29 Mei 2014

opini musri nauli : Anies Baswedan dan Mahfud, MD



Melihat wawancara antara Anies Baswedan dan Mahfud, MD didalam acara “Mata Najwa” memang ditunggu para penggemar acara ini. Entah berapa kali Najwa Shihab berhasil “menguliti” pendatang. Rhoma Irama, Angel Elga, Farhat Abbas merasakan “panasnya” duduk di kursi. Dan mereka pulang dengna tertunduk lesu. Berhasil dicecar tanpa memberikan perlawanan berarti.


Sehingga acara Mata Najwa berhasil menjadi acara ditunggu-tunggu penonton selain acara “Kick Andy” dan ILC.

Tidak salah kemudian atensi penonton terhadap acara ini semakin ditunggu setelah kedua juru bicara Mahfud, MD mewakili Prabowo – Hatta dan Anies Baswedan mewakili Jokowi – Jusuf Kalla.

Sebagai acara mingguan, kru pendukung acara memang mempersiapkan dengan baik. Setiap detail disusun sehingga Najwa Shihab sebagai “host” mempunyai strategi jitu untuk “menduga” dan arah jawabannya. Najwa Shihab sebagai putri seorang ulama tersohor memiliki kecerdasan yang sulit ditandingi pendatang acara Najwa Shihab. Najwa Shihab berhasil menjadi “host” yang cukup diperhitungkan dan sulit ditundukkan.

Melihat “kecanggihan” acara Mata Najwa tidak salah kemudian Prabowo – Hatta mengutus Mahfud, Md dan Jokowi – Jusuf Kalla mengirimkan Anies Baswedan. Keduanya mempunyai reputasi yang mumpuni. Mahfud telah menduduki posisi yang strategis di berbagai pilar kekuasaan (Anggota DPR, Menteri Pertahanan dan Ketua MK). Sebagai ilmuwan, Disertasi hingga sekarang masih menjadi rujukan dalam berbagai jurnal dan berbagai karya ilmiah.

Sedangkan Anies Baswedan lebih dikenal sebagai intelektual Rektor Paramadina yang menginisiasi “Indonesia Mengajar”. Sebuah program yang menjadi rujukan mengisi daerah-daerah tertinggal dengan mutu pendidikan dengna mengirimkan tenaga pengajar dari berbagai belahan daerah.

Keduanya mewakili tokoh Islam yang dihormati. Setiap pernyataan mereka ditunggu ditengah “pengapnya” berbagai intrik dan dinamika politik di Indonesia.

Diibaratkan pertandingan di medan laga, petarung dikirimi harus jago bertarung, jago strategi dan taktik, jago menundukkan lawan dan sudah pasti harus lulus ketahanan fisik dan kematangan emosional.

Dengan melihat kemampuan keduanya yang sudah teruji, saya berharap dialog menjadi membumi, pertarungan gagasan, adu konsep memandang Indonesia.

Namun apadaya. Anies Baswedan lebih mempersiapkan diri dengan lebih baik sehingga memasuki pertarungan, “Gelanggang” menjadi miliknya. Dengan tagline “Bergabung dengan orang baik” tagline yang menggema mengalahkan Mahfud, MD. Kecerdikan ini sungguh diluar perkiraan Mahfud, MD. Mahfud, MD malah memasuki medan pertarungan dengan beban “harus menerima tawaran Prabowo – Hatta selama tiga hari”. Tagline yang kurang menggigit dan kalah gemerlap dengan tagline “orang baik”.

Personal Mahfud, MD sebagai “orang jujur” tenggelam dengan tagline “Orang baik” dari Anies Baswedan. Mahfud, MD kurang mampu mengoptimalkan “orang jujur” berhadapan dengan tagline “orang baik” Anies Baswedan.

Sebagai personafikasi sebagai “orang jujur” malah kontradiksi dengan pengakuan jujur Mahfud, MD yang menerima tawaran sebagai Ketua Tim Pemenangan Prabowo – Hatta. Mahfud terjebak dengan pilihan sulit. Pilihan sulit apakah menerima atau menolak yang memerlukan waktu tiga hari untuk memutuskannya.

Tagline ini yang kemudian “dilumat” oleh Anies Baswedan. Dengan runut, sistematis sebagai ciri khas dari Anies Baswedan membuat Mahfud, MD melongo. Belum lagi serangan balik dari Najwa Shihab yang “memborbardir” mengejar dengan pertanyaan. Apakah alasan yang membuat Mahfud harus berfikir cukup lama ?

Mahfud terjebak dengan personal “orang jujur”. Apakah personal “orang jujur” yang membuat Mahfud begitu lama harus menerima tawaran menjadi Ketua Tim Pemenangan Prabowo – Hatta ?

Mahfud kemudian gamang. Menegaskan “orang jujur” terjebak dengan beban Prabowo yang sering disebut-sebut dalam berbagai kasus HAM. Mahfud tidak mampu membawa personal “orang jujur” dengan beban Prabowo. Mahfud tidak berhasil meyakinkan diri sendiri, apakah tagline “orang jujur” pada diri Prabowo ?. Belum lagi koalisi yang kemudian “ditengah jalan” salah satu ketua partai malah disebut “tersangka” oleh KPK.

Mahfud kemudian mengambil pilihan sebagai “orang jujur” tanpa harus bagian dari beban Prabowo. Mahfud kemudian sadar. Personal “orang jujur” akan tenggelam dengan beban Prabowo. Mahfud kemudian mengambil pilihan sebagai personal “orang jujur” dan tidak terseret dengan beban Prabowo.

Mahfud sadar akan konsewensi politik. Mahfud bukanlah seorang “binatang politik” yang menghalalkan segala cara. Mahfud sadar, personal “orang jujur” tidak mau tenggelam dengan pusaran politik dan waktu. Mahfud kemudian mengambil posisi “menghentikan” perlawanan dari beban Prabowo. Mahfud kemudian sadar dengan kesalahan.

Berbeda tagline “orang baik” yang dengan enteng dijelaskan oleh Anies Baswedan.

Namun. Najwa Shihab mengetahui pilihan dilematis dari Mahfud. Najwa Shihab tetap memberikan “ruang” kepada Mahfud. Najwa Shihab menghormati Mahfud. Najwa Shihab tetap memberikan panggung kepada Mahfud dan memberikan pretensi kepada penonton televisi.

Najwa Shibab berhasil mengemas acara untuk “menguliti” tanpa harus menghakimi. Najwa Shihab berhasil memberikan panggung kepada Mahfud. Tapi berhasil memberikan Anies Baswedan “menguasai panggung” tanpa harus menyerang Mahfud.

Dan pertarungan memang “harus dihentikan” karena sang lawan tidak mampu mengeluarkan senjata terbaiknya. Sang lawan hanya memasang kuda-kuda tanpa memberikan jurus yang mumpuni.

Sebuah pertarungan elegan akan dikenang dari proses Pilpres 2014.