Syahdan. Terdengar suara berbisik ditengah malam. Diujung balairung Istana Kerajaan. Para punggawa kerajaan sedang gundah gulana..
“Tuanku, Punggawa kerajaan. Mengapa wajahmu bermuram durja. Apakah yang terjadi ?”, tanya sang dubalang raja heran. Tidak seperti biasanya, sang punggawa kerajaan. Menimbulkan kemasyulan.
“Benar, dubalang raja. Kami sedang bersusah hati. Berbagai persoalan menimpa negeri Astinapura belum jua berkesudahan.
Para dedemit masih menyerang negeri Astinapura”, jawab sang punggawa kerajaan. Sembari merapikan jubah kebesarannya.
“Raja Astinapura sedang masyul”, Demikian kata sang punggawa kerajaan. Wajahnya menampakkan kekhawatiran.
“Percayalah, Punggawa kerajaan. Para pendekar sudah mulai dikumpulkan oleh Raja Astinapura. Bukankah serangan dedemit kepada negeri Astinapura mulai reda. Berbagai pintu perbatasan sudah dijaga para pendekar dari se antero negeri Astinapura”, sanggah sang dubalang Raja. Sembari mengibaskan jubahnya.
Semilir angin malam terlalu dingin. Tidak mampu ditutupi oleh jubahnya.
“Benar, dubalang Raja. Serangan dari dedemit mulai bisa dikendalikan. Tapi kegundahan hati sang Raja benar-benar mengganggu suasana di balairung istana. Demikian, dubalang Raja”, jawab sang punggawa kerajaan.
Sang dubalang Raja tidak mau melanjutkan pembicaraannya.
Dengan tenang dia kemudian meninggalkan balairung istana. Kembali ke pasebanan. Mengaso setelah perjalanan panjang.