Hiruk
pikuk politik pengangkatan Calon Kapolri Komjen Budi Gunawan (BG)
merembet ke dunia hukum. Penetapan tersangka korupsi oleh KPK
kemudian mendorong keinginan BG untuk mempersoalkannya di Pengadilan.
Mekanisme yang ditempuh adalah Praperadilan di Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan.
Persoalan
mulai muncul. Sebagian kalangan “mempersoalkan” mekanisme
yang ditempuh oleh BG melalui Praperadilan. Menggunakan tafsiran
gramatical (letterlijk), penetapan tersangka tidak termasuk
kedalam wewenang praperadilan sebagaimana diatur didalam pasal 77
KUHAP. Namun sebagian kalangan menganggap mekanisme praperadilan
dapat memeriksa “penetapan tersangka” oleh KPK.
Persidangan
telah digelar. Persidangan marathon dimulai hari senin hingga jumat
kemudian mengakhiri hari senin tanggal 16 Februari 2015 dengan agenda
putusan. Kita berharap, putusan praperadilan dapat memberikan
pelajaran penting terhadap penegakkan hukum ke depan.
Tanpa
mempengaruhi putusan yang diambil oleh Sarpin Rijaldi Hakim
praperadilan, marilah kita membaca putusan dengan kepala dingin.
Pertanyaannya sederhana. Apakah praperadilan berwenang tentang
penetapan tersangka ? Apakah KPK sudah benar menetapkan tersangka ?
Permohonan
dikabulkan
Permohonan
praperadilan dikabulkan dengan alasan Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan berwenang mengadili perkara praperadilan tentang
penetapan tersangka. KPK dianggap tidak melalui proses penyelidikan
yang benar menurut hukum. Apalagi kemudian Hakim praperadilan merujuk
berbagai putusan praperadilan yang telah menyatakan berwenang
mengadili praperadilan tentang penetapan tersangka.
Menggunakan
penafsiran terbalik (logical a contrario), maka terbukti
alasan setiap tindakan penyidik dapat diperiksa di praperadilan.
Sekaligus mengetahui “bukti permulaan yang cukup” didalam
menetapkan tersangka.
Justru
ini merupakan kesempatan kepada kita akan mempersoalkan setiap
penetapan tersangka dan diajukan ke praperadilan. Pengadilan
Negeri akan dipenuh persidangan praperadilan dan penyidik akan
berhati-hati untuk menetapkan tersangka. Bahkan penyidik akan
kerepotan disamping mempersiapkan berkas perkara juga meladeni pihak
di praperadilan.
Dengan
melihat putusan ini, maka sudah dipastikan akan menimbulkan polemik
di tengah masyarakat. Sebagian kalangan akan mempersoalkan
profesionalisme hakim didalam menafsirkan pasal 77 KUHAP. Dan sudah
pasti laporan banyak yang masuk ke Komisi Yudisial.
Permohonan
ditolak
Hakim
Praperadilan kemudian menolak permohonan praperadilan karena dianggap
KPK telah benar menetapkan tersangka BG. Baik proses maupun “bukti
permulaan yang cukup”.
Apabila
putusan ini diambil oleh hakim praperadilan, maka akan menguntungkan
berbagai kalangan. Pemohon praperadilan akan “bersorak”
karena PN Jaksel telah menerima alasan praperadilan tentang penetapan
tersangka. KPK juga bergembira karena kinerja didalam proses dan
materi penetapan tersangka sudah benar menurut hukum.
Sedangkan
masyarakat juga bergembira. Praperadilan mengakui tentang
penetapan tersangka masuk kedalam ranah praperadilan namun KPK
tetap terselamatkan dengan menetapkan tersangka BG.
Sehingga
kedepan sudah dipastikan, para pencari keadilan akan mempersoalkan
penetapan tersangka melalui praperadilan
Namun
terhadap putusan praperadilan, sudah pasti ada sebagian kalangan akan
tetap mempersoalkan profesionalisme hakim praperadilan. Baik dengan
melapor kepada MA maupun kepada KY.
Ancaman
terhadap profesioalisme hakim terhadap putusan praperadilan tentang
penetapan tersangka sudah banyak diingatkan berbagai kalangan. Baik
MA dengan telah memberikan sanksi kepada hakim yang pernah memutuskan
praperadilan maupun sikap resmi MA.
Permohonan
tidak dapat diterima
Hakim
praperadilan menyatakan permohonan praperadilan tidak dapat diterima
tentu saja ditunggu-tunggu oleh KPK.
Alasan
permohonan praperadilan disebabkan dua hal. Pertama hakim
praperadilan menganggap PN Jaksel tidak berwenang mengadili karena
permohonan praperadilan harusnya disampaikan di PN Jakpus. Alasan
kedua, wewenang praperadilan tidak termasuk tentang penetapan
tersangka.
Apabila
hakim praperadilan menyatakan PN Jaksel tidak berwenang mengadili
karena seharusnya yang mengadili PN Jakpus. Alasan karena KPK
termasuk kedalam Pengadilan Adhock didalam lingkup Pengadilan Jakarta
Pusat.
Alasan
ini membuktikan, permohonan tidak teliti melihat keberadaan KPK
didalam UU KPK. Sekalian membuktikan ketidakjelian permohonan
praperadilan yang mengajukan ke PN Jaksel karena hanya melihat
domisili KPK termasuk wilayah hukum PN Jaksel.
Ini
memberikan “tambahan peluru” kepada pemohon praperadilan.
Pemohon praperadilan kemudian bisa mengajukan permohonan kepada PN
Jakpus.
Genderang
perang belum berhenti.
Sedangkan
alasan kedua apabila Permohonan praperadilan tidak dapat diterima
dengan alasan permohonan praperadilan tidak berwenang
mengadili praperadilan tentang penetapan tersangka.
Apabila
hakim memutuskan di putusan akhir tentang tidak berwenang
mengadili praperadilan tentang penetapan tersangka maka
menimbulkan persoalan di hukum acara pidana. Seharusnya bisa
dilakukan ketika jawaban dari KPK selesai dibacakan karena KPK
mempersoalkan tidak berwenang praperadilan untuk memeriksa penetapan
tersangka. Hakim bisa langsung memutuskan dengan menyatakan tidak
berwenang.
Apabila
hakim praperadilan menyatakan permohonan praperadilan tidak dapat
diterima tentu saja ditunggu-tunggu oleh KPK. Dan itu yang
diharapkan oleh sebagian kalangan agar Pengadilan Negeri tidak
memeriksa praperadilan tentang penetapan tersangka.
Terlepas
dari apapun putusan, sebelum memutuskan sebaiknya Pengadilan
memperhatikan apa yang disampaikan oleh Gustav Radbruck. Gustav
memberikan “ingatan” tentang tujuan hukum yaitu keadilan
(gerechtigkeit), kepastian hukum (rechtssicherheit) dan
kemanfaatan (zweckmassigkeit)
Dalam
istilah lain, MK sudah menyampaikan keadilan prosedural (procedural
justice) dan keadilan substantif (substantive justice).
Keadilan prosedural adalah keadilan yang didasarkan pada
ketentuan-ketentuan yang dirumuskan dari peraturan hukum formal.
Sedangkan keadilan substantif adalah keadilan yang didasarkan pada
nilai-nilai yang lahir dari sumber-sumber hukum yang responsif sesuai
hati nurani.
Selain
itu juga yang sering diingatkan oleh Aristoteles “Hukum harus
membela kepentingan atau kebaikan bersama/Common good)”. Atau
disampaikan oleh Hart “hukum sebagai sistem harus adil
Dengan
melihat putusan praperadilan BG, kita bisa menggolongkan putusan
praperadilan termasuk kedalam kepastian hukum (rechtssicherheit)
atau keadilan (gerechtigkeit), atau kemanfaatan
(zweckmassigkeit)
Mari
kita tunggu putusan praperadilan BG.