31 Mei 2021

opini musri nauli : Tracking, assessment, monev dan Eksekusi

Sudah lama saya hendak menuliskan tentang mekanisme didalam mencari “orang-orang” yang pas menduduki jabatan. Jabatan terhadap kebutuhan organisasi. 


Ada perbedaan mengelola Organisasi advokasi dengan Organisasi riset. Mengelola Organisasi advokasi yang paling dibutuhkan adalah “kesetiaan”. Ada yang menyebutkan “loyalitas”. Kesetiaan kepada gagasan, ide dan Tetap berpihak kepad ketidakadilan yang dirasakan oleh rakyat. 

Berbeda dengan Organisasi riset yang mengutamakan kepada kaidah-kaidah akademik, tunduk dengan mekanisme ilmiah dan tentu saja harus memperbanyak menghasilkan berbagai “paper policy”, analisis Kebijakan dan desain yang rapi. 


Lalu apakah ketika merekrut orang untuk menduduki jabatan di Organisasi advokasi semata-mata didasarkan kepada “like and dislike”. 


Tentu saja sebagai “alat ukur” yang bisa dilakukan sekaligus mengukur tahap-tahap pekerjaan, sifat profesionalisme juga diperlukan. Mekanisme itulah yang kemudian diturunkan menjadi sistem yang Terbuka, transparan dan dapat diukur. 


Mekanisme inilah yang biasa dikenal dari Tahap tracking dan assessment. 


Teringat beberapa waktu yang lalu, saya kemudian disodori “ukuran” melakukan tracking para staf sekaligus mengukur assessment. Lengkap dengan “item-Item” yang rumit, tabel, presentasi bahkan catatan yang dihasilkan. 


Dengan “membuat item-item” dalam kebutuhan Organisasi, orang yang menduduki jabatan kemudian dapat diukur secara berkala, rutin dan dapat dilakukan penilaian setiap saat. 


Sistem itulah yang kemudian saya lakukan. Sekaligus “alat ukur” mengukur kinerja dari pekerjaan staf yang telah diberikan tanggungjawab. 


Secara “rutin”, 3 bulan sekali, saya memberikan reward terhadap mereka yang mencapai prestasi. Baik dengan mengirimkan mereka ke lembaga pelatihan agar dapat meningkatkan kapasitas. 


Mekanisme inilah yang kemudian sering disebut sebagai monitoring dan evaluasi (Monev). 


Atau memberikan “tambahan gizi”, seperti menaikkan tunjangan, meningkatkan honour bulanan. Bahkan hingga menjadi penanggungjawab mengelola program. 


Dengan sistem yang dibangun, saya cepat mengetahui apakah selama 3 bulan kinerja stabil, Menurun atau malah berprestasi. 


Selain memberikan reward, punishment juga dilakukan. Entah mengurangi fasilitas, berkonsentrasi terhadap pekerjaan yang tertunda. Bahkan apabila kesalahannya fatal, punisment juga harus diterapkan. Termasuk juga mengambil alih sebagai penanggungjawab program. 


Setelah dilakukan monev maka mekanisme yang harus dilakukan adalah eksekusi. Reward dan punishment adalah eksekusi dari hasil monev. 


Dengan mekanisme yang telah dilakukan maka dapat dilakukan penilaian dari pihak manapun. Dan skor hasil evaluasi menjadi pedoman didalam melihat kinerja dari para staf yang pernah saya lakukan. 


Saya cuma mengurusi Organisasi advokasi aja mempunyai mekanisme yang ketat, alat ukur yang efektif sekaligus alat ukur yang obyektif, lalu apakah lembaga sebesar Indonesia tidak mempunyai cara yang saya lakukan. 


Entahlah. Namun saya percaya, mekanisme lebih ketat justru akan dilakukan oleh negara.