10 Februari 2015

opini musri nauli : SESAT PIKIR HAM




Dalam tulisan yang disampaikan M. Farisi (Baca Farisi) dengna judul HAM Kebablasan Dunia Barat vs Islam memantik perhatian penulis. Dengan dua kata penting “HAM kebablasan” dan HAM kebablasan dunia Barat”. Dua kata itu kembali mempersoalkan “HAM kebablasan” dan HAM kebablasan dunia barat’.
Saya kaget. Kekagetan saya dimulai dari Saudara Farisi dari kalangan akademisi yang menggunakan kata “HAM kebablasan” dan HAM Kebablasan dunia barat”. Pertanyaan serius saya adalah apakah memang ada HAM yang kebablasan” dan HAM kebablasan dunia barat’.

Istilah HAM kebablasan dan HAM kebablasan dunia barat lebih tepat disuarakan kaum politisi. Bukan dunia akademik. Dalam literature akademik yang bisa kita lihat di berbagai konvensi internasional dan kemudian diratifikasi berbagai perundang-undangan, sama sekali tidak menempatkan kata “HAM kebablasan” dan HAM kebablasan dunia barat’. Sama sekali HAM kebablasan HAM dunia barat tidak relevansi dijadikan rujukan akademis.

Saya kemudian kembali membaca berulang-ulang apakah yang dimaksudkan dengan HAM kebablasan dan HAM dunia barat didalam tulisan Farisi. Dengan mengambil peristiwa penyerbuan kantor berita Tabloid Charlie Hebdo yang memuat karikatur, kesan yang timbul adalah dunia barat kemudian menempatkan karikatur Nabi Muhammad sebagai “hak kebebasan menyampaikan pendapat (freedom of speech or expression).

Terlalu sederhana menempatkan karikatur Nabi Muhammad sebagai “freedom of speech or expression. Dan terlalu premature kemudian karikatur sebagai “freedom of speech or expression”.

Sebelum saya “mempersoalkan” pemuatan karikatur Nabi Muhammad sebagai “freedom of speech or expression atau tidak, ada pemikiran yang mengganggu saya. Apakah yang disampaikan di Perancis merupakan HAM dunia barat ? Saya sungguh terhenyak. Menempatkan HAM didalam pikiran barat dan HAM didalam pikiran timur merupakan kesesatan berfikir yang harus dikoreksi ulang.

Itu selalu counter yang paling sering kita dengar. Saya sungguh tidak mengerti mengapa counter ini cukup ampuh. Berhasil “meninabobokan” dan menggeser makna HAM sesungguhnya.

Mengapa kita melupakan deklarasi Human Right tahun 1948. Sebuah ikrar bangsa beradab tentang penghormatan, pengakuan dan perlindungan HAM ?

Sebagai bagian dari masyarakat internasional, Indonesia termasuk salah satu negara yang cukup maju meratifikasi berbagai konvensi internasional yang berkaitan dengan HAM.


Dalam UU HAM disebutkan “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Dengan menggunakan kata “seperangkat hak yang melekat... keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan”, maka substansi dasar dari pengertian HAM sebagai fitrah. HAM menjadi universal makhluk di muka bumi. HAM kemudian tidak terkristalisasi kepada HAM menjadi produk barat atau HAM dalam produk timur.

Begitu juga definisi HAM menurut Deklarasi umum HAM, HAM adalah semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.
Dalam definisi ini dijelaskan bahwa HAM merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada dalam ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Kata “unsur normative yang melekat pada diri manusia” merupakan universal. Tidak membatasi HAM barat dan HAM timur. Apalagi mempertentangan HAM dunia barat vs Islam. Sama sekali keliru dan menyesatkan.

Turunannya, maka HAM berlaku universal di berbagai dunia manapun.

Bahkan Indonesia kemudian meratifikasi berbagai konvensi HAM diantaranya Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 berdasarkan UU No. 59 Tahun 1958, Konvensi Tentang Hak Politik Kaum Perempuan (Convention of Political Rights of Women) berdasarkan UUDarurat No. 68 tahun 1958, Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elmination of Discrimination againts Women) dengan UU No. 7 tahun 1984, Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) dengan Kepres 36 tahun 1990, Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan, atau merendahkan martabat Manusia (Toture Convention) dengan UU No. 5 tahun 1998 dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights) berdasarkan Undang-Undang No.11/2005 dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights) berdasarkan Undang-Undang No.12/2005. Berbagai rumusan itu juga termasuk kedalam konstitusi.

Melihat begitu banyaknya Indonesia meratifikasi berbagai kovenan HAM, maka Indonesia sudah menempatkan persoalan HAM begitu penting dan sudah banyak tercantum didalam konstitusi kita.

Dengan demikian, maka bacaan tentang HAM juga harus lengkap. Tidak sepotong-potong, parsial dan lebih menitikberatkan pendekatan formal daripada substansi HAM itu sendiri.

Dengan demikian Indonesia tunduk dengan berbagai konvensi internasional berkaitan dengan HAM termasuk deklarasi Human Right 1948. Maka sudah terbantahkan HAM merupakan produk negara barat.

Freedom of speech or expression

Kembali ke pembahasan tentang pemuatan karikatur Nabi Muhammad dan penyerbuan kantor Tabloid Charlie Hebdo. Sebelum kita mau membongkar makna “freedom of speech or expression, didalam HAM dapat disebutkan Hak yang Tidak Dapat Dikurangi (Non-Derogable Rights) dan Hak yang Dapat Dikurangi (Derogable Rights)

Konsep non-derogable rights dimaknai bahwa beberapa hak asasi manusia adalah bersifat absolut yang tidak boleh dikurangi pemenuhannya oleh Negara Pihak, walaupun dalam keadaan darurat sekalipun, atau dalam keadaan apapun, atau dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. Hak-hak tersebut meliputi Hak untuk hidup, Hak untuk tidak disiksa, Hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, Hak untuk tidak diperbudak, Hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hokum, Hak untuk tidak dapat dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, Hak beragama dan Hak untuk tidak dipenjara karena tidak ada kemampuan memenuhi perjanjian.
Diluar daripada hak yang telah disebutkan diatas, maka dapat dikategorikan Hak yang Dapat Dikurangi (Derogable Rights). Bentuk pengurangan hanya dapat dilakukan jika sebanding dengan ancaman yang dihadapi dan tidak bersifat diskriminatif, yaitu demi menjaga keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau moralitas umum atau menghormati hak atau kebebasan orang lain, didalam UU, nilai dan norma dan peraturan lainnya.

Dengna melihat kriteria yang telah disampaikan, maka pemuatan karikatur “tidak bisa dikategorikan sebagai “hak yang tidak boleh dikurangi. Atau dengna kata lain, “freedom of speech or expression harus tetap merujuk kepada berbagai peraturan perundang-undangan dan nilai yang tumbuh di Negara yang bersangkutan. Dan tidak juga tepat pemuatan karikatur Nabi Muhammad sebagai “freedom of speech or expression.

Untuk sekedar ingatan, Ketika Arswendo Atmowiloto (AA) yang pernah memuat polling di majalah Monitor. Hasil survey menempatkan Presiden Soeharto urutan pertama dan Nabi Muhammad di urutan sebelas.

Hasil polling memacu kontroversial. AA kemudian tidak bisa dikategorikan sebagai “freedom of speech or expression”. AA kemudian divonias 5 tahun penjara. AA kemudian menyatakan menyesal. Nurkholish Majid juga menyebutkan perbuatan AA tidak dapat dikategorikan sebagai freedom of speech or expression.

Dengan demikian maka pemuatan karikatur Nabi Muhammad tidak dapat dikategorikan freedom of speech or expression sebagai mana yang diserukan oleh berbagai kalangan di Perancis. UU Pers kita juga telah mengaturnya. Berbagai komentar para ahli jurnalis kemudian membenarkan.

Namun “membenarkan” pembunuhan 17 orang dengan cara penyerbuan kantor Tabloid Charlie Hebdo juga tidak dapat dibenarkan. Mekanisme internasional sudah menyiapkan sikap kita untuk menolak terhadap pemuatan karikatur.

Maka sikap kita jelas. Pemuatan karikatur Nabi Muhammad dimuat di tabloid Charlie Hebdo tidak dapat dikategorikan sebagai Freedom of speech or expression. Sikap yang sama menolak menyelesaikan cara-cara beradab dengan membunuh 17 orang di Kantor Charlie Hebdo.