03 November 2018

opini musri nauli : Struktur Sosial di Jambi






Adapun adagium ”Batangnyo Alam Barajo” yaitu daerah Teras Kerajaan 12 Suku/Bangso Yaitu (1) Jebus meliputi Sabak dan Dendang, Simpang, Aur Gading, Tanjung dan Londrang, (2) Pemayung meliputi Teluk Sébelah Ulu, Pudak, Kumpeh dan Berembang, (3) Maro Sebo meliputi Sungai Buluh, Pelayang, Sengkati Kecil, Sungai Ruan, Buluh Kasap, Kembang Seri, Rengas Sembilan, Sungai Aur, Teluk Lebar, Sungai Bengkal, Mengupeh, Remaji, Rantau Api, Rambutan Masam dan Kubu Kandang, (4) Petajin meliputi, Betung Bedarah, Penapalan, Sungai Keruh, Teluk Rendah, Dusun Tuo, Peninjauan, Tambun Arang, dan Pemunduran, Kumpeh, (5) Tujuh Koto atau Kembang Paseban, meliputi Teluk Ketapang, Muaro Tambun, Nirah, Sungai Abang, Teluk Kayu Putih, Kuamang dan Tanjung, (6) Awin meliputi Pulau Kayu Aro dan Dusun Tengah, (7) Penagan Negerinya Dusun Kuap, (8) Mestong meliputi Tarekan, Lopak Alai, Kota Karang, dan Sarang Burung. (9) Serdadu dengan negerinya Sungai Terap. (10) Kebalen negerinya Terusan,  (11) Air Hitam meliputi Durian Ijo, Tebing Tinggi, Padang Kelapo, Sungai Seluang, Pematang Buluh, dan Kejasung. (12) Pinokawan meliputi Dusun Ture, Lopak Aur, Pulau Betung dan Sungai Duren.

Sedangkan menurut S Budhisantoso[1], disebutkan Cerita rakyat yang bernilai sejarah yang berisi asal-usul keturunan kalbu atau Kerajaan Yang Dua Belas Bangsa. Keturunan tersebut diungkapkan lengkap dengan nama perisai (Kerajaan atau Kalbu), keturunan, gelar, jabatan, tugas dan lokasi wilayahnya.

Terdiri dari  (1)  Nama Perisai Tujuh Koto Sembilan Koto, keturunan Sunan Pulau Johor, Gelar Paku Negoro, Jabatan Tumenggung, Tugas menunggu rumah Pusaka Sunan Pulau Johor dan Pegawai kerajaan, Lokasi Mersam, Sengkati Baru, Malapari, Tantan, Bungin Petar, Kumpeh, Sungai Abang untuk kerajaan Tujuh Koto. Lokasi Sembilan Koto, Teluk Kuali, Tanjung Aur, Dusun Danau, Teluk Jambu, Rantau Langkap, Rambutan, Jambu, Pagar pudding, dan Sungai Rambai. (2) Nama Perisai Petajin, Keturunan Orang Kayo Pedataran, Gelar Setio Guno, Jabatan Pesirah, Tugas Membuat dan Merawat rumah Raja, Lokasi Betung Bedarah. (3) Nama Perisai Muara Sebo, Keturunan Kembang Seri, Gelar Wira Sandika, Jabatan Kademang, Tugas Penjaga Keamanan, Lokasi Muara Tebo. (4) Nama Perisai Pemas Pemayung, Keturunan Rangga Emas, Gelar Puspo Wijoyo/Pangeran Keramo Yudho, Jabatan Temenggung, Tugas Pengadaan Kerbau, Kelapa Seratus, beras serratus gantang, asam garamnya, jikai ada sedekah atau penobatan Raja, Lokasi Kampung Gedang dan dan Tanjung pasir. (5) Nama Perisai Jebus, keturunan Orang Kayo Pingai, Gelar Suto Dilago, Jabatan Temenggung, tugas sebagai panitia penobatan. Jadi sebelum Raja dinobatkan, dialah yang dahulu Raja, sebab dialah yang mengatur semua keperluan Raja. Maka digelar juga Rajo. Tugas merawat rumah Raja. Lokasi Kampung Baru Tanjung Pedalaman. (6) Nama Perisai Air Hitam, Keturunan Orang Kayo Gemuk, Gelar Setio Guno, Jabatan Pesirah, Tugas Mengambil kayu dan air. Lokasi Lubuk Kepayang dalam air hitam. (7) Nama Perisai Awin, keturunan Sunan Muara Pijoan, Gelar Ngebi Raso Dano, Jabatan Penghulu/Pemangku, Tugas pengawal Raja. Lokasi Pulau Kayo Aro. (8) Nama Perisai Penagan, keturunan Sunan Muara Pijoan, Gelar Ngebi Singo keti, Jabatan Penghulu/Mangku, tugas Pengawal Raja. Lokasi Kuab. (9) Nama Perisai Miji, Keturunan Sunan Muaro Pijoan, Gelar Ngebi Kerti Diguno, Jabatan Penghulu/Pemangku, tugas Merawat Raja dan membuat kajang (atap anyaman) untuk Raja. Lokasi Sakeman. (10)Nama Perisai Pino Kawan Tengah, Keturunan Sunan Muaro Pijoan, Gelar Ngebi Suko Dirajo, Jabatan Penghulu/Pemangku, tugas Menyediakan pengangkutan. Lokasi Sungai Duren. (11) Nama Perisai Mestong Serdadu, keturunan Kiyai Patih bin Panembahan Bawah Sawo, Gelar Ngebi Singo pati Tambi Yudo, Jabatan penghulu/Pemangku, Tugas memelihara persenjataan, Lokasi Sarang Burung. (12) Nama Perisai Kebalin, keturunan Kiyai Senopati bin Panembahan Bawah Sawo, Gelar Jaga patih Temin Yudo, Jabatan Pemangku/Penghulu. Tugas Pengawa Raja. Lokasi Tarusan (Terusan).   

Dengan demikian maka Kerajaan Nan Dua Belas Bangsa adalah Perisai Rajo Sari, Perisai Petajin, Perisai Air Hitam, Perisai Kebalin, Perisai, Serdadu Mestong (dari Panembahan Bawah Sawo), Perisai Pemas Pemayung (dari Ranggo Mas), Perisai Awin, Perisai Miji, Perisai Pino Kawan Tengah, Perisai Penagan, Perisai Muara Sebo dan Perisai Tujuh Koto Sembilan Koto[2],

Istilah “durian takuk rajo” bisa ditemui di VII Koto dan Sumay yang berbatasan langsung dengan Sumbar. Sedangkan berbatasan dengan Riau biasa dikenal “salo belarik”, Bukit alunan babi, bukit cindaku, parit Sembilan yang kesemuanya termasuk kedalam Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Istilah salo belarik”, Bukit alunan babi, bukit cindaku, parit Sembilan masih dapat dijumpai di Margo Sumay.

Sedangkan Air dikit, Sungai Ipuh, Bukit tigo, merupakan nama-nama tempat yang berbatasan langsung dengan Bengkulu. Kesemuanya terdapat di Taman nasional Kerinci Sebelat.  Dan “sialang belantak besi” biasanya merupakan nama tempat yang berbatasan langsung dengan Sumsel.

Mata pencarian bercocok tanam yang dibagi seperti parelak, kebun mudo, umo rendah dan talang. Jumlah kalbu yang tersisa ada 12 yaitu Jebus, Pemayung, Maro Sebo, Awin, Petajin, Suku Tujuh Koto, Mentong, Panagan, Serdadu, Kebalen, Air Hitam dan Pinokowan Tengah[3].
Berdasarkan peta Schetkaart Resindentie Djambi Adatgemeenschappen (Marga’s), Tahun 1910[4], maka daerah-daerah di Jambi telah dibagi berdasarkan Margo. Seperti Margo Batin Pengambang, Margo Batang Asai, Cerminan Nan Gedang, Datoek Nan Tigo. Sedangkan di Merangin dikenal Luak XVI yang terdiri dari Margo Serampas, Margo Sungai Tenang, Margo Peratin Tuo, Margo Tiang Pumpung, Margo Renah Pembarap dan Margo Sanggrahan. Sedangkan Di Tebo dikenal dengan Margo Sumay. Batanghari Margo Petajin Ulu, Margo Petajin Ilir, Margo Marosebo, Kembang Paseban. Sedangkan di Muara Jambi dikenal Margo Koempeh Ilir dan Koempeh Ulu, Jambi Kecil. Di Tanjabbar dikenal dengan Margo Toengkal ilir, Toengkar Ulu. Dan di Tanjabtim dikenal Margo Berbak, Margo Dendang Sabak.
Selain Margo juga dikenal Batin[5]. Seperti Batin Batin II, III Hoeloe (Hulu), Batin IV, Batin V, Batin VII, Batin IX Hilir, Batin VIII dan Batin XIV.
Marga dan Batin dipimpin seorang Pesirah. Setiap Margo atau batin mempunyai pusat pemerintahan. Misalnya pusat pemerintah Margo Batin Pengambang di Moeratalang, Margo Serampas di Tanjung Kasri, Sungai Tenang di Jangkat, Peratin Tuo di Dusun Tuo, Sanggrahan di Lubuk Beringin, Sumay di Teluk Singkawang.
Dibawah Marga dikenal dusun[6]. Dusun merupakan sebagai pemerintahan terendah (village government). Dusun adalah kumpulan dari kampung atau kelebu. Dipimpin seorang Depati atau Rio[7] atau Penghulu. Untuk daerah hulu biasa dikenal dengan Depati atau Rio. Di tingkat Dusun, orang semendo dikenal dengan istilah Depati. Sedangkan putra asli adalah Bathin.
Sedangkan didalam Luak XVI[8], Depati membawahi Rio atau Mangku. Misalnya Depati Suko Merajo yang membawahi “Rio Penganggung jagobayo di Tanjung Mudo, Depati Gento Rajo yang membawahi “Rio Pembarap” dan “Rio Gento Pedataran”. Depati Kuraco membawahi Rio Kemuyang.

Dengan demikian, maka didalam dokumen Tideman didalam buku klasiknya “Djambi” menyebutkan Rio dan Depati di wilayah dusun. Sedangkan Elizabeth “Rio” di tingkat Marga, sedangkan Depati di tingkat dusun didukung oleh dokumen Tijdschrift voor Nederlandsch Indië.

Namun berbeda di berbagai Marga didalam dusun. Depati membawahi Dusun dengan dibantu “Rio” di Kampung.

Didalam catatan lain ditemukan, “Rio” adalah Kepala Pemerintahan Margo. “Rio” merupakan Putra Asli. Pernyataan ini didukung oleh Elizabeth justru menyebutkan “Rio pemimpin di tingkat Marga. Depati di tingkat Dusun”. Bandingkan dengan Keterangan F. J. Tideman yang menganggap “Rio” adalah Kepala Pemerintahan setingkat Dusun.

Didalam struktur adat Marga Pangkalan Jambu, mereka mengenal “Tiga Tali sepilin. Tungku Sejarangan”. Ikatan yang kuat antara struktur adat yaitu hukum Negara, hukum agama dan hukum adat kemudian diputuskan oleh Rio sebagai “pemutus akhir” dan pelaksana keputusan adat[9].

Sedangkan di Dusun Birun, walaupun merupakan dusun dari Marga Pangkalan Jambu, seluruh proses sanksi baik dimulai dari “ayam sekok. beras segantang” atau “kambing sekok. Beras 10 gantang” yang biasa cukup diselesaikan oleh Datuk Nan Berempat, namun Dusun Birun juga bisa menjatuhkan sanksi adat hingga “Kerbau sekok. Beras 100 gantang”.
Di Marga Serampas dikenal Tembo Induk dan Tembo Anak. Tembo Induk dan Tembo anak[10]. Tembo Induk mencakup wilayah Depati Pulang Jawa, Depati Singo Negoro dan Depati Pemuncak Alam. Sedangkan Tembo anak mencakup wilayah Depati Pulang Jawad an Depati karti Mudo menggalo.

Di Marga Sungai Tenang dikenal gelar seperti Depati Suko Merajo (Dusun Gedang), Depati Tuo Menggalo (Dusun Tanjung Mudo), Rio Penganggun Jago Bayo (Dusun Tanjung Alam), Depati Suko Dirajo (Dusun Kotobaru), Depati Suko Menggalo (Dusun Tanjung Benuang), Depati Gento Rajo (Pulau Tengah), Pemangku Sanggo Ning di Rajo (Desa Renah Pelaan), Depati Sungai Rito (Rantau Suli), Depati Payung (Desa Pematang Pauh), Sako Rio Pembarap (Dusun Koto Teguh).

Di Marga Pratin Tuo dikenal Depati Pemuncak Alam, tempatnyo di dusun Tuo . Depati Karto Yudo, tempatnyo di dusun Tanjung Berugo, Nilo Dingin dan Sungai Lalang. Depati Penganggun Besungut Emeh, tempatnyo di dusun Koto Rami dan dusun Rancan dan Depati Purbo Nyato, tempatnyo di dusun Tiaro[11].

Di Marga Senggrahan, setiap dusun dipimpin pemangku Pemerintahan yang diberi gelar[12]. Depati Tiang Menggalo di Dusun Kandang, Depati Surau Gembala Halim di Dusun Klipit, Depati Kurawo di dusun Lubuk Beringin[13], Depati Renggo Rajo di Lubuk Birah[14] dan Rio Kemunyang di Dusun Durian Rambun. Nama Rio Kemunyang kemudian dijadikan nama Hutan Desa.[15]

Di Marga Datuk Nan Tigo[16], selain kekuasaan ketiga Datuk, maka dikenal juga Datuk Petinggi dan Datuk Monti. Datuk Petinggi merupakan pimpinan dari ketiga Datuk. Berpusat di Dusun Pulau Pandan. Sedangkan Datuk Monti merupakan pembantu dari Datuk Petinggi berpusat di Dusun Tutur. Kata “tutur” kemudian dikenal sebagai daerah “Dam Kutur.

Selain hubungan antara Datuk Nan Tigo dengan Datuk Petinggi dan hubungan Datuk Monti, masing-masing Datuk mengatur sistem pemerintahan adat di wilayah masing-masing.

Marga Air Hitam dipimpin seorang pesirah. Setiap Dusun kemudian dipimpin Kepala Dusun. Namun dengan penamaan yang berbeda-beda antara satu dusun dengan dusun yang lain. Untuk pemangku Dusun Lubuk Kepayang diberi gelar Penghulu. Pemangku Dusun Baru disebut Menti. Untuk pemangku Dusun Semurung adalah Patih. Sedangkan pemangku Dusun Jernih Tuo dan Dusun Lubuk Jering diberi gelar Rio.

Sedangkan di daerah hilir seperti Marga Kumpeh, Marga Jebus, Marga Sabak-Dendang, Marga Berbak biasa mengenal “Penghulu”.

Selain Marga dan Batin, di Kerinci dikenal Mendapo. Ulu Rozok “Kitab Tanjung Tanah” menyebutkan “Konfederasi kampong yang disebut mendapo yang pada umumnya terdiri atas sejumlah kampung yang berasal dari satu kampung induk masih tetap menjadi kesatuan pemerintahan yang terbesar di Kerinci.

Sistem pemerintahan dusun ini kemudian digantikan dengan sistem pemerintahan Desa berdasarkan UU No. 5 tahun 1979. Kampung kemudian menjadi dusun.

Di kabupaten Bungo kemudian dikembalikan dengan Sistem Pemerintahan Dusun dengan dikepalai “Rio”. Dusun terdiri dari beberapa kampung.

Didalam Perda No. 2 Tahun 2014 disebutkan Rio/Penghulu/Depati/Pembarap dan/atau sebutan lainnya adalah sebutan pemangku adat dalam wilayah adat Melayu Jambi di Provinsi Jambi. Debalang adalah salah satu unsur dari pemerintahan adat yang berfungsi membantu peran pemangku adat dan/atau Rio/Penghulu/Depati/Pembarap dibidang keamanan. Kepala Kampung dan Mangku adalah salah satu unsur dari pemerintahan adat yang berfungsi membantu peran pemangku adat dan/atau Rio/Penghulu/Depati/Pembarap. 

Baca : istilah marga di Jambi 

Dimuat di www.jamberita.com, 2 November 2018

http://jamberita.com/read/2018/11/03/5251/struktur-sosial-di-jambi/




            [1] Prof. Dr. S Budhisantoso, dkk, Kajian Dan Analisa Undang-undang Piagam dan Kisah Negeri Jambi, Depdikbud, Jakarta, 1991, Hal. 228
            [2] Prof. Dr. S Budhisantoso, dkk, Kajian Dan Analisa Undang-undang Piagam dan Kisah Negeri Jambi, Depdikbud, Jakarta, 1991, Hal. 233
            [3]  Zulyani Hidaya, Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, Pustaska Obor Jakarta, Jakarta, 2015, Hal. 138
            [4] Didalam dokumen-dokumen Belanda wilayah Jambi sebagai bagian dari kekuasaan Belanda dapat dilihat pada Peta Belanda seperti Schetkaart Residentie Djambi Adatgemeenschappen (Marga’s), Tahun 1910, Skala 1:750.000, Schetskaart Van de Residentie Djambi, Tahun 1906, Skala 1 : 500.000, Schetskaart Van de Residentie Djambi, Bewerkt door het Encyclopaedisch Bureau 1922 – 1923, Skala 1 : 750.000, Automobielkaart van Zuid Sumatra Samengesteld en Uitgegeven door Koniklijke , Vereenging Java Motor Club, Tahun 1929, Skala 1 : 1.500.000, Economical MAP of The island Of Sumatra, Gold and silver, Tahun 1923, Skala 1 : 1.650.000, Verkeers en Overzichtskaart van het eiland Sumatra, Tahun 1929, Skala 1.650.000, dan Kaart van het eiland Sumatra, Tahun 1909, Skala 1 : 2.000.000, Aangevende de ligging Der Erfachtsperceelen en Landbrouwconcessies Of Sumatra, Tahun 1914, Skala 1 : 2.000.000 telah jelas menerangkan posisi Residentie Jambi.
[5] Didalam “Koninklijk Nederlands Aardrijkskundig Genootschap” disebutkan in het batin gebied staan de woningen in de doesoen. Dengan demikian, maka Batin terdiri dari beberapa Dusun.  Sedangkan Cerita di masyarakat, arti kata “batin” berasal dari kata “asal”. Makna ini kemudian menjadi dasar untuk pembagian Dusun. Misalnya Batin 12 Marga Sumay. Dengan menggunakan kata “Batin”, maka ada 12 dusun asal (dusun Tua) sebagai bagian dari Marga Sumay. Sehingga Dusun didalam Marga Sumay terdiri dari Pemayungan, Semambu, Muara Sekalo, Suo-suo, Semerantihan, Tua Sumay, Teluk Singkawang, Teliti, Punti Kalo, Teluk Langkap, Tambon Arang dan Bedaro Rampak. Begitu juga Batin III Ulu yang terdiri dari Batang Buat, Muara Buat dan Batang Bungo.  Muara Buat terdiri dari kampung Dusun Senamat Ulu, Lubuk Beringin dan Aur Chino.
[6] Dalam literatur  Onderafdeeling Muarabungo, Bungo, Sarolangun dan sebagian dari Muara Tebo dan Muara Tembesi. F. J. Tideman dan P. L. F. Sigar, Djambi, Kolonial Institutut, Amsterdam, 1938, disebutkan “di daerah hulu Sungai Batanghari, masyarakat mengenal dusun sebagai pemerintahan terendah (village government). Dusun terdiri dari beberapa kampung, Mengepalai Kepala Dusun adalah Depati. Dibawah Depati adalah Mangku. Dusun-dusun kemudian menjadi Margo. Pembagian kekuasaan dalam negeri atau dusun di daerah hulu adalah bathin dengan gelar Rio, Rio Depati atau Depati, di daerah hilir penguasanya adalah Penghulu atau Mangku dibantu oleh seorang Menti (penyiar, tukang memberi pengumuman)
            [7] Keterangan ini kemudian didukung oleh Elsbeth Locher Sholten sebagaimana dikutip dari “memorie van Overgave, V.E. Korn, 1936.
[8] Marga Serampas, Marga Sungai Tenang, Marga Peratin Tuo, Marga Tiang Pumpung, Marga Renah Pembarap dan Marga Senggrahan
            [9] Zulkifli, Birun, 7 Agustus 2016
     [10] Pasal 10 ayat (2) Perda Kabupaten Merangin No. 8 Tahun 2016 Tentang  Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat
Marga Serampas.
     [11] Sumatra, Adatrehct, 323
     [12] Pertemuan di Muara Siau, Muara Siau, Mei 2011
     [13] Kepala Dusun Lubuk Beringin, Desa Lubuk Beringin 27 Maret 2016
     [14] Kepala Dusun Lubuk Birah, Desa Lubuk Birah, 28 Maret 2016
[15] Peraturan Desa Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Kelembagaan dan Pengelolaan Hutan Desa Rio Kemunyang Desa Durian Rambun
[16] Bustami, Dusun Pulau Pandan, 5 Agustus 2016