10 November 2024

opini musri nauli : Pengetahuan Mangrove Masyarakat Papua

 

Mendapatkan kesempatan untuk ke Kabupaten Kepulauan Yapen (Yapen) dan Kabupaten Sarmi Provinsi Papua adalah kesempatan mewah. Selain jauhnya dari tanah Sumatera, Pulau Papua yang terletak di Timur Indonesia juga berkesempatan mendengarkan pengetahuan masyarakat tentang mangrove di Papua. 


Selain cara pandang yang cukup kaya, pengetahuan tentang mangrove yang begitu beragam juga dapat menggambarkan sudut pandang mangrove dari pendekatan pengetahuan masyarakat Papua itu sendiri. 


Keunikan Papua ditandai dengan UU Otonomi Khusus Papua dan dilanjutkan dengan Perda Provinsi Papua Tentang Kampung Adat. Bahkan di Yapen diatur dengan SK Bupati Yapen yang mengatur sebutan Kecamatan menjadi Distrik dan Desa menjadi Kampung. 


Istilah Mangrove kurang dikenal di Papua. Kawasan mangrove lebih sering disebutkan dengan istilah Lolaro. 


Sedangkan di Kampung Armopa (Sarmi) lebih dikenal dengan istilah ton. 



Di Kampung Moiwani, wilayah mangrove terletak di Worari, Aronuwuapir, Manimuna, Parawai wope, Kamboyara, Rerawawimp, Rawayar, Apari, Konamkomeram, Kidawi, Yomeini, Mararema, Naniparu, Karimpupa, Kamtewoyap, Wondairawin, Parunden, Denanom, Woredua, Parira, Raworen dan Rarawini. 


Di Kampung Kairawi, wilayah mangrove terletak di  Ariwoa, Kali Marion, Andiwar, Kali Woramaria, Adoriwawa, Marorawini, Wainayaya dan Iyaworoip


Di Kampung Wawori wilayah mangrov terletak di  Rairoi, Randuayaipi, Umbefi, Insaneroi dan Jebaung.  Dan di Kampung Papuma, wilayah mangrov terletak di Wawui, Bayumi, Boiremong, Dewai, Pioroi, Manauram dan Kawauwi. 


Keempat Kampung Moiwani, Kampung Kairawi, Kampung Wawori dan Kampung Papuma termasuk kedalam Kabupaten Yapen. 


Sedangkan didalam Kampung Amorpa Kabupaten Sarmi, wilayah mangrov terletak di Jerai, Wenkes, Taipa, Wensran, Dandapoway, Waisnam, Brindaway dan Wenyeti. 


Istilah tanaman mangrov juga dikenal di Kampung Amorpa. Seperti Ton penyebutan tanaman Bakau, Bover untuk  tanaman Pidada, Rapoh untuk  tanaman Nyirih, Kekdar untuk  tanaman Lindur, Bren untuk  tanaman Nipah dan Saref untuk tanaman Api-Api. Sehingga tanaman bakau atau tanaman mangrov mempunyai penamaan yang Sudah lama dikenal di masyarakat di Papua. 


Sedangkan di Serui (Nama ibukota kabupaten Yapen), istlah tanaman mangrov disebut Parai/laki perempuan, Panyami, Arouw, Awumboy dan Parung. Hanya di Kampung Kairawi (Kepulauan Ambai), istilah Parai disebut muan atau parang wawing. 


Di Papua terhadap pemangku adat dikenal istilah Ondoafi. Sedangkan di Armopa (Sarmi), pemangku adat disebut Saugwenta Temto. 


Kekuatan pemangku adat (Saugwenta Temto/Ondoafi) begitu berpengaruhi. pemangku adat (Saugwenta Temto/Ondoafi) membawahi suku dan marga. Istilah Marga sering juga disebut keret. 

Di Kampung Armopa, terdapat Suku asli Armopa terdiri dari dua suku yang besar, antara lain Clan/suku Bgu, yang terdiri dari Marga/keret ketjewai, Marga/keret Kubuan, Marga/keret Beneftar, Marga/keret Baunik dan Marga/keret Semay. Dan suku Empa, yang terdiri dari Marga/keret Maban, Marga/keret Aboway, Marga/keret Bagre, Marga/keret Wendey dan Marga/keret Nemnay. Sedangkan Marga pendatang terdiri dari Wanma, Krey, Hukubun, Samai, Senis, Honis, Marya, Sitawa, Istofer, Masoka dan Mofu. 


Di Kampung Moiwani terdapat 9 marga (keret) seperti  Woniana, Rematobi, Kayoi, Maay, Puadi, Pataay, Kadop, Kuparai dan Bilasy. Dan di Kampung Papuma dikenal Marga Patai, Marga Kayoi, Marga Aronggear, Marga Rematobi, Marga Abubar, Marga Maai, Marga Wowa, Marga Puadi dan Marga Woniana. 


Marga patai bertempat tinggal di Matoapap. Marga Kayoi bertempat tinggal di Apiaimi. Marga Aronggear bertempat tinggal di Dewai. Marga Rematobi bertempat tinggal di Yomeini. Marga Abubar bertempat tinggal di Torinai. Marga Maai bertempat tinggal di Bayumi. Marga Wowa bertempat tinggal di Torinai. Marga Puadi bertempat tinggal di Matoappa dan Marga Woniana bertempat tinggal di Ambaoi. 


Sejarah Kampung Wamori berasal dari marga Manioni. Marga Manioni sendiri berarti dari tempat jauh, kemudian setelah mereka berkumpul di kampung Wamori ini mereka menyepakati bersama mengubah marga Manioni menjadi Maniani yang berarti orang-orang yang berkumpul.


Setelah Wamori menjadi kampung, Masyarakat kemudian berkembang dan menikah dengan orang diluar marga. Terutama dari marga diluar Pulau Ambai. Sehingga kemudian muncul marga baru seperti Waromi, Waroi, Wanggai, Imbiri, Fonataba, Wona dan Marani.


Sebagai pemangku adat (Saugwenta Temto/Ondoafi)  maka menjadi tempat penyelesaian terhadap pelanggaran adat. Mekanisme ini harus ditempuh untuk penyelesaian di tingkat adat. Apabila tidak dapat diselesaikan maka dapat dilakukan di tingkat kampung.


Terhadap pelanggaran adat ataupun yang melanggar larangan maka dapat dikenakan denda adat. Di Kampung Armopa dikenal denda adat Gelang batu. 


Denda adat Gelang batu adalah hukuman terberat didalam masyarakat Kampung Armopa. Sehingga masyarakat dapat menghindarkan dari hukuman. 


Denda adat gelang batu diberikan kepada pelaku yang melakukan pengrusakan tanaman mangrov dan juga tempat-tempat yang dilindungi oleh pemangku adat (Saugwenta Temto/Ondoafi). 


Semua pengetahuan yang telah disampaikan kemudian dituangkan kedalam Peraturan Kampung. Dan harus mendapatkan pengesahan dari pemangku adat (Saugwenta Temto/Ondoafi) untuk diterapkan di kampung. 


Dengan demikian maka masyarakat Provinsi Papua terutama di empat Kampung Moiwani, Kampung Kairawi, Kampung Wawori dan Kampung Papuma (Yapen) dan Kampung Armopa (Kabupaten Sarmi) telah lama mengenal mangrov. Baik tanaman maupun tempat-tempat tumbuhnya mangrov. 


Dan masyarakat telah memilih untuk menetapkan tanaman mangrov dan tempat-tempat tumbuhnya mangrov sebagai kawasan lindung. Sehingga dapat menjadi rumah ikan, udang dan kepiting yang menjadi kebutuhan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Pesisir Provinsi Papua.