Mengenal
Desa Tanjung Mudo, Merangin tidak dapat dipisahkan dari sejarah Marga Sungai
Tenang, Pungguk 6, Pungguk 9 dan Koto 10, Tanah-Irung. Tanah Gunting dan Rio
Penganggun Jagobayo.
Pusat
Pungguk 6 di Dusun Pulau Tengah, Pungguk 9 di Dusun Renah Pelaan dan Koto 10 Di
Dusun Gedang. Depati Gento Rajo sebagai Kepala Pemerintahan di Pulau Tengah,
Pemangku Sanggo Ning di Rajo di Renah Pelaan (Perdes Desa Renah Pelaan Nomor 2 Tahun 2015) dan Depati Suko Merajo (Perdes Desa Gedang Nomor 3
Tahun 2011)
Tanah
Gunting. Atau dengan istilah “mengirung dan mengunting tanah Koto Sepuluh”. Berdasarkan tembo : “muaro
sungai titian teras di sungai sirih (sungai tembesi sekarang), peradun limau
keling (mudik tanjung alam), terus ketanah genting, pauh belepang, dusun talang
lengis, laju ke muaro sungai matang di sungai sirih mudik ke sungai sirih”.
Sebagai
sejarah, tutur ditengah masyarakat mempunyai keunikan. Hubungan kekerabatan
antara Tanjung Mudo dalam rumpun Pungguk 6 dan Koto 10 adalah hubungan yang
kuat.
Dusun
Tanjung Mudo merupakan tanah pemberian dari Koto 10 namun penduduknya berasal
dari Pungguk 6 yaitu berasal dari Dusun Baru dan Dusun Kototeguh. Mereka
kemudian “beladang jauh” di wilayah
Koto 10. Di masyarakat dikenal dengan istilah “Tanah Koto 10, belalang Pungguk 6”. Ada juga menyebutkan “Belalang Pungguk 6. Padang Koto 10.
Sejarah
ini masih melekat dan terpatri didalam Peraturan Desa Tanjung Mudo No 7 Tahun
2011 (Perdes Desa Tanjung Mudo).
Sedangkan Masyarakat Pungguk Sembilan Tanahnya
merupakan pemberian Koto Sepuluh yang kemudian disebut dengan “Belalang
Pungguk Sembilan Padang Koto Sepuluh”.
Didalam
Perdes Desa Tanjung Mudo (Masyarakat
menyebutkan “Piagam Rio Penganggun Jagobayo), sebagai “keturunan” dari Rio
Penganggun Jagobayo.
Struktur
“Rio” dibawah dari Koto 10 yang yang berpusat di Dusun Gedang dikenal sebagai “Depati Suka Merajo’. Istilah “Depati” menunjukkan Pemerintahan
setingkat Dusun (sebelum dibatalkan UU
No. 5 Tahun 1979). Sedangkan “Rio”
pemerintahan dibawah Dusun (dulu dikenal
sebagai kampong).
Begitu
juga di Pungguk 6, Depati Gento Rajo yang membawahi “Rio Pembarap” (dusun Koto
Teguh) dan “Rio Gento Pedataran.
Selain
di Marga Sungai Tenang, di Marga Senggrahan juga demikian. Rio Kemunyang hanya
menunjuk kepada Desa Durian Rambun (Perdes
Durian Rambun No 2 Tahun 20120). Bandingkan dengan Depati Tiang Menggalo (Dusun Kandang), Depati Surau Gembala
Halim (di Dusun Klipit), Depati
Kurawo (di dusun Lubuk Beringin) dan Depati
Renggo Rajo (di Lubuk Birah).
Didalam
laporan “Bijdragen tot de Taal, Kerintji”,
juga dikenal Rio seperti Rio Mangku Bumi (Mendapo
Limo Dusun), Datuk Penghulu Rio Dunin Depati Kubang (Mendapo Depati Tudjuh) dan Rio Gagah Sabit (Mendapo Hiang)
Dalam
literatur Onderafdeeling Muarabungo, Bungo, Sarolangun dan sebagian dari Muara
Tebo dan Muara Tembesi. F. J. Tideman dan P. L. F. Sigar, Djambi, Kolonial
Institutut, Amsterdam, 1938, disebutkan “di
daerah hulu Sungai Batanghari, masyarakat mengenal dusun sebagai pemerintahan
terendah (village government). Dusun terdiri dari beberapa kampung, Mengepalai
Kepala Dusun adalah Depati. Dibawah Depati adalah Mangku. Dusun-dusun kemudian
menjadi Margo. Pembagian kekuasaan dalam negeri atau dusun di daerah hulu
adalah bathin dengan gelar Rio, Rio Depati atau Depati, di daerah hilir
penguasanya adalah Penghulu atau Mangku dibantu oleh seorang Menti (penyiar,
tukang memberi pengumuman)
Didalam
catatan lain ditemukan, “Rio” adalah Kepala Pemerintahan. “Rio” merupakan Putra
Asli. Sedangkan Depati bukanlah putra asli.
Berbeda
disampaikan oleh Elsbeth Locher-Scholten yang mengutip “memorie
van Overgave, V.E. Korn, 1936, justru justru menyebutkan “Rio
pemimpin di tingkat Marga. Depati di tingkat Dusun”.
Perda
Kab. Bungo No. 9 Tahun 2007 tentang Penyebutan kepala Desa menjadi Rio, Desa
menjadi Dusun dan Dusun menjadi kampung yang memberlakukan sistem pemerintahan
lokal berdasarkan budaya setempat.
Desa
Tanjung Mudo kemudian mendapatkan Hutan Desa dari Menteri Kehutanan berdasarkan
SK Nomor SK 444/Menhut-II/2011 tanggal 1 Agustus 2011 seluas 1.058 ha.