13 Juli 2021

opini musri nauli : Jawi (2)

 


Membaca Berita tentang Sapi yang masuk ke pekarangan Kantor Bupati Merangin membuat saya mengernyitkan kening. 


Sapi yang biasa dikenal dengan nama jawi yang masuk menimbulkan polemik. Mengapa hewan bisa memasuki Kantor Bupati Merangin yang berada di tengah-tengah kota Bangko. Atau di jantung keramaian. 

Jawi (sapi) sering dipadankan dengan kerbau. Seloko seperti “luko dipampeh. Mati dibangun” adalah proses hukum acara pidana adat dan kemudian memuat sanksi. 


Istilah “Bangun” adalah sanksi yang diberikan terhadap kejahatan adat yang menyebabkan matinya seseorang. 


Ya. Seperti pembunuhan atau penganiayaan yang menyebabkan matinya orang lain. 


Nah, Sanksinya kemudian dikenal “Kerbo sekok. Beras seratus. Selemak-semanis” yang dipadankan “kerbo sekok” adalah kerbau seekor. Dilengkapi beras seratus gantang dan bumbu gulainya.


Beberapa tempat kemudian sapi dapat menggantikan kerbo didalam sanksi terberat. 


Disisi lain sebenarnya pengaturan tentang ternak dikenal didalam hukum adat Jambi. Lihatlah “Umo bekandang Siang, ternak bekandang malam”, “humo bekandang siang. Ternak bekandang malam” atau ““Padi Bapaga Siang. Kebau Bakandang Malam”.


Seloko ini dapat dimaknai sebagai pengaturan hewan ternak (termasuk kerbau dan sapi). 


Makna “ternak bekandang malam”, “kerbo bakandang malam” adalah seluruh hewan ternak tidak boleh dibiarkan berkeliaran. 


Harus diatur ditempat yang memang disediakan untuk hewan ternak. Biasanya disebut “padang gembalaan”. 


Tempat yang memang dikhususkan untuk hewan ternak. 


Dengan demikian, berbeda dengan pandangan kalangan yang meminta pertanggungjawaban terhadap kelalaian petugas yang tidak menjaga kantor Bupati Merangin, saya justru melihat kesalahannya adalah “pemilik ternak”. 


Mengapa “pemilik ternak” lalai sehingga “jawi” dapat “main jauh” ke kantor Bupati Merangin. 


Dan terhadap sanksi terhadap kelalaian dari pemilik ternak Sudah diatur didalam Hukum adat Jambi. 



Advokat. Tinggal di Jambi