Dalam tulisan yang
disampaikan M. Farisi (Baca Farisi) dengna judul HAM Kebablasan Dunia
Barat vs Islam memantik perhatian penulis. Dengan dua kata penting
“HAM kebablasan” dan HAM kebablasan dunia Barat”. Dua kata itu
kembali mempersoalkan “HAM kebablasan” dan HAM kebablasan dunia
barat’.
Saya kaget. Kekagetan
saya dimulai dari Saudara Farisi dari kalangan akademisi yang
menggunakan kata “HAM kebablasan” dan HAM Kebablasan dunia
barat”. Pertanyaan serius saya adalah apakah memang ada HAM yang
kebablasan” dan HAM kebablasan dunia barat’.
Istilah HAM kebablasan
dan HAM kebablasan dunia barat lebih tepat disuarakan kaum politisi.
Bukan dunia akademik. Dalam literature akademik yang bisa kita lihat
di berbagai konvensi internasional dan kemudian diratifikasi berbagai
perundang-undangan, sama sekali tidak menempatkan kata “HAM
kebablasan” dan HAM kebablasan dunia barat’. Sama sekali HAM
kebablasan HAM dunia barat tidak relevansi dijadikan rujukan
akademis.
Saya kemudian kembali
membaca berulang-ulang apakah yang dimaksudkan dengan HAM kebablasan
dan HAM dunia barat didalam tulisan Farisi. Dengan mengambil
peristiwa penyerbuan kantor berita Tabloid Charlie Hebdo yang memuat
karikatur, kesan yang timbul adalah dunia barat kemudian menempatkan
karikatur Nabi Muhammad sebagai “hak kebebasan menyampaikan
pendapat (freedom of speech or expression).
Terlalu sederhana
menempatkan karikatur Nabi Muhammad sebagai “freedom of speech or
expression. Dan terlalu premature kemudian karikatur sebagai “freedom
of speech or expression”.
Sebelum saya
“mempersoalkan” pemuatan karikatur Nabi Muhammad sebagai “freedom
of speech or expression atau tidak, ada pemikiran yang mengganggu
saya. Apakah yang disampaikan di Perancis merupakan HAM dunia barat ?
Saya sungguh terhenyak. Menempatkan HAM didalam pikiran barat dan HAM
didalam pikiran timur merupakan kesesatan berfikir yang harus
dikoreksi ulang.
Itu selalu counter yang
paling sering kita dengar. Saya sungguh tidak mengerti mengapa
counter ini cukup ampuh. Berhasil “meninabobokan” dan menggeser
makna HAM sesungguhnya.
Mengapa kita melupakan
deklarasi Human Right tahun 1948. Sebuah ikrar bangsa beradab tentang
penghormatan, pengakuan dan perlindungan HAM ?
Sebagai bagian dari
masyarakat internasional, Indonesia termasuk salah satu negara yang
cukup maju meratifikasi berbagai konvensi internasional yang
berkaitan dengan HAM.
Dalam UU HAM disebutkan
“Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Dengan menggunakan kata
“seperangkat hak yang melekat... keberadaan manusia sebagai makhluk
Tuhan”, maka substansi dasar dari pengertian HAM sebagai fitrah.
HAM menjadi universal makhluk di muka bumi. HAM kemudian tidak
terkristalisasi kepada HAM menjadi produk barat atau HAM dalam produk
timur.
Begitu juga definisi HAM
menurut Deklarasi umum HAM, HAM adalah semua orang dilahirkan merdeka
dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.
Dalam definisi ini
dijelaskan bahwa HAM merupakan unsur normatif yang melekat pada diri
setiap manusia yang dalam penerapannya berada dalam ruang lingkup hak
persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara
individu atau dengan instansi. Kata “unsur normative yang melekat
pada diri manusia” merupakan universal. Tidak membatasi HAM barat
dan HAM timur. Apalagi mempertentangan HAM dunia barat vs Islam. Sama
sekali keliru dan menyesatkan.
Turunannya, maka HAM
berlaku universal di berbagai dunia manapun.
Bahkan Indonesia kemudian
meratifikasi berbagai konvensi HAM diantaranya Konvensi Jenewa 12
Agustus 1949 berdasarkan UU No. 59 Tahun 1958, Konvensi Tentang Hak
Politik Kaum Perempuan (Convention of Political Rights of Women)
berdasarkan UUDarurat No. 68 tahun 1958, Konvensi tentang Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the
Elmination of Discrimination againts Women) dengan UU No. 7 tahun
1984, Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child)
dengan Kepres 36 tahun 1990, Konvensi Menentang Penyiksaan dan
Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau
Merendahkan, atau merendahkan martabat Manusia (Toture Convention)
dengan UU No. 5 tahun 1998 dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak
Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenant on Economic,
Social and Cultural Rights) berdasarkan Undang-Undang No.11/2005 dan
Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik
(International Covenant on Civil and Political Rights) berdasarkan
Undang-Undang No.12/2005. Berbagai rumusan itu juga termasuk kedalam
konstitusi.
Melihat begitu banyaknya
Indonesia meratifikasi berbagai kovenan HAM, maka Indonesia sudah
menempatkan persoalan HAM begitu penting dan sudah banyak tercantum
didalam konstitusi kita.
Dengan demikian, maka
bacaan tentang HAM juga harus lengkap. Tidak sepotong-potong, parsial
dan lebih menitikberatkan pendekatan formal daripada substansi HAM
itu sendiri.
Dengan demikian Indonesia
tunduk dengan berbagai konvensi internasional berkaitan dengan HAM
termasuk deklarasi Human Right 1948. Maka sudah terbantahkan HAM
merupakan produk negara barat.
Freedom of speech or
expression
Kembali ke pembahasan
tentang pemuatan karikatur Nabi Muhammad dan penyerbuan kantor
Tabloid Charlie Hebdo. Sebelum kita mau membongkar makna “freedom
of speech or expression, didalam HAM dapat disebutkan Hak yang Tidak
Dapat Dikurangi (Non-Derogable Rights) dan Hak yang Dapat Dikurangi
(Derogable Rights)
Konsep non-derogable
rights dimaknai bahwa beberapa hak asasi manusia adalah bersifat
absolut yang tidak boleh dikurangi pemenuhannya oleh Negara Pihak,
walaupun dalam keadaan darurat sekalipun, atau dalam keadaan apapun,
atau dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. Hak-hak tersebut
meliputi Hak untuk hidup, Hak untuk tidak disiksa, Hak kemerdekaan
pikiran dan hati nurani, Hak untuk tidak diperbudak, Hak untuk diakui
sebagai pribadi dihadapan hokum, Hak untuk tidak dapat dituntut atas
dasar hukum yang berlaku surut, Hak beragama dan Hak untuk tidak
dipenjara karena tidak ada kemampuan memenuhi perjanjian.
Diluar daripada hak yang
telah disebutkan diatas, maka dapat dikategorikan Hak yang Dapat
Dikurangi (Derogable Rights). Bentuk pengurangan hanya dapat
dilakukan jika sebanding dengan ancaman yang dihadapi dan tidak
bersifat diskriminatif, yaitu demi menjaga keamanan nasional atau
ketertiban umum atau kesehatan atau moralitas umum atau menghormati
hak atau kebebasan orang lain, didalam UU, nilai dan norma dan
peraturan lainnya.
Dengna melihat kriteria
yang telah disampaikan, maka pemuatan karikatur “tidak bisa
dikategorikan sebagai “hak yang tidak boleh dikurangi. Atau dengna
kata lain, “freedom of speech or expression harus tetap merujuk
kepada berbagai peraturan perundang-undangan dan nilai yang tumbuh di
Negara yang bersangkutan. Dan tidak juga tepat pemuatan karikatur
Nabi Muhammad sebagai “freedom of speech or expression.
Untuk sekedar ingatan,
Ketika Arswendo Atmowiloto (AA) yang pernah memuat polling di majalah
Monitor. Hasil survey menempatkan Presiden Soeharto urutan pertama
dan Nabi Muhammad di urutan sebelas.
Hasil polling memacu
kontroversial. AA kemudian tidak bisa dikategorikan sebagai “freedom
of speech or expression”. AA kemudian divonias 5 tahun penjara. AA
kemudian menyatakan menyesal. Nurkholish Majid juga menyebutkan
perbuatan AA tidak dapat dikategorikan sebagai freedom of speech or
expression.
Dengan demikian maka
pemuatan karikatur Nabi Muhammad tidak dapat dikategorikan freedom of
speech or expression sebagai mana yang diserukan oleh berbagai
kalangan di Perancis. UU Pers kita juga telah mengaturnya. Berbagai
komentar para ahli jurnalis kemudian membenarkan.
Namun “membenarkan”
pembunuhan 17 orang dengan cara penyerbuan kantor Tabloid Charlie
Hebdo juga tidak dapat dibenarkan. Mekanisme internasional sudah
menyiapkan sikap kita untuk menolak terhadap pemuatan karikatur.
Maka sikap kita jelas.
Pemuatan karikatur Nabi Muhammad dimuat di tabloid Charlie Hebdo
tidak dapat dikategorikan sebagai Freedom of speech or expression.
Sikap yang sama menolak menyelesaikan cara-cara beradab dengan
membunuh 17 orang di Kantor Charlie Hebdo.
Baca : Catatan Hukum UU HAM dan Peraturan Perundang-undangan yang “ Dianggap” bertentangan dengan HAM