16 Agustus 2019

Kegiatan : Berfikir Mencari kebenaran

BERFIKIR MENCARI KEBENARAN[1]
Musri Nauli[2]



Dan sekarang wahai orang-orang yang telah menghukumku, ingin kuramalkan nasib kalian; sebab sebentar lagi aku mati, dan saat-saat menjelang kematian manusia dianugerahi kemampuan meramalkan. Dan kuramalkan kalian, para pembunuhku, bahwa tak lama sesudah kepergianku maka hukuman yang jauh lebih berat daripada yang kalian timpakan kepadaku pasti akan menantimu… jika kalian menyangka bahwa dengan membunuh seseorang kalian dapat menjegal orang itu sehingga tak mengecam hidup kalian yang tercela, kalian salah duga; itu bukan jalan keluar terhormat dan membebaskan; jalan paling mudah dan bermartabat bukanlah dengan memberangus orang lain, namun dengan memperbaiki diri kalian sendiri. Kematian mungkin sama dengan tidur tanpa mimpi –yang jelas baik- atau mungkin pula berpindahnya jiwa ke dunia lain. Dan adakah yang memberatkan manusia jika ia diberi kesempatan untuk berbincang dengan Orpheus, Musaeus, Hesiodus, dab Homerus? Maka, sekiranya hal ini benar, biarlah aku mati berulang kali. Di dunia lain itu mereka tak akan menghukum mati seseorang hanya karena suka bertanya: tentu tidak. Sebab kecuali sudah lebih berbahagia daripada kita saat ini, mereka yang di dunia lain itu abadi, sekiranya apa yang sering dikisahkan itu benar… “
(Pidato Socrates, Pengadilan Tinggi Athena, 399 SM)


Pidato Socrates menjelang kematiannya menjadi magnet untuk kebesaran Filsafat yang tumbuh di Yunani. Menjadi permulaan pembicaraan Filsafat yang tumbuh di Eropa. Sebagian kalangan menyebutkan sebagai Filsafat Barat.

Dituliskan oleh Plato[3], Socrates merupakan filosof besar. Socrates adalah guru Plato dan Aristoteles. Ketiganya kemudian dikenal ahli filsafat besar dari Eropa. Pondasi yang kemudian menginspirasi tumbuhnya berbagai varian filsafat hingga zaman Renaissance.

Mengapa filsafat begitu penting dikehidupan manusia ?
Bukankah ketika dimalam hari ketika bulan purnama, bumi begitu terang. Sehingga kekaguman kepada alam semesta membuat kita mengagumi sang Pencipta ?

Bukankah ketika anak muda sedang jatuh cinta kepada seseorang yang dianggap “yang terbaik” didunia kemudian disenandungkan dengan bait-bait yang menyentuh kalbu.

Lihatlah syair cinta Sheila Majid didalam lagunya “Engkau Laksana Bulan”. “Engkau Laksana Bulan. Tinggi di atas kayangan.  Hatiku dah kau tawan Hidupku tak keruan”

Bukankah kecintaan kepada manusia kemudian dituliskan oleh Jalaluddin Rumi.

Atau ketika membicarakan “bulan’ yang nun jauh disana kemudian memisahkan antara alam mikrokosmos dan alam Mikrokosmos.

Membicarakan “bulan” atau membicarakan “cinta” juga membicarakan Tuhan. Ketiganya kemudian menjadi “perhatian” ahli filsafat kemudian merumuskannya.

Atau Syair Hamzah Fanzuri dalam konsepsi “wujuddiyah”[4]. Sebagaimana konsepsi “Wujudiyah” didalam syairnya bahwa barangsiapa mengenal dirinya maka akan dapat mengenal Tuhannya”.

Atau “pertarungan pemikiran” antara Wali Songo dengan Syeh Siti Jenar ?[5].  Sebagai penganut Tarekat Akmaliyah[6] dan Tarekat Syathariyah, ilmu Tasawuf  Syech Siti Jenar masih hidup dikalangan masyarakat Jawa. Lihatlah bagaimana konsepsi “manunggaling Kawula Gusti”[7] masih menjadi pembicaraan di alam kosmopologi masyarakat Jawa. Ajaran Manunggaling Kawula Gusti menganggap bahwa Tuhan, wujud yang tidak kasat mata dapat bersatu dengan dirinya[8].

Atau kegemilangan Nicolaus Copernicus didalam teorinya “Heliosentris” didalam bukunya On the Revolutions of the Heavenly Spheres (1543) yang menjungkalkan teori dari Aristoteles dan Ptolemeus tentang “Matahari mengelilingi bumi” (teori geosentris)[9]. 

Tahun 1616 Gereja kemudian menolak dan menyatakan sebagai buku yang terlarang dengan berpedoman “Maka berhentilah matahari dan bulan pun tidak bergerak, sebagai alasan dan menegaskan Matahari-bukan bumi yang bergerak.

Walaupun Galileo kemudian dihukum tahanan rumah, Namun berhasil membuktikan teori Copernicus. Teori yang kemudian tidak terbantahkan hingga sekarang.

Galileo memang dihukum tahanan rumah. Syech Siti Jenar dan Hamzah Fansuri kemudian dihukum mati.

Namun kekayaan pemikiran Imam Gazali-Ibnu Rusyd, Hamzah Fanzuri, Syeh Siti Jenar, Nicolaus Copernicus, Galileo melambangkan peradaban bangsa yang maju.

Kita kemudian mengenal cara pandang “alam mikrokosmos-makro” antara Filsafat Barat dan Filsafat Timur. Pemikiran yang masih hidup dipemikiran barat dan Timur.

Sehingga kehidupan sehari-hari tidak dapat dipisahkan Filsafat.

Filsafat diartikan “softhia” atau Sophia[10]. Sedangkan kata “philoshopos” dapat digunakan oleh Pithagoras (500-580 SM). Dapat diartikan sebagai cinta kebenaran.

Filsafat dapat juga diartikan sebagai falsafah. Ada juga yang menyebutkan sebagai “nilai-nilai luhur’. Di Jambi, nilai-nilai luhur dapat dilihat didalam Seloko.

Seloko mengandung Nilai budaya tersebut dikelompokan berdasarkan 5 kategori hubungan manusia dalam berbudaya, yaitu: (1) Nilai budaya dalam hubungann manusia dengan tuhan, (2) nilai budaya dalam manusia dengan alam, (3) nilai budaya dalam manusia dengan masyarakat, (4) nilai budaya dalam hubungn manusia dengan manusia lain, (5) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri[11].

Untuk memudahkan pengamatan terhadap filsafat, maka Filsafat mempunyai cabang filsafat seperti Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi.

Para ahli filsafat kemudian merumuskan Ontologi, epistemology dan Aksiologi[12].

Dimensi ontologis (hakekat ilmu). Ontologi adalah hakikat yang ada (being, sein) yang merupakan asumsi dasar bagi apa yang disebut sebagai kenyataan dan kebenaran. dalam perspektif ilmu, ontologi ilmu dapat dimaknai sebagai teori tentang wujud dalam perspektif objek materil ke-Ilmuan, konsep-konsep penting yang diasumsikan oleh ilmu ditelaah secara kritis dalam ontologi ilmu.

Dimensi epistomologis (cara mendapatkan pengetahuan). Epistemologi derivasinya dari bahasa Yunani yang berarti teori ilmu pengetahuan. Epistemologi merupakan gabungan dua kalimat episteme, pengetahuan dan logos, theory. Epistemologi adalah cabang ilmu filasafat yang menenggarai masalah-masalah filosofikal yang mengitari teori ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, epistemologi adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan sebuah model filsafat. Dengan pengertian ini epistemologi tentu saja menentukan karakter pengetahuan, bahkan menentukan “kebenaran” seperti apa yang dianggap patut diterima dan apa yang patut ditolak. Aspek epistemology adalah kebenaran fakta / kenyataan dari sudut pandang mengapa dan bagaimana fakta itu benar yang dapat diverifikasi atau dibuktikan kembali kebenarannya.

Dimensi aksiologis (manfaat pengetahuan). Aksiologis (teori tentang nilai) sebagai filsafat yang membahas apa kegunaan ilmu pengetahuan manusia. Aksiologi menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antar acara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral?. (lihat sketsa). 


Filsafat terdiri dari Filsafat umum dan Filsafat khusus. Filsafat umum harus memuat metafisika, Epistemologi dan Logika dan Aksiologi. Sedangkan Filsafat Khusus dapat dilihat Filsafat hukum, Filsafat pendidikan, Filsafat Ilmu, Filsafat Lingkungan, Filsafat komunikasi. (lihat sketsa dibawah ini).

Metode untuk menemukan filsafat dapat sebagai filsafat ilmu berupa :
1.    Metode kritis yang dikembangkan oleh Socrates dan Plato metode ini bersifat analisis terhadap istilah. Metode ini dikenal merupakan metode hermeneutik[13].
2.    Metode intuitif yang dikembangkan oleh Plotinos dan Bergson dengan jalan intropeksi bersama dengan pendekatan moral. Sehingga tercapai suatu penerangan atau pencerahan pikiran.
3.    Metode skolastik yang dikembangkan oleh Aristoteles, Thomas Aquinas.  Termasuk aliran filsafat abad pertengahan.  Metode ini berangkat dari definisi atau prinsip yang jelas kemudian ditarik kesimpulan
4.    Metode filsafat Rene Descartes yang dikenal metode yang tertolak dari analisis mengenai hal-hal kompleks kemudian dicapai intuisi akan hakikat yang sederhana dan lebih terang.
5.    Metode geometri yang dikreasikan Rene Descartes dan pengikutnya menurutnya hanyalah pengalaman yang menyajikan pengertian benar, maka semuanya pengertian dan ide dalam intropeksi kemudian disusun bersama secara geometris
6.    Metode transedental yang dikreasikan Immanuel Kant. Metode ini dikenal juga dengan metode neo-skolastik yang bertitik tolak dari tempatnya pengertian tertentu yaitu jalan analisis yang diselidiki syarat-syarat apriori bagi pengertian yang sedemikian rumit dan kompleks.
7.    Metode fenomenologis dari Husserl, yaitu eksistensialisme yaitu metode dengan jalan beberapa pemotongan sistematis (reduction), refleksi atas fenomena dalam kesadaran sehingga mencapai penglihatan hakikat yang murni.
8.    Metode dialektis dari Hegel dan Marx, yakni metode yang digunakan dengan jalan mengikuti dinamika pikiran atau alam berpikir sendiri.
9.    Metode neopositivitis yaitu bahwa kenyataan di pahami menurut hakikatnya dengan jalan menggunakan aturan-aturan seperti berlaku dalam ilmu pengetahuan positif (eksakta).
10. Metode analitik yang dikreasikan oleh Wittgenstein. Metode ini digunakan dengan jalan analisis pemakaian bahasa sehari hari menentukan sah tidaknya ucapan filosofis menurutnya bahasa merupakan bola permainan makna si pemiliknya[14].


Pencarian terkait : Musri nauli, opini musri nauli, jambi dalam hukum, hukum adat jambi, jambi, 


Opini Musri Nauli dapat dilihat : www.musri-nauli.blogspot.com



            [1] Disampaikan pada Diskusi Rutin “Kajian Tokoh dan Pemikiran Dunia”, Omah Literasi, Jambi, 17 Agustus 2019
            [2] Advokat. Tinggal di Jambi
            [3] K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani. Kanisius. Yogyakarta, 1999

            [4] Syarifuddin, MEMPERDEBAT WUJÛDIYAH SYEIKH HAMZAH FANSURI - Kajian Hermeneutik atas Karya Sastra Hamzah Fansuri, Fakultas Adab IAIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh  RELIGIA Vol. 13, No. 2, Oktober 2010. Lihat juga Syamsun Ni’am, HAMZAH FANSURI: PELOPOR TASAWUF WUJUDIYAH DAN PENGARUHNYA HINGGA KINI DI NUSANTARA, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Tulungagung Epistemé, Vol. 12, No. 1, Juni 2017
            [5] Terlepas dari polemik Wali Songo dan Syeh Siti Jenar. Namun konsepsi Syech Siti Jenar yang terkenal “manunggaling kawula gusti” masih hidup dialam pemikiran Jawa. Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, Pustaka Iman, Depok, Hal. 306.
            [6] Ahmad Masrukin mengategorikan Tarekat Syathariyah sebagai Tarekat mu’tabaroh. Sedangkan Tarekat Akmaliyah sebagai Tarekat ghoir al-mu’tabaroh. Studinya dikosentrasikan di Pondok Pesantren Miftahu Falahil Mubtadiin Pulosari, Kasembon, Malang. Lihat Ahmad Masrukin,TAREKAT AKMALIYAH - Studi Kasus di Pondok Pesantren Miftahu Falahil Mubtadiin Malang,  IAI Tribakti, Kediri, Volume 24 Tahun 2014
            [7] KH. Muhammad Sholikhin, Manunggaling  Kawula Gusti, Penerbit Narasi, Yogyakarta, 2014. Lihat juga didalam bukunya yang lain seperti Sufisme Syech Siti Jenar dan Ajaran Makrifat Syech Siti Jenar.
            [8] Maschun Pribowo, Ajaran Makrifat Syech Siti Jenar – Kajian Atas Ajaran Manunggaling Kawula Gusti, Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 2010.
            [9] Miriam Raftery, 100 Buku yang Berpengaruh di Dalam Sejarah Dunia, 2008
            [10] Heraklitos (480−540 SM). Lihat Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu, Penerbit IPB Press, Bogor, 2016, Hal. 2
[11] Muhammad Fadli, Nilai-nilai Budaya Dalam Seloko Adat Perkawinan Masyarakat Desa Muara Jambi, Kecamatan Maro Sebo, Skripsi, FKIP UNJA, Jambi,2018,
            [12] Sumarto, Filsafat ilmu, Pustaka Ma’arif Press, Jambi, 2017, Hal. 11
            [13] Interpretasi makna. Lihat  Mulyono, Edi. Dkk, Belajar Hermeneutika.
            [14] Sumarto, Filsafat ilmu, Pustaka Ma’arif Press, Jambi, 2017, Hal. 11-12