Seloko Mentaro dikenal masyarakat di daerah Timur Jambi. Mentaro adalah penanaman pinang yang disusun berbaris. Ditanami sedikit rapat. Untuk menjadi batas tanah.
Mentaro juga mirip dengan pinang belarik. Belarik artinya berbaris. Dikenal di dareah Tengah Jambi. Dapat ditemukan di berbagai tempat di Tebo. Mentaro atau pinang belarik juga mirip dengan kleko. Istilah Kleko ditemukan di daerah uluan Masyarakat Jambi.
Baik mentaro, pinang belarik atau kleko merupakan ajaran, perilaku, hukum, dan nilai yang sangat sarat dengan nilai-nilai alam sekitarnya. Sekaligus menunjukkan bahwa masyarakat Melayu Jambi mengambil inspirasi dari tumbuhan di sekitar mereka untuk merumuskan kearifan lokal dan pedoman hidup.
"Mentaro" adalah tanda atau penanda tradisional yang digunakan untuk membatasi tanah. Ia berfungsi sebagai indikator yang jelas mengenai kepemilikan atau penggunaan yang ditetapkan untuk sebidang tanah. Praktik ini melibatkan penanaman jenis vegetasi tertentu, seperti pinang, jelutung, kelapa tanah tumbuh, andong, atau tanaman khas lainnya, untuk menciptakan batas yang terlihat dan diakui. Metode ini tidak hanya menetapkan batas fisik tetapi juga memiliki bobot budaya dan hukum dalam masyarakat.
Seloko mentaro di berbagai Desa mencerminkan adat istiadat setempat sambil mempertahankan tujuan intinya. Bahkan di Kecamatan Kumpeh juga dikenal nama Desa Pulau Mentaro.
Sungai Bungur "Mentaro" berfungsi sebagai penanda batas penting untuk tanah yang telah dibuka untuk budidaya. Ini secara eksplisit terkait dengan "Larangan Krenggo," sebuah aturan yang melarang orang lain untuk menggarap tanah yang sudah ditandai dengan "Mentaro". Jika tanah yang dibuka dan ditandai dengan "Mentaro" tidak diusahakan selama tiga tahun, sanksi adat, seperti menyediakan "bubur putih," dapat dikenakan.
Di SponjenMirip dengan Sungai Bungur, "Mentaro" di Sponjen menentukan batas-batas tanah yang baru dibuka. "Larangan Krenggo" juga berlaku di sini, mencegah orang lain merambah tanah yang sudah dibatasi oleh “Mentaro".
Di Sogo, "Mentaro" digunakan untuk menandai batas antara pemilik tanah yang berbeda. Seperti desa-desa yang disebutkan di atas, konsep "Larangan Krenggo" memperkuat kesucian batas-batas yang ditentukan oleh "Mentaro" ini, mencegah pembukaan lahan tanpa izin oleh orang lain.
Sebagai batas tanah, mentaro kemudian dikenal juga sebagai perenggan. Di Serdang Jaya, istilah "Perenggan" digunakan secara bergantian dengan "Mentaro". Ini mengacu pada batas tanah yang ditandai dengan tanaman tertentu seperti pinang, jelutung, andong, atau bahkan fitur fisik seperti parit, yang semuanya menunjukkan batas tanah.
Mentaro, perenggan juga dikenal di Rantau Rasau. Dengan istilah “watas” atau batas. Rantau Rasau: "Watas" adalah istilah yang lebih luas untuk batas, tetapi "Mentaro" secara khusus mengacu pada batas tanah atau lahan antara individu maupun antar desa. Di Rantau Rasau, "Mentaro" sering kali melibatkan penanaman pohon pinang secara rapat dan berjejer untuk membentuk demarkasi yang jelas.
Sungai Beras: Di Sungai Beras, "Perenggan" adalah istilah lokal untuk batas kepemilikan tanah, ditandai dengan tanaman yang ditanam lebih rapat daripada tanaman lain di area tersebut.