Melihat
wawancara antara Anies Baswedan dan Mahfud, MD didalam acara “Mata
Najwa” memang ditunggu para penggemar acara ini. Entah berapa
kali Najwa Shihab berhasil “menguliti” pendatang. Rhoma
Irama, Angel Elga, Farhat Abbas merasakan “panasnya” duduk
di kursi. Dan mereka pulang dengna tertunduk lesu. Berhasil dicecar
tanpa memberikan perlawanan berarti.
Sehingga
acara Mata Najwa berhasil menjadi acara ditunggu-tunggu penonton
selain acara “Kick Andy” dan ILC.
Tidak
salah kemudian atensi penonton terhadap acara ini semakin ditunggu
setelah kedua juru bicara Mahfud, MD mewakili Prabowo – Hatta dan
Anies Baswedan mewakili Jokowi – Jusuf Kalla.
Sebagai
acara mingguan, kru pendukung acara memang mempersiapkan dengan baik.
Setiap detail disusun sehingga Najwa Shihab sebagai “host”
mempunyai strategi jitu untuk “menduga” dan arah
jawabannya. Najwa Shihab sebagai putri seorang ulama tersohor
memiliki kecerdasan yang sulit ditandingi pendatang acara Najwa
Shihab. Najwa Shihab berhasil menjadi “host” yang cukup
diperhitungkan dan sulit ditundukkan.
Melihat
“kecanggihan” acara Mata Najwa tidak salah kemudian
Prabowo – Hatta mengutus Mahfud, Md dan Jokowi – Jusuf Kalla
mengirimkan Anies Baswedan. Keduanya mempunyai reputasi yang mumpuni.
Mahfud telah menduduki posisi yang strategis di berbagai pilar
kekuasaan (Anggota DPR, Menteri Pertahanan dan Ketua MK).
Sebagai ilmuwan, Disertasi hingga sekarang masih menjadi rujukan
dalam berbagai jurnal dan berbagai karya ilmiah.
Sedangkan
Anies Baswedan lebih dikenal sebagai intelektual Rektor Paramadina
yang menginisiasi “Indonesia Mengajar”. Sebuah program
yang menjadi rujukan mengisi daerah-daerah tertinggal dengan mutu
pendidikan dengna mengirimkan tenaga pengajar dari berbagai belahan
daerah.
Keduanya
mewakili tokoh Islam yang dihormati. Setiap pernyataan mereka
ditunggu ditengah “pengapnya” berbagai intrik dan dinamika
politik di Indonesia.
Diibaratkan
pertandingan di medan laga, petarung dikirimi harus jago bertarung,
jago strategi dan taktik, jago menundukkan lawan dan sudah pasti
harus lulus ketahanan fisik dan kematangan emosional.
Dengan
melihat kemampuan keduanya yang sudah teruji, saya berharap dialog
menjadi membumi, pertarungan gagasan, adu konsep memandang Indonesia.
Namun
apadaya. Anies Baswedan lebih mempersiapkan diri dengan lebih baik
sehingga memasuki pertarungan, “Gelanggang” menjadi
miliknya. Dengan tagline “Bergabung dengan orang baik”
tagline yang menggema mengalahkan Mahfud, MD. Kecerdikan ini sungguh
diluar perkiraan Mahfud, MD. Mahfud, MD malah memasuki medan
pertarungan dengan beban “harus menerima tawaran Prabowo –
Hatta selama tiga hari”. Tagline yang kurang menggigit dan
kalah gemerlap dengan tagline “orang baik”.
Personal
Mahfud, MD sebagai “orang jujur” tenggelam dengan tagline
“Orang baik” dari Anies Baswedan. Mahfud, MD kurang mampu
mengoptimalkan “orang jujur” berhadapan dengan tagline
“orang baik” Anies Baswedan.
Sebagai
personafikasi sebagai “orang jujur” malah kontradiksi
dengan pengakuan jujur Mahfud, MD yang menerima tawaran sebagai Ketua
Tim Pemenangan Prabowo – Hatta. Mahfud terjebak dengan pilihan
sulit. Pilihan sulit apakah menerima atau menolak yang memerlukan
waktu tiga hari untuk memutuskannya.
Tagline
ini yang kemudian “dilumat” oleh Anies Baswedan. Dengan
runut, sistematis sebagai ciri khas dari Anies Baswedan
membuat Mahfud, MD melongo. Belum lagi serangan balik dari Najwa
Shihab yang “memborbardir” mengejar dengan pertanyaan.
Apakah alasan yang membuat Mahfud harus berfikir cukup lama ?
Mahfud
terjebak dengan personal “orang jujur”. Apakah personal
“orang jujur” yang membuat Mahfud begitu lama harus
menerima tawaran menjadi Ketua Tim Pemenangan Prabowo – Hatta ?
Mahfud
kemudian gamang. Menegaskan “orang jujur” terjebak dengan
beban Prabowo yang sering disebut-sebut dalam berbagai kasus HAM.
Mahfud tidak mampu membawa personal “orang jujur” dengan
beban Prabowo. Mahfud tidak berhasil meyakinkan diri sendiri, apakah
tagline “orang jujur” pada diri Prabowo ?. Belum lagi koalisi
yang kemudian “ditengah jalan” salah satu ketua partai
malah disebut “tersangka” oleh KPK.
Mahfud
kemudian mengambil pilihan sebagai “orang jujur” tanpa
harus bagian dari beban Prabowo. Mahfud kemudian sadar. Personal
“orang jujur” akan tenggelam dengan beban Prabowo. Mahfud
kemudian mengambil pilihan sebagai personal “orang jujur”
dan tidak terseret dengan beban Prabowo.
Mahfud
sadar akan konsewensi politik. Mahfud bukanlah seorang “binatang
politik” yang menghalalkan segala cara. Mahfud sadar, personal
“orang jujur” tidak mau tenggelam dengan pusaran politik
dan waktu. Mahfud kemudian mengambil posisi “menghentikan”
perlawanan dari beban Prabowo. Mahfud kemudian sadar dengan
kesalahan.
Berbeda
tagline “orang baik” yang dengan enteng dijelaskan oleh
Anies Baswedan.
Namun.
Najwa Shihab mengetahui pilihan dilematis dari Mahfud. Najwa Shihab
tetap memberikan “ruang” kepada Mahfud. Najwa Shihab
menghormati Mahfud. Najwa Shihab tetap memberikan panggung kepada
Mahfud dan memberikan pretensi kepada penonton televisi.
Najwa
Shibab berhasil mengemas acara untuk “menguliti” tanpa
harus menghakimi. Najwa Shihab berhasil memberikan panggung kepada
Mahfud. Tapi berhasil memberikan Anies Baswedan “menguasai
panggung” tanpa harus menyerang Mahfud.
Dan
pertarungan memang “harus dihentikan” karena sang lawan tidak
mampu mengeluarkan senjata terbaiknya. Sang lawan hanya memasang
kuda-kuda tanpa memberikan jurus yang mumpuni.
Sebuah
pertarungan elegan akan dikenang dari proses Pilpres 2014.
Baca : Mencatat Langkah Mahfud, MD