Membicarakan
Kumpeh tidak terlepas dari peristiwa serombongan saudagar VOC yang dipimpin
oleh Abraham Streck memasuki Batanghari dan berlabuh di Muara Kumpeh pada tahun
1616. Endjat Djaenuderadjat dkk didalam bukunya
“Atlas pelabuhan-pelabuhan bersejarah di Indonesia” menerangkan,
mengenal Muara Kumpeh ditandai dengan Kerajaan Jambi yang diperintah oleh Sultan Abdul
Kahar memberi izin kepada VOC untuk mendirikan kantor dagang (loji) di Muara
Kumpeh. VOC ingin berdagang dengan saudagar Jambi menerima hasil bumi. Muara Kumpeh terletak di daerah pertemuan
Sungai Kumpeh dan Batanghari yang hulunya di Suakkandis.
Namun dengan
berdirinya kantor dagang, VOC ingin memonopoli perdagangan membuat saudagar
Jambi yang biasa berdagang bebas dengan bangsa lain, membuat loji kemudian
ditutup 1623. Saudagar Jambi tidak mau menyerahkan hasil bumi kepada VOC.
Kantor dagang kemudian dibuka kembali tahun 1636 dengan kedatangan Hendrik van
Gent. Mereka kemudian membawa kekuatan lebih besar.
Setelah Sultan
Abdul Kahar digantikan oleh Pangeran Depati Anom (Sultan Agung Abdul Jalil),
VOC mendapatkan izin di Muara Kumpeh. Dengan perjanjian monopolgi perdagangan
lada, VOC mulai masuk ke Pemerintahan Sultan Jambi.
Pengganti
Sultan Agung Jalil bernama Sultan Seri Ingologo (Raden Penulis), terjadi
peperangan dengan Kerajaan Johor. VOC kemudian menawarkan jasa. Berkat jasa
VOC, Jambi kemudian menang. Namun sebagian wilayah Jambi diserahkan kepada VOC.
Namun rakyat
kemudian marah dan pos VOC di Muara Kumpeh diserbu dan dibakar. Sultan Seri
Ingologo dituduh terlibat pembunuhan Sijbrant Swart (Kepala Kantor Dagang VOC). Sultan ditangkap dan dibuang ke Pulau
Banda (Maluku).
Perlawanan
kemudian berlanjut sampai Sultan Thaha Saifuddin gugur tahun 1904. Nama Sultan
Thaha Saifuddin kemudian ditetapkan menjadi nama Bandara di Jambi.
Jambi kemudian
ditetapkan menjadi Keresidenan dan masuk wilayah Nederlandsch Indie. Residen
Jambi, O.L. Helfrich diangkat menjadi berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal
No. 20 tanggal 4 Mei 1906.
Menurut catatan
Kapten L.C Crooke, seorang perwiran kehormatan East India Companye (EIC),
diseberang Suakkandis, terdapat pelabuhan, tempat perahu ditambatkan. Sedangkan
di Sungai Limbungan merupakan jalan masuk ke pos pengamatan yang dibangun
Belanda untuk mengawasi Kesultanan Jambi sekaligus sebagai kantor dagang
Belanda. Sungai Limbungan merupakan kanal penghubung dari Sungai Kumpeh ke
kolam pelabuhan. Situs seperti Sungai Limbungan, Situs Ujung Plancu merupakan
bukti sejarah yang perlu digali lebih dalam.
Namun menurut
Wong Lin Pen didalam bukunya The Trade of Singapura 1816-1869, untuk
menghindarkan serangan lebih lanjut dari rakyat Jambi, Kantor Dagang Belanda
tidak memaksakan harga yang tidak wajar. Bahkan harga yang ditawarkan di Muara
Kumpeh lebih wajar dibandingkan di tempat lain. Buku Wong Lin Pen didukung oleh “The Title Journal
of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society”.
Sedangkan
didalam staatblad van Nederlandsch Indie No. 125 Verpachtingen. Gedistilleerd
Jambi disebutkan Pelabuhan Moera Kompeh merupakan pelabuhan yang dibuka untuk ekspor
sebagaimana diatur didalam Staatblaad No. 240 tahun 1882.
Setelah Jambi
kemudian ditetapkan menjadi Keresidenan dan masuk wilayah Nederlandsch Indie,
maka berdasarkan Peta Belanda seperti Schetskaart
Residentie Djambi Adatgemeenschappen (Marga’s), Tahun 1910, disebutkan “koempeh” terdiri dari Koempeh-Hoeloe dan Koempoeh-hilir. Pusat Marga Koempeh-Hoeloe berada di Arang-arang. Sedangkan Pusat Marga
Koempoeh-hilir berada di Tanjoeng.
Kumpeh termasuk wilayah administrasi
Kabupaten Muara Jambi. Arti “kumpeh”
adalah rumput. Rumput yang tersedia di sepanjang Sungai Kumpeh bermula dari
Muara Kumpeh hingga ke Suakkandis. Rumput ini biasa digunakan untuk makanan
ternak seperti kerbau dan kambing.
Wilayah Marga Koempeh-Hoeloe
berbatasan dengan Marga Marasebo dan Marga Koempeh Hilir. Sedangkan wilayah Margo
Koempeh Hilir berbatasan dengan Marga Koempeh-hoeloe
dan Marga Jeboes.
Yang unik, Marga Koempeh-hoeloe tidak
berbatasan dengan Marga Marasebo. Marga Jeboes justru berbatasan dengan Margo
Marasebo, Marga Dendang-sabak dan Marga Berbak. Sehingga Marga Jeboes menutupi
wilayah Koempeh-hilir sehingga Marga Koempeh-hilir tidak bertemu dengan Marga
Marasebo.
Menurut Marga Jeboes, batas wilayah antara Marga
Jeboes dengan Marga Koempeh-hilir ditandai dengan tambo yaitu “ulu rukam”. Sedangkan batas Marga jeboes
dengan Marga Berbak yaitu “perbuseno”.
Marga Berbak dan Margo Dendang-sabak kemudian termasuk kedalam wilayah Kabupaten
Tanjung Jabung Timur
Dusun-dusun yang termasuk kedalam Marga koempeh-Hilir
terdiri dari Puding, Pulau Mentaro, Betung, Pematang Raman, Sungai Bungur,
Sponjen, Pulau Tigo, Sogo dan Tanjung.
Marga Koempeh-hoeloe terdiri dari Pemunduran,
Bangso, Pematang Bedaro, Sipin, Arang-arang, Pemetung, Sungai Terap, Tarikan,
Sungai Belati, Sakean, Solok, Lopak Alai, Kotokarang, Pudak, Muara Kumpeh.
Dalam perkembangannya, di Marga Koempeh-hilir,
Pulau Tigo menjadi dusun didalam Desa Sponjen. Sedangkan Petanang semula dusun
menjadi Desa yang terpisah dari Sungai Bungur.
Sedangkan Marga Koempeh-hoeloe, Dusun Bangso
dan Pematang Bedaro menjadi Desa Teluk Raya, Dusun-dusun di Pemetung seperti
Pedataran, Perbatasan dan Pemetung menjadi Desa Sungai Jaya. Dusun Tarikan dan
Sungai Belati menjadi Desa Tarikan.
Marga Koempeh-Hoeloe kemudian menjadi
Kecamatan Kumpeh Hulu. Sedangkan Marga Koempeh-hilir menjadi Kecamatan Kumpeh
Hilir. Dusun yang termasuk kedalam Marga Jeboes kemudian menjadi Desa dan masuk
kedalam wilayah Kecamatan Kumpeh Hilir.
Endjat
Djaenuderadjat dkk didalam
bukunya “Atlas pelabuhan-pelabuhan bersejarah di
Indonesia” menggunakan istilah Muara Kumpeh yang hulunya di Suakkandis, Buku ini
kemudian didukung berdasarkan peta Belanda
seperti Schetskaart Residentie Djambi Adatgemeenschappen (Marga’s), Tahun 1910.
Muara Kumpeh terletak di dalam wilayah Marga Koempeh-hoeloe. Sedangkan Suakkandis
merupakan pusat Marga Jeboes. Keduanya terletak sangat berjauhan. Atau dengan
kata lain, menempuh perjalanan menyusuri Sungai Batanghari, dimulai dari Muara
Kumpeh harus melewati Moeara-djambi barulah tiba di Suakkandis.
Baik Wong Lin
Pen maupun The Title Journal of the Malaysian Branch of The Royal Asiatic
Society” dan Staatblaad Belanda
menggunakan istilah Kumpeh dengan kata “Moera
Kompeh”. Sedangkan Peta Belanda
seperti Schetkaart Residentie Djambi Adatgemeenschappen (Marga’s) dan staatblad van
Nederlandsch Indie No. 125 Verpachtingen. Gedistilleerd Jambi, menggunakan istilah “Koempeh”.
Baca : istilah marga di Jambi