Memasuki
Bulan Februari 2017, Jambi kemudian “dihadiahkan” berita tentang banjir yang
menggenangi hampir seluruh wilayah di Jambi. Berbagai berita kemudian “muara”
dari akibat salah urus Negara didalam menata sumber daya alamnya.
Dengan luas 2,1 juta hektar
kawasan hutan namun laju (deforestrasi)
menyebabkan luas lahan kritis di Provinsi Jambi pada tahun 2007 yaitu
618.891 ha (kritis 614.117 ha dan sangat kritis 4.774 ha). Pada tahun
2011 luas lahan kritis meningkat menjadi 1.420.602 ha (kritis 341.685 ha dan
sangat kritis 1.078.917 ha)[1].
Penurunan luasan tutupan lahan hutan Jambi selama
kurun waktu 10 tahun berkurang sebesar 1
juta hektar. Dari 2,4 juta hektar pada tahun 1990 menjadi 1,4 juta hektar pada
tahun 2000 atau sebesar 29,66 persen dari total luas wilayah Jambi. Pengurangan
tutupan lahan hutan ini terjadi di dataran rendah dan pegunungan, yaitu 435
ribu hektar. Sisanya terjadi di lahan rawa gambut.
Belum lagi kawasan hutan sekitar 40 % dari
wilayah Propinsi Jambi ternyata tidak diimbangi dengan pemberian izin kepada
masyarakat. Masyarakat yang telah berada dan sekitar hutan ternyata mengalami
persoalan terhadap “ruang kelola rakyat”.
Terhitung
sejak Pertengahan Februari 2017, berbagai pemberitaan “menggambarkan”
daerah-daerah yang dilewati banjir. Daerah-daerah yang semula tidak “pernah”
mengalami banjir kemudian menggenangi rumah-rumah penduduk, menghabiskan
persawahan dan perkebunan, jalan hingga memutuskan akses terhadap jalur
distribusi pertanian.
Dari
berbagai pemberitaan, maka fakta-fakta mengejutkan.
Dimulai
dari Kantor Bupati Kuala Tungkal[2],
kemudian putusnya jalan Desa Kuningan Sungai Bengkal dan banjir di Lambur,
Muara Sabak yang menggenangi Sekolah, Jalan dan puskesmas[3]
dan kembali tenggelamnya 200 hektar di RT 15 Tungkal 1, Tungkal Ilir, Kuala
Tungkal[4].
Memasuki
awal bulan Maret, banjir kemudian mulai menyebar di Desa Lamban Sigatal (Pauh,
Sarolangun)[5]. Banjir
juga menggenangi Jln Hayam Huruk, Jelutung Jambi yang disebabkan drainase yang
tersumbat[6].
Sehari
kemudian tanggal 2 Maret 2017, banjir tidak hanya mulai menggenangi Muara Bungo
(Tanjung Gedang, Kelurahan Manggi, Dusun Tanjung Menanti, Babeko, Rantau
Panjang) menggenangi 1775 rumah[7],
namun juga terjadi di Kuala Tungkal sebanyak 37 rumah, Desa Sepintun yang
menggenangi 80 rumah. Banjir juga terjadi di Lubuk Sebotan yang menggenangi 36
rumah.
Sehari
kemudian tanggal 3 Maret 2017 banjir mulai mengilir ke Batin III dengan
menggenangi 850 rumah dan membuat jalan menjadi terputus[8].
Dan terus menggenangi pagar Puding dan membanjiri 307 rumah[9].
2
hari kemudian, tanggal 6 Maret 2017, banjir terus menggenangi Teluk Rendah Ilir
(Tebo) yang menggenangi SD dan Madrasah, Rantau Api yang menenggalamkan 27 KK,
Muara Kilis 150 KK dan Mangupeh 100 KK. Banjir juga banjir menenggelamkan 6000 kk di Taman Agung
(Bungo), di Mandiangin, Pauh (Sarolangun)[10].Sehari
kemudian banjir semakin menenggelamkan 8.223 rumah di Sarolangun, Merangin dan
Bungo[11].
Dari
Tebo banjir terus ke Muara Ketalo menenggelamkan 320 KK, ke Teluk Rendah Ilir
yang membanjiri SD dan MTS[12],
Maro Sebo Ulu yang menggenangi 944 hektar lahan padi. Sehari kemudian banjir
mengenangi Betung Bedarah Barat menenggelamkan 223 KK, Sungai Aro 66 KK dan
Betung Bedarah Timur 198 KK.
Sementara
itu dihari yang sama, banjir menggenangi Tanjung Benuang dan Pamenang Selatan
yang mengakibatkan kerugian di 11.410 rumah, 8 SD, 5 unit Ibadah dan 4 Unit
Puskesmas.
Di
Bangko banjir mengenangi Lubuk Napal mengakibatkan 54 rumah dan Ulak Makam 34
rumah[13].
Sehari
kemudian menggenangi Desa-Desa di Kecamatan Sumay seperti Teluk Singkawang 24 KK, Lembak Bungur 11 KK,
Jati Belarik 74 KK. Di Hari sama juga menggenangi Pulau Kayu Aro (Sengeti)
menenggelamkan 40 rumah[14].
Banjir juga terjadi di Batin XXIV, Muara Bulian dan Maro Sebo yang
menenggelamkan 3.278 rumah. Banjir juga terjadi di Bagan Pete Jambi yang
menewaskan 2 orang[15].
Tanggal
10 Maret 2017, banjir semakin ke hilir. Pasar Tembesi, Muara Bulian, Rantau
Kapas Mudo, Karmeo kemudian menenggelamkan 12.000 rumah. Sementara di hari
sama, Banjir juga Embacang Gedang/Muara Tabir kemudian menenggelamkan
710 KK. Banjir juga terjadi di Bangko Pintas yang menggenangi 168 KK , Tambun
Arang (180 KK), Tanah Garo (407 KK) dan Punti Kalo (45 KK)[16].
Dari
Tebo banjir kemudian mengilir ke Sungai Alai (38 KK), Tengah Ulu (210 KK),
Pelayang (46 KK), Margo Jaya (550 KK), Bedaro Rampak (92 KK), Teluk Pandak (30
KK)[17],
Sungai Keruh (305 KK), Teriti (50 KK) dan Tambun Arang (148 KK). Banjir juga
terjadi di Desa Kampung Baru, Batanghari yang menenggalamkan 3215 rumah[18].
Banjir
terus terjadi mengilir mengikuti derasnya Sungai Batanghari. Menghinggapi Teluk
Rendah Ilir (62 KK), Teluk Rendah Ulu (125 KK), Sungai Bengkal Barat (37 KK),
Desa Kunangan (160 KK) dan Kelurahan Sungai Bengkal (45 KK)[19].
Bahkan
terus ke Rambutan Masam (717 KK), Rantau
Kapas Mudo (424 KK), Ampelu (259 KK), Rantau Kapas Tuo (319 KK),
Pematang V Suku (189 KK), Tanjung Marwo
(41 KK) dan Suka Ramai (82 KK)[20].
Pada
hari yang sama, tanggal 13 Maret 2017, banjir juga terjadi di Payo Selincah,
Lingkar Timur yang menyebabkan jalan menjadi terputus. Selain itu juga banjir
terjadi di Kelurahan Intan Jaya, Kuala Tungkal (15 rumah) dan Pintas Tuo, Tabir
(335 KK)[21].
Empat
hari kemudian banjir mulai merayap naik ke Sengeti, Pematang Jering, Kedotan,
Taman Rajo, Maro Sebo, Kumpeh 1.933 Rumah, 3 Puskesmas, 7 Posyandu, 26 Sekolah,
9 Rumah Ibadah[22]. Banjir
juga terjadi di Legok yang membanjiri puskesmas, di Danau Sipin (582 KK) dan
Telanaipura (559 KK)[23].
Sementara
itu di Berbak dan Muara Sabak kemudian membanjiri 8 SD dan 4 SMP[24].
Di
Sengeti, banjir menenggelamkan 591 hektar padi dan 103 hektar jagung[25].
Tiga hari banjir kemudian menggenangi Pasar Angso Duo[26]
Apabila
kita melihat daerah-daerah yang dilewati banjir maka dipastikan disebabkan oleh
hulu sungai yang sudah rusak. Dengan melihat daerah banjir dihubungkan dengan
Peta RTRW Propinsi Jambi dan alur sungai maka terhadap banjir dapat dihubungkan
sebagai “tata kelola hutan” yang sangat buruk.
Mengikuti alur banjir 2017 maka kita dapat mengikuti pola banjir yang terus berulang setiap tahun.
Sungai
Batang Hari merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari, yang
terdiri atas beberapa sub DAS seperti Sub DAS Batang Tembesi, Sub DAS Jujuhan,
Sub DAS Batang Tebo , Sub DAS
Batang Tabir, Sub DAS Tungkal dan Mendahara, Sub DAS Air Hitam, Sub DAS Airdikit, Sub DAS
Banyulincir. Namun ada juga menyebutkan Batang Asai, Batang Tembesi, Batang Merangin, Batang Tabir, Batang
Tebo, Batang Sumay, Batang Bungo, dan Batang Suliti.
Aliran
Sungai Batanghari dan anak-anak sungainya dapat dilayari sepanjang 3.224 km
dengan lebar 50-65 meter. Kedalaman alur pelayaran antara 1-10 meter. Sekitar
95 % ekspor Jambi setiap tahunnya diangkut melalui Sungai Batanghari. Disamping
itu, bahan bakar minyak. Disamping itu, bahan bakar minyak, bahan kebutuhan dan
muatan umum lainnya diangkut dan didatangkan ke Jambi melalui Sungai
Batanghari.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Hari
merupakan DAS terbesar kedua di Indonesia, mencakup luas areal tangkapan (catchment area) ± 4.9 juta Ha.
Sekitar 76 % DAS Batang Hari berada pada provinsi Jambi, sisanya berada pada
provinsi Sumatera Barat.
DAS Batang Hari juga berasal dari berada di
dalam kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT). Di Landscape TNBT terdapat
Margo Sumay, Marga IX Koto, Marga VII Koto dan Marga Tungkal Ulu.
Hulu Sungai Batanghari juga berasal dari
TNKS. Bermuara ke Batang Tembesi, ke Batang Merangin, ke Batang Bungo bahkan
juga mengairi batang tebo.
Muara Sungai dari TNKS terdapat Margo Batin
Pengambang, Marga Batang Asai, Datuk Nan Tigo, Marga Bukit Bulan (Sarolangun)
dan Seluruh Marga di Bangko. Termasuk juga mengairi sungai di Marga Batin III
Ulu, Marga Pelepat (Bungo).
Hulu Sungai Batanghari juga berasal dari di
Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). Marga Air Hitam dan Kawasan Orang Rimba
di Makekal merupakan kehidupan masyarakat yang hulu sungai berasal dari Taman
Nasional Bukit 12.
Dari
Batang Tembesi, air kemudian menggenangi Desa Lamban Sigatal Pauh tanggal 1
Maret 2017 terus ke Desa Sepintun[27],
Sarolangun, Pauh dan Mandiangin[28].
Banjir di alur Batang Tembesi yang kemudian bertemu di Sungai Batanghari di
Muara Tembesi disebabkan hulu Sungai yang hancur disebabkan tambang.
Di
hulu Batang Tembesi terdapat Batang Asai yang mengilir ke Sarolangun. Sungai Mempenau, Sungai
Ampar, Sungai Batang Asai, dan Sungai Sako Merah telah rusak akibat PT. ANTAM. Selain
itu juga lima sungai besar dan 95 anak sungai di Kabupaten Sarolangun, Jambi,
telah tercemar[29].
Belum lagi ancaman PT. Semen Baturaja yang mengancam wilayah wilayah yang
mengilir ke Batang Asai[30]
Banjir
di Pauh mengingatkan banjir yang menggenangi tahun 2013. Dan tahun 2016 bahkan
kemudian mengakibatkan banjir bandang di Enam desa, yakni Desa Panca Karya, Demang, Mansao, Temenggung,
Muara Limun, dan Pulau Pandang, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun[31]
dan menyebabkan 300 KK terisolir[32].
Banjir dari Batang Tembesi
kemudian membanjiri Pulau Kayu Aro (Sengeti), Batin XXIV, Muara
Bulian dan Maro Sebo.
Di Bangko banjir menggenangi Tanjung
Benuang dan Pamenang Selatan. Selain itu juga Lubuk Napal Ulak Makam.
Selain
juga Pasar Tembesi, Muara Bulian, Rantau Kapas Mudo, Karmeo, Embacang
Gedang/Muara Tabir, Bangko Pintas, Tambun Arang , Tanah Garo dan Punti Kalo.
Sementara
dari Ulu Batang Bungo kemudian menyebabkan 850 rumah dan membuat jalan
menjadi terputus[33]. Dan
terus menggenangi pagar Puding dan membanjiri 307 rumah[34].
2 hari kemudian, tanggal 6 Maret 2017, banjir terus menggenangi Teluk Rendah
Ilir (Tebo), Rantau Api, Muara Kilis dan Mangupeh. Selain itu juga menyebabkan
banjir di Tanjung Gedang, Kelurahan Manggi, Dusun Tanjung Menanti, Babeko,
Rantau Panjang.
Ulu
Batang Sumay rusak diakibatkan deforestrasi menyebabkan Batang Sumay
menyebabkan banjir di Desa-Desa di Kecamatan Sumay seperti Teluk Singkawang, Jati Belarik
Batang
Tebo kemudian menyebabkan banjir di Muara Ketalo, Teluk Rendah Ilir, Maro Sebo Ulu
terus Betung Bedarah Barat Sungai Aro dan Betung Bedarah Timur, Sungai Alai, Tengah Ulu, Pelayang, Margo Jaya,
Bedaro Rampak, Teluk Pandak, Sungai Keruh, Teriti dan Tambun Arang Banjir juga
terjadi di Desa Kampung Baru, Batanghari yang menenggalamkan 3215 rumah[35].
Banjir
terus terjadi mengilir mengikuti derasnya Sungai Batanghari. Menghinggapi Teluk
Rendah Ilir, Teluk Rendah Ulu, Sungai Bengkal Barat, Desa Kunangan dan
Kelurahan Sungai Bengkal. Bahkan terus ke Rambutan Masam, Rantau Kapas Mudo, Ampelu,
Rantau Kapas Tuo, Pematang V Suku,
Tanjung Marwo dan Suka Ramai
Banjir
kemudian bermuara ke Jambi, Kuala Tungkal, Sabak, Kumpeh, Bahkan menewaskan 2
orang di Bagan Pete (Jambi) merayap naik ke ke Sengeti, Pematang Jering,
Kedotan, Taman Rajo, Maro Sebo, Kumpeh.
Dengan
melihat alur banjir yang menggenangi 9 Batang Air dengan kerusakan di hulu
sungai yang menyebabkan banjir menggenangi diseluruh wilayah Jambi, alam sudah
memberikan tanda akan semakin tergerusnya daya dukung lingkungan hidup di
Jambi.
Belum
ada upaya serius oleh pemangku kepentingan stakeholder terhadap upaya
pengembalian fungsi alam seperti reboisasi, perlindungan kawasan ulu sungai, mengembalikan
fungsi menyebabkan kerusakan lingkungan hidup tidak dapat diabaikan lagi.
Curah
hujan yang tinggi yang tidak mampu ditampung oleh ulu sungai kemudian bermuara
di daerah hilir Jambi (Muara Jambi, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur)
menyebakan musim tanam oleh petani menjadi bergeser.
Bulan
April – Mei merupakan tahun tanam bagi petani untuk menanam. Namun hingga Bulan
Juni, curah hujan masih tinggi dan masihnya tergenang areal “peumoan” di daerah
hilir menyebabkan petani belum dapat “beumo”.
Selain
mengancam kehidupan petani, musim banjir yang terus berulang menyebabkan
kepandiran kita untuk melihat alam.
[1] Walhi, 2014
[2] Jambi Independent, 14 Februari 2017
[3] Jambi Independent, 22 Februari 2017
[4] Tribun, 28 Februari 2017
[5] Tribun, 1 Maret 2017
[6] Tribun, 1 Maret 2017
[7] Tribun, 2 Maret 2017
[8] Jambi Independent, 3 Maret 2017
[9] Tribun, 4 Maret 2017
[10] Jambi Independent, 6 Maret 2017
[11] Tribun, 7 Maret 2017
[12] Tribun, 8 Maret 2017
[13] Jambi Independent, 8 Maret 2017
[14] Jambi Independent, 9 Maret 2017
[15] Tribun, 9 Maret 2017
[16] Jambi Independent, 10 Maret 2017
[17] Tribun, 11 Maret 2017
[18] Jambi Independent, 11 Maret 2017
[19] Tribun, 12 Maret 2017
[20] Jambi Independent, 13 Maret 2017
[21] Tribun, 13 Maret 2017
[22] Tribun, 17 Maret 2017
[23] Jambi Independent, 17 Maret 2017
[24] Jambi Independent, 18 Maret 2017
[25] Tribun, 20 Maret 2017
[26] Tribun, 23 Maret 2017
[27] Tribun, 2 Maret 2017
[28] Jambi Independent, 6 Maret 2017
[29] Walhi, 2016
[30] Kompas, 26 September 2014
[31] Jambi Independent, 28 Maret 2017
[32] beritasatu.com, 28 Maret 2017
[33] Jambi Independent, 3 Maret 2017
[34] Tribun, 4 Maret 2017
[35] Jambi Independent, 11 Maret 2017