20 November 2025

opini musri nauli : Hak Anak Pasca Perceraian

 

Perceraian adalah peristiwa yang mengguncang dan mengubah kehidupan, tidak hanya bagi pasangan yang berpisah, tetapi terutama bagi anak-anak. Meskipun ikatan pernikahan terputus, hubungan antara orang tua dan anak tidak pernah terputus. Oleh karena itu, memastikan bahwa hak-hak anak tetap terlindungi dan terpenuhi pasca perceraian adalah tanggung jawab mutlak kedua orang tua dan sistem hukum.

Di Indonesia, perlindungan hak anak pasca perceraian diatur secara tegas dalam berbagai undang-undang, seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan perubahannya, serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan perubahannya.

Berikut adalah hak-hak fundamental anak pasca perceraian yang wajib menjadi perhatian utama:

 Hak Asuh (Hadhanah)

Hak yang paling mendasar adalah hak untuk diasuh dan dibesarkan.

 * Prioritas Pengasuhan: Hukum di Indonesia cenderung memberikan hak asuh kepada ibu untuk anak yang belum mencapai usia tertentu (biasanya 12 tahun/usia mumayyiz dalam hukum Islam) dengan pertimbangan kebutuhan akan kasih sayang. Namun, setelah anak mencapai usia tersebut, anak memiliki hak untuk memilih tinggal bersama ayah atau ibu.

 * Kepentingan Terbaik Anak: Putusan hak asuh pengadilan selalu didasarkan pada prinsip "kepentingan terbaik bagi anak" (the best interest of the child). Ini mencakup pertimbangan kondisi psikologis, lingkungan, dan kemampuan finansial orang tua.

 Hak Mendapatkan Kasih Sayang dan Kontak dengan Kedua Orang Tua

Perceraian orang tua bukan berarti perceraian dengan salah satu orang tua.

 * Hak Kunjungan (Visitation Rights): Orang tua yang tidak memegang hak asuh (biasanya disebut orang tua non-kustodial) berhak sepenuhnya untuk menjenguk, bertemu, dan berkomunikasi dengan anaknya. Orang tua yang memegang hak asuh tidak boleh menghalangi hak ini, kecuali ada alasan yang membahayakan keselamatan anak.

 * Pengasuhan Bersama (Joint Custody): Meskipun tidak umum diterapkan di Indonesia, prinsipnya adalah memastikan anak tetap menerima kasih sayang, bimbingan, dan dukungan yang seimbang dari kedua orang tua.

Hak Nafkah (Kewajiban Finansial)

Hak anak untuk mendapatkan kehidupan yang layak adalah hak yang tidak bisa dinegosiasikan.

 * Kewajiban Ayah: Berdasarkan hukum, ayah tetap wajib memberikan nafkah kepada anaknya, terlepas dari siapa yang memegang hak asuh. Kewajiban ini termasuk biaya pendidikan, kesehatan, pakaian, dan kebutuhan hidup sehari-hari hingga anak dewasa atau mandiri (atau sampai menikah untuk anak perempuan).

 * Besaran Nafkah: Pengadilan menetapkan besaran nafkah berdasarkan kemampuan ayah dan kebutuhan riil anak. Nafkah ini harus dipenuhi tepat waktu dan tidak boleh ditelantarkan.

Hak Pendidikan dan Kesehatan

Kedua orang tua harus memastikan bahwa perceraian tidak mengganggu masa depan dan kesejahteraan fisik anak.

 * Pendidikan: Anak berhak melanjutkan pendidikan di sekolah terbaik yang dapat diusahakan, tanpa harus pindah sekolah hanya karena perubahan status keluarga.

 * Kesehatan: Anak berhak mendapatkan jaminan kesehatan dan perawatan medis yang memadai.

Hak untuk Didengar (Right to be Heard)

Sejalan dengan UU Perlindungan Anak, anak memiliki hak untuk menyampaikan pendapatnya dalam setiap proses hukum yang berkaitan dengan dirinya.

 * Pertimbangan Suara Anak: Dalam penentuan hak asuh, terutama bagi anak yang sudah mengerti (mumayyiz), hakim harus mempertimbangkan dan menghargai keinginan anak mengenai tempat tinggalnya.

 Anak bukanlah objek perebutan melainkan subjek yang harus dilindungi. Kedua orang tua harus mengedepankan kerjasama (co-parenting) dan menanggalkan ego pribadi demi tumbuh kembang psikologis anak yang sehat dan optimal. Perceraian seharusnya hanya mengakhiri hubungan suami-istri, bukan hubungan kekeluargaan yang utuh.