15 Januari 2020

opini musri nauli : Rio Penganggun Jagobayo




Mengenal Desa Tanjung Mudo, Merangin tidak dapat dipisahkan dari sejarah Marga Sungai Tenang, Pungguk 6, Pungguk 9 dan Koto 10, Tanah-Irung. Tanah Gunting dan Rio Penganggun Jagobayo.

Pusat Pungguk 6 di Dusun Pulau Tengah, Pungguk 9 di Dusun Renah Pelaan dan Koto 10 Di Dusun Gedang. Depati Gento Rajo sebagai Kepala Pemerintahan di Pulau Tengah, Pemangku Sanggo Ning di Rajo di Renah Pelaan (Perdes Desa Renah Pelaan Nomor 2 Tahun 2015) dan  Depati Suko Merajo (Perdes Desa Gedang Nomor 3 Tahun 2011)

Tanah Gunting. Atau  dengan istilah mengirung dan mengunting tanah Koto Sepuluh”. Berdasarkan tembo : “muaro sungai titian teras di sungai sirih (sungai tembesi sekarang), peradun limau keling (mudik tanjung alam), terus ketanah genting, pauh belepang, dusun talang lengis, laju ke muaro sungai matang di sungai sirih mudik ke sungai sirih”.

Sebagai sejarah, tutur ditengah masyarakat mempunyai keunikan. Hubungan kekerabatan antara Tanjung Mudo dalam rumpun Pungguk 6 dan Koto 10 adalah hubungan yang kuat.

Dusun Tanjung Mudo merupakan tanah pemberian dari Koto 10 namun penduduknya berasal dari Pungguk 6 yaitu berasal dari Dusun Baru dan Dusun Kototeguh. Mereka kemudian “beladang jauh” di wilayah Koto 10. Di masyarakat dikenal dengan istilah “Tanah Koto 10, belalang Pungguk 6”. Ada juga menyebutkan “Belalang Pungguk 6. Padang Koto 10.

Sejarah ini masih melekat dan terpatri didalam Peraturan Desa Tanjung Mudo No 7 Tahun 2011 (Perdes Desa Tanjung Mudo).

Sedangkan Masyarakat Pungguk Sembilan Tanahnya merupakan pemberian Koto Sepuluh yang kemudian disebut dengan Belalang Pungguk Sembilan Padang Koto Sepuluh”.

Didalam Perdes Desa Tanjung Mudo (Masyarakat menyebutkan “Piagam Rio Penganggun Jagobayo), sebagai “keturunan” dari Rio Penganggun Jagobayo.

Struktur “Rio” dibawah dari Koto 10 yang yang berpusat di Dusun Gedang dikenal sebagai “Depati Suka Merajo’. Istilah “Depati” menunjukkan Pemerintahan setingkat Dusun (sebelum dibatalkan UU No. 5 Tahun 1979). Sedangkan “Rio” pemerintahan dibawah Dusun (dulu dikenal sebagai kampong).

Begitu juga di Pungguk 6, Depati Gento Rajo yang membawahi “Rio Pembarap” (dusun Koto Teguh) dan “Rio Gento Pedataran.

Selain di Marga Sungai Tenang, di Marga Senggrahan juga demikian. Rio Kemunyang hanya menunjuk kepada Desa Durian Rambun (Perdes Durian Rambun No 2 Tahun 20120). Bandingkan dengan Depati Tiang Menggalo (Dusun Kandang), Depati Surau Gembala Halim (di Dusun Klipit), Depati Kurawo (di dusun Lubuk Beringin) dan Depati Renggo Rajo (di Lubuk Birah).

Didalam laporan “Bijdragen tot de Taal, Kerintji”, juga dikenal Rio seperti Rio Mangku Bumi (Mendapo Limo Dusun), Datuk Penghulu Rio Dunin Depati Kubang (Mendapo Depati Tudjuh) dan Rio Gagah Sabit (Mendapo Hiang)

Dalam literatur  Onderafdeeling Muarabungo, Bungo, Sarolangun dan sebagian dari Muara Tebo dan Muara Tembesi. F. J. Tideman dan P. L. F. Sigar, Djambi, Kolonial Institutut, Amsterdam, 1938, disebutkan “di daerah hulu Sungai Batanghari, masyarakat mengenal dusun sebagai pemerintahan terendah (village government). Dusun terdiri dari beberapa kampung, Mengepalai Kepala Dusun adalah Depati. Dibawah Depati adalah Mangku. Dusun-dusun kemudian menjadi Margo. Pembagian kekuasaan dalam negeri atau dusun di daerah hulu adalah bathin dengan gelar Rio, Rio Depati atau Depati, di daerah hilir penguasanya adalah Penghulu atau Mangku dibantu oleh seorang Menti (penyiar, tukang memberi pengumuman)

Didalam catatan lain ditemukan, “Rio” adalah Kepala Pemerintahan. “Rio” merupakan Putra Asli. Sedangkan Depati bukanlah putra asli.

Berbeda disampaikan oleh Elsbeth Locher-Scholten yang mengutip  memorie van Overgave, V.E. Korn, 1936, justru justru menyebutkan “Rio pemimpin di tingkat Marga. Depati di tingkat Dusun”.  

Perda Kab. Bungo No. 9 Tahun 2007 tentang Penyebutan kepala Desa menjadi Rio, Desa menjadi Dusun dan Dusun menjadi kampung yang memberlakukan sistem pemerintahan lokal berdasarkan budaya setempat.

Desa Tanjung Mudo kemudian mendapatkan Hutan Desa dari Menteri Kehutanan berdasarkan SK Nomor SK 444/Menhut-II/2011 tanggal 1 Agustus 2011 seluas 1.058 ha.