Syahdan. Terdengar kehebohan dan gegar di Kerumuman Pasar.
“Tuanku, siapakah pendekar muda yang berani menantang para pendekar yang selama ini sudah terbukti kesaktiannya ?”, sang pendekar muda bertanya kepada para pengelana.
Keheranannya semakin nyata. Entah darimana kedatangan pendekar muda yang telah mengalahkan pendekar yang Sudah lama teruji kesaktian mandraguna.
“Berasal darimanakah, tuanku”, tanya semakin heran.
“Bukankah selama ini tidak terdengar sama sekali padepokan yang telah melatih ilmu kanuragan. Berbagai padepokan yang berada di negeri Astinapura tidak pernah menemuinya”, tanya heran.
“Betul, kisanak. Pendekar muda yang baru datang sudah mengobrak-abrik kesaktian para pendekar yang sudah lama terkenal kesaktiannya.
Hamba juga heran. Dimanakah gerangan dia belajar ilmu kanuragan. Jurusnya sempat tidak diperhitungkan. Namun pelan-pelan mampu mengalahkan jurus sakti mandraguna.
Ilmu kanuragannya sangat tinggi. Gerakkan badannya sangat halus. Mengalahkan desir angin”, jawab sang pengelana
“Konon. Dia Sudah lama melakukan tapa brata dan laku yang dijalani. Berbagai jurus yang sering diperagakan para pendekar, dengan tekun dia pelajari. Akhirnya dia mampu menemukan titik lemah dari setiap jurus yang diperagakan”, lanjut sang pengelana.
“Baiklah, tuanku pengelana. Sekarang hamba baru mengerti. Mengapa ada pendekar muda yang belum dikenal ternyata mampu mengalahkan para pendekar yang sudah teruji kesaktiannya”, sahut suara di kerumuman pasar.
“Kalau demikian, hamba hendak pamit. Hamba hendak meneruskan perjalanan ke negeri Seberang”, kata sang pengelana. Sembari menghabiskan kopi yang Sudah terhidang.