Terdengar suara kegaduhan di Istana Astinapura. Para Punggawa tersikap kaget. Mendengar kabar dari telik sandi yang buru-buru ke Istana Astinapura.
“Tuanku. Hamba mendapatkan kabar dari kerumuman pasar. Konon, para punggawa kerajaan yang bertugas menjaga kitab Sedang membuat ulah di Istana astinapura. Mohon kiranya para punggawa di Istana segera menyelidiki kabar angin yang beredar”, kata sang telik sandi.
“Apakah gerangan kabar angin, telik sandi. Cepatlah berkabar. Biar saya akan titahkan untuk mencari siapakah para punggawa yang membuat ulah”, kata sang punggawa. Wajahnya resah.
Kebesaran Istana Astinapura Sedang terancam. Para punggawa kerajaan yang bertugas menjaga istana astinapura harus menjaga marwah dan martabat Istana Astinapura.
“Siapakah yang engkau ketahui “, selidik sang punggawa semakin penasaran.
“Tuanku. Konon, hamba tidak percaya. Ada punggawa kerajaan yang rela memberikan ajimat kitab astinapura keluar istana. Tapi hamba percaya dengan kabar angin.
Konon. Dia dipercaya oleh istana Astinapura untuk menjaga titah sang raja. Tapi kemudian berkhianat.
Sebaiknya hamba akan memberikan kabar dengan rahasia kepada tuanku, Para punggawa. Tuanku pasti tidak percaya dengan nama yang akan hamba akan kasih kabar”, kata sang telik sandi. Sembari beringsut meninggalkan balairung istana Astinapura.
“Baiklah. Apabila begitu rahasia yang akan engkau sampaikan. Malam nanti Aku tunggu engkau di paseban belakang Istana”, kata sang punggawa.
Wajahnya kemudian tertunduk lesu. Terbayang khianat dari punggawa Istana Astinapura.