Alangkah kagetnya ketika menelurusi Syaikh 'Abdus-Samad al-Palimbani dan Samaniyah, kemudian disebutkan perkembangan tarekat Samaniyah di Jambi.
Menurut Arafah Pramasto didalam makalahnya “Kontribusi Syaikh Abdus Shamad Al-Palimbani pada Aspek Intelektual Islam di Nusantara Abad ke-18” dan meminjam Sumber dari Miftah Arifin didalam bukunya Sufi Nusantara : Biografi, Karya Intelektual, dan Pemikiran Tasawuf”, Syaikh 'Abdus-Samad al-Palimbani memilih Tarekat Samaniyyah. Gurunya Syaikh Muhammad bin Abd Al- Karim Al-Samani Al-Madani.
Selain itu juga dikenal Guru-guru Syaikh Abdus Shamad lainnya selama ia belajar di Timur Tengah antara lain Syai- kh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi, Syaikh ‘Abd Al-Mun’im Al-Damanhuri, Syaikh Ibrahim Al-Ra’is Al-Zamzami, Syaikh Muhammad bin Jawhari Al-Mishri serta Syaikh Ath-Tha’ilah Al-Azhari Al- Mishri. Dan menuntut ilmu selama 20 tahun.
Menurut Pirhat Abbas didalam makalahnya “Paham Keagamaan H. Abdul Jalil bin H. Demang : Analisis Kitab Minhaj al- Umniyah fi Bayani ‘Aqidah Ahl al- Sunnah wa al-Jamâ’ah” , salah seorang ulama besar yang berada di pedalaman uluan Batanghari justru ditemukan di Desa Kasiro.
Salah satunya adalah H. Abdul Jalil bin H. Demang yang kemudian menulis kitab Kitab Minhaj al- Umniyah fi Bayani ‘Aqidah Ahl al- Sunnah wa al-Jamâ’ah”. Kitab ini berisikan bidang taufi, fiqh dan tasawuf. Menggunakan aksara Arab Melayu, yaitu tulisan memakai aksara Arab dengan bahasa Melayu. Penulisan dimulai basmalah dan diakhiri tanggal, bulan, serta tahun penulisan kitab. Ditulis pada 1346 H (1924 M).
Paparan selanjutnya yang menerangkan tentang H. Abdul Jalil bin H. Demang dikutip dari makalah Pirhat Abbas.
Abdul Jalil diperkirakan hidup pada 1840-1928 M. Dia pernah menuntut ilmu di tanah suci Mekkah selama lebih-kurang sembilan tahun.
Sepulang dari Mekkah, sekitar 1919, dia membuka madrasah di Desa Kasiro, Kecamatan Batangasai.
Selain itu Abdul Jalil mulai membuka pengajian khusus bagi orang dewasa, yakni pada pagi Jumat sekitar pukul 06.00 sampai 08.00 WIB.
Pengajian diselenggarakan di surau di Dusun Baru, salah satu dusun di Desa Kasiro sekarang. Letak surau tidak jauh dari rumah tuan guru tersebut. Pengajian dimulai dengan pembahasan masalah tauhid, kemudian masalah fiqh dan tasawuf.
kemudian berkembang dan diikuti orang-orang yang ada di desa sekitar Desa Kasiro, seperti Desa Bawah Buluh, Desa Padang Jering Bathin, Desa Padang Jering Hulu, dan Desa Kampung Tengah. Bahkan ada juga yang datang dari desa-desa yang jauh dari Kasiro, seperti dari Pondok Delapan, Lubuk Bedengkung, Kalimau, Pulasu Senggeris, Sungai Pinang,
Ketika Abdul Jalil membuka pengajian dan membuka madrasah, masyarakat di Desa Kasiro dan sekitarnya masih terpengaruh ajaran atau paham Hindu yang percaya animisme, seperti percaya kepada pohon, tanah tumbuh, nenek moyang. dan lain-lain.
Sebelum kedatangan agama Islam, masyarakat Kasiro dan sekitarnya beragama Hindu. Ketika mereka masuk atau menganut Islam, paham atau ajaran animisme masih ada menjadi tradisi turun-temurun.
Masyarakat masih memercayai roh-roh nenek moyang. Ketika mendapat hasil panen padi yang banyak atau mendapat nasib baik dan lain-lain, mereka mengantarkan sesaji ke tempat yang dianggap keramat.
Tempat yang dianggap keramat itu adalah Bukit Sulah yang berjarak sekitar 3 km dari Desa Kasiro.
Di bukit itu, terdapat beberapa makam atau kuburan. Adapun tempat tersebut dinamakan Bukit Sulah karena di bukit itu tidak ada kayu atau pohon yang tumbuh. Yang ada hanya batu-batu besar diselimuti lumut dan tumbuhan kecil .
Tradisi atau kebiasaan seperti mengantar sesaji ke Bukit Sulah setelah panen berhasil atau mendapat kelebihan lain serta upacara- upacara lain yang masih dekat paham animisme, oleh Abdul Jalil diubah atau digantikan dengan membaca manaqib.
Di Desa Kasiro, sampai sekarang yang populer adalah manaqib Saman (membaca riwayat dan pengalaman spritual Syekh Muhammad Saman yang fantastis, menakjubkan, dan di luar kemampuan manusia biasa).
Muhammad Saman adalah pendiri tarekat Samaniyah. Di Indonesia, khususnya di Palembang dan Jambi, tarekat ini dikembangkan oleh Syekh Abdu al-Shamad al-Palimbani.
Setelah membaca manaqib, terkadang diikuti dengan pembacaan tahlil dan ditutup doa.
Kandungan Kitab Minhaj al-Umniyah fi Bayani ‘Aqidah Ahl al-Sunnah wa al-Jamâ‘ah terdiri dari Tauhid, Fiqh dan Tasawuf.
Didalam tasawuf dimulai dengan ma‘rifatullah. Yang dimaksud dengan ma‘rifatullah adalah mengenal Allah. Sebelum mempelajari ma‘rifatullah, terlebih dahulu harus diketahui mubâdî yang sepuluh.
Pertama, hadd ilmu, batasan ilmu. Ilmu dibatasi dengan beberapa ‘aqaid yang berhubungan dengan agama yang muncul dari beberapa dalil yang yakin.
Kedua, maudhu‘ ilmu, sasaran ilmu, yaitu zat Allah dan zat semua nabi dari sisi yang wajib, mustahil, dan harus.
Ketiga, wâdhi‘ ilmu, pengantar ilmu, yaitu Abu al-Hasan al-Asy‘ary.
Keempat, ism ilmu, nama ilmu, yaitu ilmu tauhid, ilmu sifat, ilmu ‘aqaid, Ilmu ushuluddin, dan ilmu kalam.
Kelima, ghayah ilmu, kelebihan ilmu, yaitu dapat membedakan antara beberapa ‘aqaid yang sahih dan yang binasa serta mengetahui ilmu yang sahih dan ilmu yang fâsad.
Keenam, hukum ilmu, yaitu mengetahui ilmu ini adalah wajib ‘ain atas setiap mukallaf.
Ketujuh, maksud ilmu, yakni masalah yang tetap, yang berhubungan dengan ilmu ushuluddin beserta dalil-dalilnya.
Kedelapan, istimdâd ilmu, tempat keluar ilmu, yaitu Alquran dan Hadis Nabi.
Kesembilan, fâidah ilmu, yaitu tercapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat, masuk surge, serta kekal di dalamnya.
Kesepuluh, nisbah ilmu, hubungan ilmu dengan ilmu agama menurut cara Nabi Muhammad.
Sehingga Menurut Pirhat Abbas, Abdul Jalil cenderung ke tasawuf falsafi, bukan tasawuf suni.
Kalau tasawuf suni lebih banyak menekankan masalah akhlak, ibadah, dan zikir, uraian Abdul Jalil tidak sedikit pun menyinggung soal itu, tetapi lebih banyak mempersoalkan ilmu, akal, dan kaidah-kaidah berpikir atau logika.
Baca : Ulama Jambi (7)