Disela-sela
pertemuan High
Level Consultation of World Moslem Scholars on Wasatiyyah Islam di Bogor, 1-4
Mei 2018, Grand
Syaikh Al Azhar, Mesir, Prof. Dr. Ahmed Al Thayyeb (sering juga disebut Mufti
Al Azhar atau Imam Besar Mesjid Al
Azhar) menyempatkan diri datang ke PBNU. Pertemuan yang dimaknai sebagai “pentingnya”
agenda silahturahmi ke PBNU dalam rangkaian perjalanan di Indonesia.
Tentu
saja, sebagai tokoh yang paling berpengaruh didunia Islam, peran Imam Besar Al
Azhar[1]
tidak dapat diabaikan saja. Al Azhar sebagai salah satu “kiblat” menghasilkan
intelektual islam yang mampu menjelaskan persoalan Ibadah dengan jalur dan
jejaknya hingga ke akarnya (nasab) hingga mampu menjelaskan Islam dengan wajah
teduh. Upaya yang jauh meninggalkan Arab Saudi yang kini “terseok-seok” hendak
membenahi dengan upaya modernisasi yang dilakukan Sang Putra mahkota.
Kedatangan
Imam Besar Al Azhar juga mempunyai beribu makna. Kedatangan ke PBNU bukanlah
sekedar symbol dan silahturahmi belaka.
Akar
panjang NU dengan berbagai sejarah perkembangan ilmu pengetahuan tidak dapat
dilepaskan para nahdiyin yang “disekolahkan” disana.
Sebagai
salah satu kiblat, Al Azhar menerima para santri-santri dari pesantren klasik
di Indonesia. Para santri Pesantren Thawalib Putra (santri tempat putraku
mengaji)[2]
dijamin lulus kuliah disana.
“Tidak
perlu test, ya”. Kata putraku meyakinkan mutu dari pesantren-nya. Dan itu masih
berlaku hingga sekarang dan termasuk juga para santri dari pesantren-pesantren
klasik di Indonesia.
Sehingga
tidak salah kemudian, NU mendapatkan hati di Al Azhar. Prof. Quraish Shihab,
Prof. Said Aqil Siroj, Gus Mus dan Gubernur NTT adalah alumni Al Azhar. Dan
pengajian mereka lebih “teduh”, kaya ilmu dan sepi dari hasutan untuk
memprovokasi jemaahnya agar bertindak radikal. Ciri khas pengajian NU selain
menyampaikan tema-tema Islam dengan adem tidak lupa dibumbuhi banyolan.
Banyolan yang menjawab persoalan dengan akal sehat.
Sebagai
salah satu Ormas Islam terbesar dan tertua (bersama-sama dengan Muhammadiyah),
NU terbukti handal didalam menghadapi berbagai pelik kebangsaan. Ditengah “kegamangan”
dan mempertanyakan eksistensi Islam dan Kebangsaan, Islam-Indonesia, bahkan ada
upaya-upaya sistematis membenturkan Islam dengan dasar negara, Islam dengan
Pancasila, NU mampu piawai memainkan biduk perahu meliuk-liuk ditengah lautan.
Dengan perahu Phinisi Nusantara, tema Nusantara kemudian mampu menghipnotis dan
mengeluarkan wajah Islam dari “sangar”, ‘sarang teroris” dan wajah garang”. NU
berhasil menampilkan wajah yang teduh. Menawarkan prinsip dari Islam. Islam
untuk semua manusia. Islam yang melindungi semua umat manusia.
Islam
yang mengajak menyelesaikan persoalan bangsa secara bersama-sama. Islam yang
mampu memisahkan urusan politik dan urusan agama dalam bingkai yang saling
beriringan. Tanpa menggunakan agama untuk kepentingan politik. Dan Islam yang
menawarkan berbagai solusi dari persoalan kebangsaan.
Sehingga
tidak salah kemudian kedatangan Mufti Mesir lebih dimaknai penegasan pandangan
Al Azhar dalam menawarkan Islam yang teduh. Islam yang damai (Rahmatin Lil
Alamin).
Sehingga
tidak salah kemudian berbagai upaya membangun pemaksaan negara Khilafah kurang
mendapatkan dukungan dari Al Azhar. Mufti Mesir sendiri menegaskan “Gerakan
radikal dan manhaj takfirisasi merupakan pertentangan dari agama. Dan tidak
dibenarkan memonopoli kebenaran. Bahkan dengan tegas Menyatakan “menolak negara
khilafah.
Tema
negara “khilafah” sempat memantik diskusi di tanah Air. Hizbut Tharir Indonesia
(HTI) tidak henti-hentinya mengkampanyekan dan bermain di ranah public.
Padahal
Hizbut Tharir sudah dilarang berbagai negara-negara Timur Tengah seperti Mesir,
Yordania, Arab Saudi, Suriah, Libya, Turki telah malarang HT.
Mesir
membubarkan Hizbut Tahir pada tahun 1974 lantaran diduga terlibat upaya kudeta
dan penculikan mantan atase Mesir. Di Suriah, organisasi ini dilarang lewat
jalur ekstra-yudisial pada 1998.
Sementara
Turki secara resmi melarang Hizbut Tahrir.
Di
belahan dunia yang lain, Rusia dan Jerman juga melarang eksistensi organisasi.
Di Rusia, Mahkamah Agung memasukkan Hizbut Tahrir dalam 15 organisasi teroris
pada 200. Konsekuensinya, Hizbut Tahrir dilarang melakukan kegiatan apapun di
Rusia.
Syukurlah
Indonesia bertindak cepat. Pemerintah kemudian menyatakan sebagai organisasi
terlarang. Dan dinyatakan tidak dapat dibenarkan hidup dimuka bumi pertiwi.
Disejajarkan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Tidak
salah kemudian kedatangan Mufti Al Azhar dapat memberikan keteduhan kepada
semua penduduk Indonesia.
[1] Didirikan tahun 970 M. Universitas
yang paling tua memberikan gelar.
[2] Pesantren Thawalib Putra
didirikan oleh Bapak HAMKA tahun 1912. Namun yang unik, Pesantren ini justru berangkat
dari para pemikir-pemikir Muhammadiyah di Sumatera Barat.