07 Mei 2021

opini musri nauli : Puyang (6)

Tidak dapat dipungkiri, membicarakan puyang tidak dapat dilepaskan dari tempat yang ditemukan ornamen dan artefak sebagai kebudayaan adiluhung zaman megalitikum  justru menampakkan sistem kepercayaan. Sistem kepercayaan yang menjunjung tinggi dalam kehidupan.

Menurut Tri Marhaeni S. Budisantosa, Didalam karyanya “Kubur Tempayan di Siulak Tenang, Dataran Tinggi Jambi Dalam Perspektif Ekonomi, Sosial dan Kepercayaan, Tradisi pembuatan bangunan megalitik selalu berkaitan dengan kepercayaan adanya hubungan antara orang yang masih hidup dengan nenek moyang mereka yang sudah meninggal. Dalam hal ini manusia pendukung kebudayaan megalitikum percaya nenek moyang yang sudah mati mampu mempengaruhi kesejahteraan hidup masyarakat atau kesuburan tanah dari generasi yang masih hidup. 


Sedangkan Menurut Dominik Bonatz, John David Neidel didalam karya fenomental “The Megalithic Complex of Highland Jambi”, Perbedaan arah hadap mulut tempayan membuktikan bahwa tempayan sengaja dikubur dalam posisi rebah. Arah hadap mulut tempayan ke timur ditemukan juga di Situs Lolo Gedang, Kerinci. Kemungkinan besar arah hadap mulut berkaitan dengan arah kosmis atau mata angin. 


Begitu juga menurut laporan Bont, G.K.H. de. 1922 didalam “De batoe’s larong (kist-steenen) in Boven Djambi, Onderafdeeling Bangko”, menjelaskan Megalitik juga terdapat di Serampas, Sungai Tenang dan Peratin Tuo. 


Bahkan juga ditemukan Megalit di Dusun Tuo Dan Tanjung Putih (Nilo Dingin). Kebudayaan megalitik yang menghasilkan bangunan dari batu besar merupakan kebudayaan terakhir dari zaman prasejarah (paleoarkeologi). 


Alama cosmopolitan dari zaman megalitikum yang beredar di masyarakat dikenal dengan Legenda Si Pahit Lidah dan Kecik Wong Gedang Wok. Cerita ini dikenal di berbagai tempat di Uluan Jambi. 


Gambaran atau citra terhadap dunia (makrokosmos), ikut menentukan tatanan mikrokosmos yang akan diwujudkan dalam penataan wilayah, ibukota, kompleks keraton, maupun bangunan pada umumnya.


Seperti yang dijelaskan oleh Geldern bahwa menurut doktrin Brahmana, gambaran atas dunia (makrokosmos) atau jagat ini terdiri dari: “Jambudwipa”, sebuah benua berbentuk lingkaran terletak di pusat, dikelilingi oleh tujuh buah samudra berbentuk cincin dan tujuh buah benua lain berbentuk cincin juga.


Sehingga puyang Daerah Uluan Jambi mengenal Legenda Si Pahit Lidah dan Kecik Wong Gedang Wok. 


Baca : Puyang (5)