29 Februari 2016

opini musri nauli : marga Kumpeh


Membicarakan Kumpeh tidak terlepas dari peristiwa serombongan saudagar VOC yang dipimpin oleh Abraham Streck memasuki Batanghari dan berlabuh di Muara Kumpeh pada tahun 1616. Endjat Djaenuderadjat dkk didalam bukunya “Atlas pelabuhan-pelabuhan bersejarah di Indonesia” menerangkan, mengenal Muara Kumpeh ditandai dengan Kerajaan Jambi yang diperintah oleh Sultan Abdul Kahar memberi izin kepada VOC untuk mendirikan kantor dagang (loji) di Muara Kumpeh. VOC ingin berdagang dengan saudagar Jambi menerima hasil bumi.  Muara Kumpeh terletak di daerah pertemuan Sungai Kumpeh dan Batanghari yang hulunya di Suakkandis.

Namun dengan berdirinya kantor dagang, VOC ingin memonopoli perdagangan membuat saudagar Jambi yang biasa berdagang bebas dengan bangsa lain, membuat loji kemudian ditutup 1623. Saudagar Jambi tidak mau menyerahkan hasil bumi kepada VOC. Kantor dagang kemudian dibuka kembali tahun 1636 dengan kedatangan Hendrik van Gent. Mereka kemudian membawa kekuatan lebih besar.

Setelah Sultan Abdul Kahar digantikan oleh Pangeran Depati Anom (Sultan Agung Abdul Jalil), VOC mendapatkan izin di Muara Kumpeh. Dengan perjanjian monopolgi perdagangan lada, VOC mulai masuk ke Pemerintahan Sultan Jambi.

Pengganti Sultan Agung Jalil bernama Sultan Seri Ingologo (Raden Penulis), terjadi peperangan dengan Kerajaan Johor. VOC kemudian menawarkan jasa. Berkat jasa VOC, Jambi kemudian menang. Namun sebagian wilayah Jambi diserahkan kepada VOC.

Namun rakyat kemudian marah dan pos VOC di Muara Kumpeh diserbu dan dibakar. Sultan Seri Ingologo dituduh terlibat pembunuhan Sijbrant Swart (Kepala Kantor Dagang VOC). Sultan ditangkap dan dibuang ke Pulau Banda (Maluku).

Perlawanan kemudian berlanjut sampai Sultan Thaha Saifuddin gugur tahun 1904. Nama Sultan Thaha Saifuddin kemudian ditetapkan menjadi nama Bandara di Jambi.

Jambi kemudian ditetapkan menjadi Keresidenan dan masuk wilayah Nederlandsch Indie. Residen Jambi, O.L. Helfrich diangkat menjadi berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal No. 20 tanggal 4 Mei 1906.

Menurut catatan Kapten L.C Crooke, seorang perwiran kehormatan East India Companye (EIC), diseberang Suakkandis, terdapat pelabuhan, tempat perahu ditambatkan. Sedangkan di Sungai Limbungan merupakan jalan masuk ke pos pengamatan yang dibangun Belanda untuk mengawasi Kesultanan Jambi sekaligus sebagai kantor dagang Belanda. Sungai Limbungan merupakan kanal penghubung dari Sungai Kumpeh ke kolam pelabuhan. Situs seperti Sungai Limbungan, Situs Ujung Plancu merupakan bukti sejarah yang perlu digali lebih dalam.  

Namun menurut Wong Lin Pen didalam bukunya The Trade of Singapura 1816-1869, untuk menghindarkan serangan lebih lanjut dari rakyat Jambi, Kantor Dagang Belanda tidak memaksakan harga yang tidak wajar. Bahkan harga yang ditawarkan di Muara Kumpeh lebih wajar dibandingkan di tempat lain.  Buku Wong Lin Pen didukung oleh “The Title Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society”.

Sedangkan didalam staatblad van Nederlandsch Indie No. 125 Verpachtingen. Gedistilleerd Jambi disebutkan Pelabuhan Moera Kompeh merupakan pelabuhan yang dibuka untuk ekspor sebagaimana diatur didalam Staatblaad No. 240 tahun 1882.

Setelah Jambi kemudian ditetapkan menjadi Keresidenan dan masuk wilayah Nederlandsch Indie, maka berdasarkan Peta Belanda seperti Schetskaart Residentie Djambi Adatgemeenschappen (Marga’s), Tahun 1910, disebutkan “koempeh” terdiri dari Koempeh-Hoeloe dan Koempoeh-hilir. Pusat Marga Koempeh-Hoeloe berada di Arang-arang. Sedangkan Pusat Marga Koempoeh-hilir berada di Tanjoeng.

Kumpeh termasuk wilayah administrasi Kabupaten Muara Jambi. Arti “kumpeh” adalah rumput. Rumput yang tersedia di sepanjang Sungai Kumpeh bermula dari Muara Kumpeh hingga ke Suakkandis. Rumput ini biasa digunakan untuk makanan ternak seperti kerbau dan kambing.

Wilayah Marga Koempeh-Hoeloe berbatasan dengan Marga Marasebo dan Marga Koempeh Hilir. Sedangkan wilayah Margo Koempeh Hilir berbatasan dengan Marga Koempeh-hoeloe dan Marga Jeboes.

Yang unik, Marga Koempeh-hoeloe tidak berbatasan dengan Marga Marasebo. Marga Jeboes justru berbatasan dengan Margo Marasebo, Marga Dendang-sabak dan Marga Berbak. Sehingga Marga Jeboes menutupi wilayah Koempeh-hilir sehingga Marga Koempeh-hilir tidak bertemu dengan Marga Marasebo.

Menurut Marga Jeboes, batas wilayah antara Marga Jeboes dengan Marga Koempeh-hilir ditandai dengan tambo yaitu “ulu rukam”. Sedangkan batas Marga jeboes dengan Marga Berbak yaitu “perbuseno”. Marga Berbak dan Margo Dendang-sabak kemudian termasuk kedalam wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur

Dusun-dusun yang termasuk kedalam Marga koempeh-Hilir terdiri dari Puding, Pulau Mentaro, Betung, Pematang Raman, Sungai Bungur, Sponjen, Pulau Tigo, Sogo dan Tanjung.

Marga Koempeh-hoeloe terdiri dari Pemunduran, Bangso, Pematang Bedaro, Sipin, Arang-arang, Pemetung, Sungai Terap, Tarikan, Sungai Belati, Sakean, Solok, Lopak Alai, Kotokarang, Pudak, Muara Kumpeh.

Dalam perkembangannya, di Marga Koempeh-hilir, Pulau Tigo menjadi dusun didalam Desa Sponjen. Sedangkan Petanang semula dusun menjadi Desa yang terpisah dari Sungai Bungur.

Sedangkan Marga Koempeh-hoeloe, Dusun Bangso dan Pematang Bedaro menjadi Desa Teluk Raya, Dusun-dusun di Pemetung seperti Pedataran, Perbatasan dan Pemetung menjadi Desa Sungai Jaya. Dusun Tarikan dan Sungai Belati menjadi Desa Tarikan.

Marga Koempeh-Hoeloe kemudian menjadi Kecamatan Kumpeh Hulu. Sedangkan Marga Koempeh-hilir menjadi Kecamatan Kumpeh Hilir. Dusun yang termasuk kedalam Marga Jeboes kemudian menjadi Desa dan masuk kedalam wilayah Kecamatan Kumpeh Hilir.

Endjat Djaenuderadjat dkk didalam bukunya “Atlas pelabuhan-pelabuhan bersejarah di Indonesia” menggunakan istilah Muara Kumpeh yang hulunya di Suakkandis, Buku ini kemudian didukung berdasarkan peta Belanda seperti Schetskaart Residentie Djambi Adatgemeenschappen (Marga’s), Tahun 1910. Muara Kumpeh terletak di dalam wilayah Marga Koempeh-hoeloe. Sedangkan Suakkandis merupakan pusat Marga Jeboes. Keduanya terletak sangat berjauhan. Atau dengan kata lain, menempuh perjalanan menyusuri Sungai Batanghari, dimulai dari Muara Kumpeh harus melewati Moeara-djambi barulah tiba di Suakkandis.

Baik Wong Lin Pen maupun The Title Journal of the Malaysian Branch of The Royal Asiatic Society”  dan Staatblaad Belanda menggunakan istilah Kumpeh dengan kata “Moera Kompeh”. Sedangkan Peta Belanda seperti Schetkaart Residentie Djambi Adatgemeenschappen (Marga’s) dan staatblad van Nederlandsch Indie No. 125 Verpachtingen. Gedistilleerd Jambi, menggunakan istilah “Koempeh”.