BERFIKIR MENCARI
KEBENARAN[1]
Musri Nauli[2]
Dan
sekarang wahai orang-orang yang telah menghukumku, ingin kuramalkan nasib
kalian; sebab sebentar lagi aku mati, dan saat-saat menjelang kematian manusia
dianugerahi kemampuan meramalkan. Dan kuramalkan kalian, para pembunuhku, bahwa
tak lama sesudah kepergianku maka hukuman yang jauh lebih berat daripada yang
kalian timpakan kepadaku pasti akan menantimu… jika kalian menyangka bahwa
dengan membunuh seseorang kalian dapat menjegal orang itu sehingga tak mengecam
hidup kalian yang tercela, kalian salah duga; itu bukan jalan keluar terhormat
dan membebaskan; jalan paling mudah dan bermartabat bukanlah dengan memberangus
orang lain, namun dengan memperbaiki diri kalian sendiri. Kematian mungkin sama
dengan tidur tanpa mimpi –yang jelas baik- atau mungkin pula berpindahnya jiwa
ke dunia lain. Dan adakah yang memberatkan manusia jika ia diberi kesempatan
untuk berbincang dengan Orpheus, Musaeus, Hesiodus, dab Homerus? Maka,
sekiranya hal ini benar, biarlah aku mati berulang kali. Di dunia lain itu
mereka tak akan menghukum mati seseorang hanya karena suka bertanya: tentu
tidak. Sebab kecuali sudah lebih berbahagia daripada kita saat ini, mereka yang
di dunia lain itu abadi, sekiranya apa yang sering dikisahkan itu benar… “
(Pidato
Socrates, Pengadilan Tinggi Athena, 399 SM)
Pidato
Socrates menjelang kematiannya menjadi magnet untuk kebesaran Filsafat yang
tumbuh di Yunani. Menjadi permulaan pembicaraan Filsafat yang tumbuh di Eropa.
Sebagian kalangan menyebutkan sebagai Filsafat Barat.
Dituliskan
oleh Plato[3],
Socrates merupakan filosof besar. Socrates adalah guru Plato dan Aristoteles.
Ketiganya kemudian dikenal ahli filsafat besar dari Eropa. Pondasi yang
kemudian menginspirasi tumbuhnya berbagai varian filsafat hingga zaman
Renaissance.
Mengapa
filsafat begitu penting dikehidupan manusia ?
Bukankah
ketika dimalam hari ketika bulan purnama, bumi begitu terang. Sehingga
kekaguman kepada alam semesta membuat kita mengagumi sang Pencipta ?
Bukankah
ketika anak muda sedang jatuh cinta kepada seseorang yang dianggap “yang
terbaik” didunia kemudian disenandungkan dengan bait-bait yang menyentuh kalbu.
Lihatlah
syair cinta Sheila Majid didalam lagunya “Engkau Laksana Bulan”. “Engkau Laksana Bulan. Tinggi di atas
kayangan. Hatiku dah kau tawan Hidupku
tak keruan”
Bukankah kecintaan kepada manusia
kemudian dituliskan oleh Jalaluddin Rumi.
Atau ketika membicarakan “bulan’
yang nun jauh disana kemudian memisahkan antara alam mikrokosmos dan alam
Mikrokosmos.
Membicarakan “bulan” atau
membicarakan “cinta” juga membicarakan Tuhan. Ketiganya kemudian menjadi
“perhatian” ahli filsafat kemudian merumuskannya.
Atau
Syair Hamzah Fanzuri dalam konsepsi “wujuddiyah”[4].
Sebagaimana konsepsi “Wujudiyah” didalam syairnya “bahwa barangsiapa
mengenal dirinya maka akan dapat mengenal Tuhannya”.
Atau
“pertarungan pemikiran” antara Wali Songo dengan Syeh Siti Jenar ?[5]. Sebagai penganut Tarekat Akmaliyah[6]
dan Tarekat Syathariyah, ilmu Tasawuf
Syech Siti Jenar masih hidup dikalangan masyarakat Jawa. Lihatlah
bagaimana konsepsi “manunggaling Kawula Gusti”[7]
masih menjadi pembicaraan di alam kosmopologi masyarakat Jawa. Ajaran
Manunggaling Kawula Gusti menganggap bahwa Tuhan, wujud yang tidak kasat mata
dapat bersatu dengan dirinya[8].
Atau
kegemilangan Nicolaus Copernicus didalam teorinya “Heliosentris” didalam
bukunya On the Revolutions of the Heavenly Spheres (1543)
yang menjungkalkan teori dari Aristoteles dan Ptolemeus tentang “Matahari
mengelilingi bumi” (teori geosentris)[9].
Tahun 1616 Gereja kemudian menolak
dan menyatakan sebagai buku yang terlarang dengan berpedoman “Maka berhentilah
matahari dan bulan pun tidak bergerak, sebagai
alasan dan menegaskan Matahari-bukan bumi yang bergerak.
Walaupun Galileo
kemudian dihukum tahanan rumah, Namun berhasil membuktikan teori Copernicus.
Teori yang kemudian tidak terbantahkan hingga sekarang.
Galileo memang dihukum
tahanan rumah. Syech Siti Jenar dan Hamzah Fansuri kemudian dihukum mati.
Namun kekayaan pemikiran
Imam Gazali-Ibnu Rusyd, Hamzah Fanzuri, Syeh Siti Jenar, Nicolaus Copernicus,
Galileo melambangkan peradaban bangsa yang maju.
Kita kemudian mengenal cara pandang
“alam mikrokosmos-makro” antara Filsafat Barat dan Filsafat Timur. Pemikiran
yang masih hidup dipemikiran barat dan Timur.
Sehingga kehidupan sehari-hari tidak
dapat dipisahkan Filsafat.
Filsafat diartikan “softhia” atau Sophia”[10].
Sedangkan kata “philoshopos” dapat digunakan oleh Pithagoras (500-580 SM).
Dapat
diartikan sebagai cinta kebenaran.
Filsafat dapat juga diartikan
sebagai falsafah. Ada juga yang menyebutkan sebagai “nilai-nilai luhur’. Di
Jambi, nilai-nilai luhur dapat dilihat didalam Seloko.
Seloko
mengandung Nilai budaya tersebut dikelompokan berdasarkan 5 kategori hubungan
manusia dalam berbudaya, yaitu: (1) Nilai budaya dalam hubungann manusia dengan
tuhan, (2) nilai budaya dalam manusia dengan alam, (3) nilai budaya dalam
manusia dengan masyarakat, (4) nilai budaya dalam hubungn manusia dengan
manusia lain, (5) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri[11].
Untuk
memudahkan pengamatan terhadap filsafat, maka Filsafat mempunyai cabang
filsafat seperti Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi.
Para
ahli filsafat kemudian merumuskan Ontologi, epistemology dan Aksiologi[12].
Dimensi ontologis (hakekat ilmu). Ontologi adalah
hakikat yang ada
(being, sein) yang merupakan asumsi dasar
bagi apa yang disebut sebagai kenyataan dan kebenaran. dalam perspektif ilmu,
ontologi ilmu dapat dimaknai sebagai teori tentang wujud dalam perspektif objek
materil ke-Ilmuan, konsep-konsep penting yang diasumsikan oleh ilmu ditelaah
secara kritis dalam ontologi ilmu.
Dimensi epistomologis (cara mendapatkan
pengetahuan). Epistemologi derivasinya dari bahasa Yunani yang berarti teori
ilmu pengetahuan. Epistemologi merupakan gabungan dua kalimat episteme,
pengetahuan dan logos, theory. Epistemologi adalah cabang ilmu filasafat yang
menenggarai masalah-masalah filosofikal yang mengitari teori ilmu pengetahuan.
Dengan kata lain, epistemologi adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul,
asumsi dasar, sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu
penting dalam menentukan sebuah model filsafat. Dengan pengertian ini
epistemologi tentu saja menentukan karakter pengetahuan, bahkan menentukan
“kebenaran” seperti apa yang dianggap patut diterima dan apa yang patut
ditolak. Aspek epistemology adalah kebenaran fakta / kenyataan dari sudut
pandang mengapa dan bagaimana fakta itu benar yang dapat diverifikasi atau
dibuktikan kembali kebenarannya.
Dimensi aksiologis (manfaat pengetahuan).
Aksiologis (teori tentang nilai) sebagai filsafat yang membahas apa kegunaan
ilmu pengetahuan manusia. Aksiologi menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa
ilmu
itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antar acara penggunaan
tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah
berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural
yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral?. (lihat sketsa).
Filsafat
terdiri dari Filsafat umum dan Filsafat khusus. Filsafat umum harus memuat
metafisika, Epistemologi dan Logika dan Aksiologi. Sedangkan Filsafat Khusus
dapat dilihat Filsafat hukum, Filsafat pendidikan, Filsafat Ilmu, Filsafat
Lingkungan, Filsafat komunikasi. (lihat sketsa dibawah ini).
Metode untuk menemukan
filsafat dapat sebagai filsafat ilmu berupa :
1.
Metode kritis yang dikembangkan
oleh Socrates dan Plato metode ini bersifat analisis terhadap istilah. Metode
ini dikenal merupakan metode hermeneutik[13].
2.
Metode intuitif yang dikembangkan
oleh Plotinos dan Bergson dengan jalan intropeksi bersama dengan pendekatan moral.
Sehingga tercapai suatu penerangan atau pencerahan pikiran.
3.
Metode skolastik yang dikembangkan
oleh Aristoteles, Thomas Aquinas. Termasuk
aliran filsafat abad pertengahan. Metode
ini berangkat dari definisi atau prinsip yang jelas kemudian ditarik kesimpulan
4.
Metode filsafat Rene
Descartes yang dikenal metode yang tertolak dari analisis mengenai hal-hal
kompleks kemudian dicapai intuisi akan hakikat yang sederhana dan lebih terang.
5.
Metode geometri yang dikreasikan Rene
Descartes dan pengikutnya menurutnya hanyalah pengalaman yang menyajikan
pengertian benar, maka semuanya pengertian dan ide dalam intropeksi kemudian
disusun bersama secara geometris
6.
Metode transedental yang dikreasikan
Immanuel Kant. Metode ini di
kenal juga dengan metode neo-skolastik yang bertitik tolak
dari tempatnya pengertian tertentu yaitu jalan analisis yang diselidiki
syarat-syarat apriori bagi pengertian yang sedemikian rumit dan kompleks.
7.
Metode fenomenologis dari Husserl, yaitu
eksistensialisme yaitu metode dengan jalan beberapa pemotongan sistematis
(reduction), refleksi atas fenomena dalam kesadaran sehingga mencapai
penglihatan hakikat yang murni.
8.
Metode dialektis dari Hegel dan Marx,
yakni metode yang digunakan dengan jalan mengikuti dinamika pikiran atau alam
berpikir sendiri.
9.
Metode neopositivitis yaitu bahwa kenyataan
di pahami menurut hakikatnya dengan jalan menggunakan aturan-aturan seperti
berlaku dalam ilmu pengetahuan positif (eksakta).
10. Metode analitik yang dikreasikan oleh Wittgenstein.
Metode ini digunakan dengan jalan analisis pemakaian bahasa sehari hari
menentukan sah tidaknya ucapan filosofis menurutnya bahasa merupakan bola
permainan makna si pemiliknya[14].
Baca : Logika dan Argumentasi
Pencarian terkait : Musri nauli, opini musri nauli, jambi dalam hukum, hukum adat jambi, jambi,
Opini Musri Nauli dapat dilihat : www.musri-nauli.blogspot.com
[4]
Syarifuddin, MEMPERDEBAT WUJÛDIYAH SYEIKH HAMZAH
FANSURI - Kajian Hermeneutik atas Karya Sastra Hamzah Fansuri, Fakultas Adab IAIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh RELIGIA Vol. 13, No. 2, Oktober 2010.
Lihat juga Syamsun Ni’am, HAMZAH
FANSURI: PELOPOR TASAWUF WUJUDIYAH DAN PENGARUHNYA HINGGA KINI DI
NUSANTARA, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Tulungagung Epistemé, Vol. 12, No. 1, Juni 2017
[6]
Ahmad Masrukin mengategorikan
Tarekat Syathariyah sebagai Tarekat mu’tabaroh. Sedangkan Tarekat
Akmaliyah sebagai Tarekat ghoir al-mu’tabaroh.
Studinya dikosentrasikan di Pondok Pesantren Miftahu Falahil
Mubtadiin Pulosari, Kasembon, Malang. Lihat Ahmad Masrukin,TAREKAT AKMALIYAH - Studi Kasus di Pondok Pesantren Miftahu Falahil Mubtadiin Malang, IAI Tribakti, Kediri, Volume
24 Tahun 2014
[11] Muhammad Fadli, Nilai-nilai
Budaya Dalam Seloko Adat Perkawinan Masyarakat Desa Muara Jambi, Kecamatan Maro
Sebo, Skripsi, FKIP UNJA, Jambi,2018,