28 Oktober 2025

opini musri nauli : Perkembangan Regulasi Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan di Indonesia

 


Regulasi perdagangan karbon di sektor kehutanan Indonesia terus berkembang. Perubahan signifikan terlihat dari digantikannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) Nomor 7 Tahun 2023 dengan sebuah Rancangan Peraturan Menteri Kehutanan (Perubahan PermenLHK 7/2023). Perkembangan ini mencerminkan upaya pemerintah untuk menyesuaikan kerangka hukum dengan regulasi payung yang lebih baru dan komprehensif, yaitu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK). 


Perbandingan dan Analisis Regulasi Secara fundamental, Rancangan Peraturan Menteri Kehutanan yang baru mengadopsi regulasi payung NEK yang lebih baru dan komprehensif, yaitu Perpres Nomor 110 Tahun 2025, sebagai dasar hukum utama, menggantikan PermenLHK No. 7 Tahun 2023 yang mengacu pada Perpres Nomor 98 Tahun 2021. 

Penyesuaian fundamental ini mengadopsi regulasi payung NEK yang lebih baru dan komprehensif (Perpres No. 110/2025). Fokus Mekanisme dan Institusi Rancangan Permen Kehutanan yang baru menegaskan fokus sektoral dengan hanya mengatur Tata Cara Perdagangan Karbon melalui mekanisme Offset Emisi GRK Sektor Kehutanan. Hal ini berbeda dengan PermenLHK No. 7 Tahun 2023 yang mengatur Perdagangan Karbon yang meliputi mekanisme Offset Emisi GRK dan juga Perdagangan Kuota Emisi GRK. 


Penegasan sektoral ini fokus hanya pada perdagangan Offset Emisi GRK (pengurangan/penyerapan emisi) yang relevan dengan sektor Kehutanan. Selain itu, terdapat penyesuaian kewenangan institusi penerbitan regulasi. 


Rancangan Peraturan Menteri yang baru akan ditetapkan oleh Menteri Kehutanan. Penegasan kewenangan ini sejalan dengan Perpres No. 175 Tahun 2024 tentang Kementerian Kehutanan, menggantikan PermenLHK No. 7 Tahun 2023 yang ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK). Peta Jalan dan Terminologi Proyek Rancangan Permen Kehutanan mewajibkan penetapan Peta Jalan paling lambat 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri berlaku. 


Batasan waktu 2 tahun ini bertujuan menyesuaikan target dengan Perpres 110/2025. PermenLHK sebelumnya mengatur Peta Jalan dalam Keputusan Menteri LHK No. SK. 1027/MENLHK/PHL.KUM.1/9/2023. Rancangan baru juga membawa klarifikasi terminologi, membedakan Unit Karbon domestik (SPE GRK – memerlukan DRAM, 


Dokumen Rancangan Aksi Mitigasi) dan Unit Karbon internasional (non-SPE GRK – memerlukan DPP, Dokumen Perencanaan Proyek). Klarifikasi terminologi ini penting untuk SPE GRK dan DPP untuk non-SPE GRK. Perdagangan Luar Negeri dan Perlindungan Sosial Dalam konteks perdagangan luar negeri, 

Rancangan Permen Kehutanan memperkuat rincian untuk Integritas Karbon dengan mengatur kebutuhan Otorisasi dan Corresponding Adjustment (CA) untuk perdagangan yang memenuhi ketentuan Artikel 6.2 dan 6.4 Persetujuan Paris. Hal ini bertujuan untuk menghindari pencatatan ganda (double counting) Unit Karbon yang akan dijual ke luar negeri. 


Aspek perlindungan sosial juga mengalami penguatan. Rancangan regulasi mewajibkan penerapan prinsip perlindungan sosial, meliputi ketentuan FPIC (Free Prior Informed Consent), pembagian manfaat yang adil, dan perlindungan hak atas tanah/budaya lokal. 


Penegasan kewajiban FPIC dan pengelolaan risiko konflik sosial (tenurial, ekonomi, tata kelola) untuk memastikan aspek safeguard ini diperkuat, dibandingkan PermenLHK sebelumnya yang hanya mengatur kewajiban pengelolaan risiko dan aspek sosial. Konsolidasi Regulasi Secara keseluruhan, Rancangan Permen Kehutanan mencabut dan menyatakan tidak berlaku PermenLHK Nomor 7 Tahun 2023, serta tiga Permen Kehutanan sebelumnya. 


Hal ini menjadi konsolidasi regulasi untuk menyatukan semua aturan Perdagangan Karbon di Sektor Kehutanan dalam satu kerangka kerja. Kekuatan dan Kelemahan Regulasi PermenLHK Nomor 7 Tahun 2023 Kekuatan PermenLHK No. 7 Tahun 2023 adalah sebagai landasan awal yang mengatur Perdagangan Karbon. 


Selain itu, PermenLHK sebelumnya mencakup mekanisme Perdagangan Kuota Emisi GRK, memberikan opsi mekanisme yang lebih luas. Namun, kelemahannya adalah PermenLHK ini mengacu pada regulasi payung (Perpres 98/2021) yang kini telah diganti dan dianggap kurang komprehensif. PermenLHK ini akan dicabut/diganti. 


Rancangan Permen Kehutanan (Perubahan PermenLHK 7/2023) Kekuatan utama Rancangan Permen Kehutanan adalah keselarasan regulasi dengan mengadopsi Perpres No. 110/2025. Regulasi ini juga memberikan penguatan integritas karbon melalui rincian Otorisasi dan CA. Selain itu, adanya penegasan FPIC dan perlindungan sosial menunjukkan komitmen perlindungan sosial yang lebih kuat. 


Namun kelemahannya adalah fokus yang terbatas hanya pada mekanisme Offset Emisi GRK. Terdapat pula tantangan implementasi Peta Jalan baru dalam batasan waktu 2 tahun yang memerlukan kecepatan dan koordinasi tinggi. 

Rekomendasi bagi Para Pihak 

  1. Pemerintah (Kementerian Kehutanan): Prioritaskan Penetapan Peta Jalan: Memastikan Peta Jalan (Dokumen Proyek) yang baru ditetapkan dalam batas waktu 2 tahun untuk menyesuaikan target dengan Perpres 110/2025. Sosialisasi Komprehensif: Melakukan sosialisasi masif mengenai perubahan mendasar (terutama fokus pada Offset Emisi GRK dan rincian FPIC) kepada para pelaku usaha dan masyarakat. 
  2. Pelaku Usaha (Pemegang Izin/Proyek Karbon): Adaptasi Dokumen Proyek: Memastikan dokumen proyek (seperti DRAM atau DPP) mematuhi klarifikasi terminologi dan persyaratan yang baru. Perkuat Aspek Safeguard Sosial: Menginternalisasi secara ketat prinsip FPIC dan mekanisme pembagian manfaat yang adil untuk meminimalkan risiko konflik sosial dan tenurial, sejalan dengan penegasan dalam Rancangan Permen baru. 
  3. Masyarakat Adat dan Lokal: Aktif Menuntut FPIC: Memanfaatkan penegasan FPIC dalam regulasi baru sebagai dasar untuk memastikan persetujuan yang benar-benar bebas, didahului, dan diinformasikan penuh sebelum proyek karbon dilaksanakan di wilayah mereka. Monitor Pembagian Manfaat: Mengawasi dan menuntut skema pembagian manfaat yang adil dan transparan dari proyek-proyek karbon yang beroperasi di wilayah mereka.