Rangkayo Hitam masih hidup dan dianggap sebagai Raja yang menganut agama Islam. Datuk Paduka Berhala dan Rangkayo Hitam merupakan Raja yang berkuasa di jalur perdagangan Selat Malaka. Posisi Jambi, Muara Zabag dan Pulau Berhala dalam lintasan selat Malaka membuat posisi keduanya begitu penting (abad 12-18 M).
Posisi pelabuhan di selat Malaka menyebabkan adanya pembagian kekuasaan. Pemerintahan di kota Bandar diserahkan kepada putra-putra Sultan yang berkedudukan sebagai Tumenggung atau Adipati. Kota ini menghasilkan seperti lada, kapur barus, gaharu, madu, lilin, pinang, emas dan kemudian diekspor. Sedangkan komoditas impor seperti, kain berwarna putih seperti belacu, drill, dan keramik dari Tiongkok.
Kesultanan di Selat Malaka mempunyai posisi penting dalam jalur perdagangan internasional dari berbagai bangsa lain seperti Tiongkok, India, Jepang dan Eropa.
Islam kemudian berkembang dan menyumbang berbagai perkembangan sastra dan tulis menulis yang ditandai dengan arab Melayu[3].
Dengan demikian, tidak dapat ditentukan dengan pasti, dari Negara mana muslim datang dan bersentuhan dengan wilayah di Melayu. Yang pasti, kedatangan Mulsim yang datang dan menyebarkan islam kepada masyarakat berasal dari Arab, Persia, India atau bisa saja Tiongkok. Mereka bermula sebagai pedagang, mubaligh atau pengajar agama dan kaum sufi. Dan kemudian ditambah dengan pelopor dari masyarakat yang kemudian menyebarkan islam setelah mendapatkan pendidikan di berbagai tempat seperti pesantren di jawa dan sekolah agama di Mekkah.
Namun menurut catatan Tiongkok, Pie Hu Lu tahun 875 M, adanya kedatangan Ta-sih dan Po-Sse ke Chan Pei untuk membeli pinang pada awal abad IX M.
Menurut Ulu Kozok “Struktur masyarakat ilir cenderung lebih berlapis dengan seorang raja atau sultan sebagai kepala kerajaan, dan golongan elit yang dekat dengan pusat kekuasaan. Masyarakat ilir sangat berfokus pada dunia luar dan dengan mudah menyerap unsur kebudayaan asing seperti dari Eropa, India, Jawa, Timur Tengah, dan Tiongkok. Karena perdaganganinternasional baik di negara-negara Arab, maupun di India dan di Tiongkok didominasi oleh saudagar yang beragama Islam maka masyarakat ilir pun lebih dulu memeluk agama Islam, suatu proses yang sudah mulai sejak abad kedua belas dan mencapai puncak pada abad kelima belas.
Dalam Makalah Drs. H. Abdul Kadir Husein, M.Pd.I [4] menyebutkan ketahui bahwa orang yang pertama membawa Islam ke Jambi adalah seorang berkebangsaan Turki bernama Ahmad Salim, beliau adalah seorang saudagar yang diutus oleh ayah nya dari Turki untuk melakukan perdagangan ke Asia /Jambi. Ahmad Salim kemudian dikenal sebagai Datuk Paduko Berhalo pada abad XV[5]. Dia menikah dengan Putri Pinang Masak. Mohammad Redzuan Othman menyebutkanya “Puteri Selaras Pinang Masak.
Didalam “Undang-undang, Piagam dan Kisah Negeri Jambi” dijelaskan Orang Kayo Pingai merupakan anak tertua. Sedangkan adiknya bernama Orang Kayo Kedataran, Orang Kayo Hitam dan Orang Kayo Gemrik (perempuan). Namun M. Nasir Didalam bukunya Keris Siginjei Mengenal budaya daerah Jambi justru menyebutkan Orang Kayo Hitam adalah anak bungsu dari Datuk Paduko Berhalo dan Putri Pinang Masak (Putri Selaras Pinang Masak)[6].
Setelah Orang Kayo Hitam wafat, ia di teruskan oleh putranya yang bernama pengeran Hilang di Aek yang bergelar Penembahan Rantau Kapas (1515-1560)*. Setelah beliau berhasil membangunan pondasi Islam, ahirnya pada abad ke XVII M berdirilah kesultanan pertama di Jambi yang berdasarkan Islam dengan raja pertamanya Sultan Abdul Kahar (1615-1643 M).
Menurut Abdul Kadir Husein, ada juga versi yang menyebutkan Islam datang dari kota Tariem, Hadramaut, Yaman di bawa oleh seorang Arab ‘Alawiyin bernama Habib Husein Al Baraqbah. Habib Husein Al Baraqbah berangkat dari Yaman menuju India. Dari India ke Aceh kemudian ke Palembang. Di Palembang, ia menetap serta menikah dengan anak pembesar kerajaan Palembang serta mendapat dua orang putra yaitu Habib Qosyim bin Husein Baraqbah dan Syaid Abdullah (1706 M).
Pada tahun 1716 M, beliau melanjutkan da’wahnya menuju Jambi dan menetap di Kampung Arab Melayu Kecamatan Pelayangan Kota Jambi. Di sana beliau mengajarkan ilmu pengetahuan Islam seperti Al Qur’an , Tafsir, Fiqih mazhab Syafi’i, Tauhid ,serta Tasawuf. Diantara murid-murid dari madrasah ini adalah Syech MO Bafadhol (mantan Rektor IAIN STS Jambi).
Catatan ini belum dilengkapi dengan sejarah perkembangan Islam di daerah hilir Jambi. Daerah yang terbuka dengan kedatangan pedagang Pantai Timur Sumatera masih menjadi catatan yang memperkaya dari perkembangan Islam di Jambi.
[1] Di Seberang Kota Jambi dikenal nama perkampungan yang disebut Arab Melayu.
[2] Ahmad Salim yang dikenal Datuk Paduko Berhala disebutkan berasal dari Turki. Beliau Menikah dengan
[3] Arab Melayu kemudian menjadi perkampungan dan kelurahan di Jambi.
[4] Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jambi
[5] Cerita yang berkembang di masyarakat, Dia menikah dengan Putri Pinang Masak. Mohammad Redzuan Othman menyebutkanya “Puteri Selaras Pinang Masak.
[6] Cerita ini kemudian didukung oleh S. Budisantoso didalam buku “Kajian dan Analisia Undang-undang Piagam dan Kisah Negeri Jambi yang menerangkan tentang Orang Kayo Pingai merupakan anak dari Datuk Paduko Berhalo yang beristrikan Putri Selaro Pinang Masak. Putri Selaro Pinang Masak berasal dari Pagaruyung yang berdiri tahun 1345 masehi