25 April 2021

opini musri nauli : Obyektifitas Hakim (2)


Melanjutkan tulisan sebelumnya, Apakah hakim sebelum menjatuhkan putusan (didalam pertimbangan vonis) akan bersikap independent atau akan dipengaruhi (dependent).


Namun pertanyaan itu akan berkaitan dengan obyektifitas. 


Apakah hakim akan obyektif ?

Ketika seorang hakim menginterpretasi teks yuridis untuk menafsirkan kaidah hukum yang akan diterapkan, maka hakim harus monotafsir yang bersumber teks formal, ketat dan rigid sehingga tidak menyimpang dari teks aslinya (Widodo Dwi Putro, 2011, 142). 


Namun hakim juga menginterpretasi teks hukum bukanlah kumpulan baku yang rigid. Hakim juga menginterpretasi teks hukum dalam konteks terhadap norma yang akan diterapkan dalam kasus. Selain itu juga akan dilihat pengetahuan yang dimiliki oleh hakim didalam memperoleh sintesis terhadap teks hukum dari diperoleh dari sintesis unsur-unsur a priorir dan unsur-unsur a posteriori.


Tuntutan publik agar pelaku dihukum berat, ada ketakutan membebaskan pelaku korupsi, semangat anti korupsi yang terus menerus dikampanyekan merupakan salah satu dependent yang mempengaruhi hakim sebelum menjatuhkan putusan.


Belum lagi pendidikan, pengalaman, pekerjaan, lingkungan pergaulan, pandangan politik, jenis kelamin, emosi dan struktur sosial yang juga mempengaruhi hakim didalam putusannya.


Faktor-faktor baik eksternal (Tuntutan publik agar pelaku dihukum berat, ada ketakutan membebaskan pelaku korupsi, semangat anti korupsi yang terus menerus dikampanyekan merupakan salah satu dependent yang mempengaruhi hakim sebelum menjatuhkan putusan) maupun faktor internal (Belum lagi pendidikan, pengalaman, pekerjaan, lingkungan pergaulan, pandangan politik, jenis kelamin, emosi dan struktur sosial yang juga mempengaruhi hakim didalam putusannya) merupakan dependent (yang mempengaruhi) hakim didalam mengambil putusan (independent).


Hakim membaca berkas perkara, membaca surat dakwaan jaksa penuntut umum sebelum memasuki persidangan pada tingkat pertama (judex factie). Bahkan hakim mempertimbangkan “hal-hal yang meringankan dan hal-hal yang memberatkan” sebelum memutuskan perkara.


Begitu juga MA sebagai lembaga yang melakukan penilaian terhadap penerapan hukum (judex jurist) membaca putusan Pengadilan dibawahnya (putusan pertama dan putusan banding) dan memori kasasi baru kemudian memutuskan perkara.


Padahal Kenneth J. Vandevelde mengingatkan, hakim harus mengidentifikasi sumber hukum sebelum memeriksa faktanya. Gr. Van der Burght dan J. D. C Winkelman juga mengingatkan hal yang sama.


Maka independent hakim juga dipengaruhi kepada nilai yang mempengaruhi (dependent)  baik eksternal maupun internal. Obyektifitas juga bukan ruang hampa. Obyektifitas merupakan cakrawala pemikiran yang terus berkembang. Arief Sudharta memperkuat argumentasi yang mendalilkan subyektifitas dapat mengacu kepada interpretasi yang merujuk kepada cita hukum (keadilan, kepastian hukum, preditabilitas dan kemanfaatan). Belum lagi nilai-nilai kemanusiaan dan sistem hukum yang masih berlaku.


Dari segala yang mempengaruhi hakim sebelum memutuskan perkara (dependent) maka kita akan dapat mengidentifikasi alasan hakim (legal reasing) untuk menemukan hukum. 


Baca : Obyektifitas Hakim (1)



Advokat. Tinggal di Jambi