03 Mei 2018

opini musri nauli : MAKNA KEDATANGAN IMAM BESAR AL AZHAR


Disela-sela pertemuan   High Level Consultation of World Moslem Scholars on Wasatiyyah Islam di Bogor, 1-4 Mei 2018, Grand Syaikh Al Azhar, Mesir, Prof. Dr. Ahmed Al Thayyeb (sering juga disebut Mufti Al Azhar atau Imam Besar Mesjid Al Azhar) menyempatkan diri datang ke PBNU. Pertemuan yang dimaknai sebagai “pentingnya” agenda silahturahmi ke PBNU dalam rangkaian perjalanan di Indonesia.



Tentu saja, sebagai tokoh yang paling berpengaruh didunia Islam, peran Imam Besar Al Azhar[1] tidak dapat diabaikan saja. Al Azhar sebagai salah satu “kiblat” menghasilkan intelektual islam yang mampu menjelaskan persoalan Ibadah dengan jalur dan jejaknya hingga ke akarnya (nasab) hingga mampu menjelaskan Islam dengan wajah teduh. Upaya yang jauh meninggalkan Arab Saudi yang kini “terseok-seok” hendak membenahi dengan upaya modernisasi yang dilakukan Sang Putra mahkota.

Kedatangan Imam Besar Al Azhar juga mempunyai beribu makna. Kedatangan ke PBNU bukanlah sekedar symbol dan silahturahmi belaka.

Akar panjang NU dengan berbagai sejarah perkembangan ilmu pengetahuan tidak dapat dilepaskan para nahdiyin yang “disekolahkan” disana.

Sebagai salah satu kiblat, Al Azhar menerima para santri-santri dari pesantren klasik di Indonesia. Para santri Pesantren Thawalib Putra (santri tempat putraku mengaji)[2] dijamin lulus kuliah disana.

“Tidak perlu test, ya”. Kata putraku meyakinkan mutu dari pesantren-nya. Dan itu masih berlaku hingga sekarang dan termasuk juga para santri dari pesantren-pesantren klasik di Indonesia.

Sehingga tidak salah kemudian, NU mendapatkan hati di Al Azhar. Prof. Quraish Shihab, Prof. Said Aqil Siroj, Gus Mus dan Gubernur NTT adalah alumni Al Azhar. Dan pengajian mereka lebih “teduh”, kaya ilmu dan sepi dari hasutan untuk memprovokasi jemaahnya agar bertindak radikal. Ciri khas pengajian NU selain menyampaikan tema-tema Islam dengan adem tidak lupa dibumbuhi banyolan. Banyolan yang menjawab persoalan dengan akal sehat.


Sebagai salah satu Ormas Islam terbesar dan tertua (bersama-sama dengan Muhammadiyah), NU terbukti handal didalam menghadapi berbagai pelik kebangsaan. Ditengah “kegamangan” dan mempertanyakan eksistensi Islam dan Kebangsaan, Islam-Indonesia, bahkan ada upaya-upaya sistematis membenturkan Islam dengan dasar negara, Islam dengan Pancasila, NU mampu piawai memainkan biduk perahu meliuk-liuk ditengah lautan. Dengan perahu Phinisi Nusantara, tema Nusantara kemudian mampu menghipnotis dan mengeluarkan wajah Islam dari “sangar”, ‘sarang teroris” dan wajah garang”. NU berhasil menampilkan wajah yang teduh. Menawarkan prinsip dari Islam. Islam untuk semua manusia. Islam yang melindungi semua umat manusia.

Islam yang mengajak menyelesaikan persoalan bangsa secara bersama-sama. Islam yang mampu memisahkan urusan politik dan urusan agama dalam bingkai yang saling beriringan. Tanpa menggunakan agama untuk kepentingan politik. Dan Islam yang menawarkan berbagai solusi dari persoalan kebangsaan.

Sehingga tidak salah kemudian kedatangan Mufti Mesir lebih dimaknai penegasan pandangan Al Azhar dalam menawarkan Islam yang teduh. Islam yang damai (Rahmatin Lil Alamin).

Sehingga tidak salah kemudian berbagai upaya membangun pemaksaan negara Khilafah kurang mendapatkan dukungan dari Al Azhar. Mufti Mesir sendiri menegaskan “Gerakan radikal dan manhaj takfirisasi merupakan pertentangan dari agama. Dan tidak dibenarkan memonopoli kebenaran. Bahkan dengan tegas Menyatakan “menolak negara khilafah.

Tema negara “khilafah” sempat memantik diskusi di tanah Air. Hizbut Tharir Indonesia (HTI) tidak henti-hentinya mengkampanyekan dan bermain di ranah public.

Padahal Hizbut Tharir sudah dilarang berbagai negara-negara Timur Tengah seperti Mesir, Yordania, Arab Saudi, Suriah, Libya, Turki telah malarang HT.

Mesir membubarkan Hizbut Tahir pada tahun 1974 lantaran diduga terlibat upaya kudeta dan penculikan mantan atase Mesir. Di Suriah, organisasi ini dilarang lewat jalur ekstra-yudisial pada 1998.

Sementara Turki secara resmi melarang Hizbut Tahrir.

Di belahan dunia yang lain, Rusia dan Jerman juga melarang eksistensi organisasi. Di Rusia, Mahkamah Agung memasukkan Hizbut Tahrir dalam 15 organisasi teroris pada 200. Konsekuensinya, Hizbut Tahrir dilarang melakukan kegiatan apapun di Rusia.

Syukurlah Indonesia bertindak cepat. Pemerintah kemudian menyatakan sebagai organisasi terlarang. Dan dinyatakan tidak dapat dibenarkan hidup dimuka bumi pertiwi. Disejajarkan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Tidak salah kemudian kedatangan Mufti Al Azhar dapat memberikan keteduhan kepada semua penduduk Indonesia.


[1] Didirikan tahun 970 M. Universitas yang paling tua memberikan gelar.
[2] Pesantren Thawalib Putra didirikan oleh Bapak HAMKA tahun 1912. Namun yang unik, Pesantren ini justru berangkat dari para pemikir-pemikir Muhammadiyah di Sumatera Barat.