Menurut kamus besar bahasa Indonesia (online), arti kata “re-so-nan-si” adalah dengungan, gema atau getaran suara. Dapat juga diartikan sebagai peristiwa turut bergetarnya suatu benda karena pengaruh getaran gelombang elektromagnetik luar.
Kata “resonansi” sering juga dlekatkan sebagai kata setiap akhir tahun. Ataupun sebagai kata yang menghubungkan sebuah peristiwa Penting dalam kurun waktu tertentu.
Saya lebih suka menggunakan kata “resonansi” sebagai bagian melihat perjalanan yang sudah ditempuh selama setahun. Resonansi juga bagian dari “refleksi” perjalanan setahun. Sekaligus menjadi bahan “motivasi” untuk menatap masa depan.
Tidak dapat dipungkiri, perjalanan setahun ini cukup melelahkan. Berbagai peristiwa politik selama setahun ini kemudian mengajarkan kepada saya.
Gagasan besar yang mempertemukan dalam satu jaringan. Sekaligus menjadi “cermin” untuk melihat bagaimana agenda-agenda politik dikemas untuk mengusung gagasan.
Dan itu tidak mudah. Berbagai intrik ataupun manuver yang sempat melelahkan menjadi bagian pengingat. Bagaimana ide-ide besar Tetap konsisten harus diusung.
Secara pribadi, tahun 2021 adalah tahun Penting didalam perjalanan hidup saya. Tahun 2021 adalah tahun paling produktif menulis. Bayangkan selama setahun, saya menuliskan berbagai tema sebanyak 911 opini. 3 x lipat dari tahun sebelumnya 322 opini.
Bulan April 2021 adalah bulan yang paling produktif. Menuliskan berbagai tema 321 tulisan. Bahkan satu hari pernah menulis 32 tulisan.
Lagi-lagi berbagai tema. Entah istilah hukum yang menarik perhatian, Hukum adat Jambi, cerita pewayangan, pernak-pernik tentang rangking Alexa ataupun tentang penyebaran Islam di Jambi. Sekaligus juga menyusuri berbagai tarekat yang ada di Jambi.
Tema tarekat menarik perhatian setelah saya menyusuri berbagai dokumen. Entah hasil Kajian seperti hasil Penelitian, Skripsi, tesis, Disertasi ataupun berbagai kitab yang bersebaran di berbagai Pesantren di Jambi.
Tema ini adalah muara dari proses panjang dan interaksi yang saya temukan di berbagai tempat di Jambi.
Entah yang berada di Uluan Sungai Batanghari (Uluan Jambi). Ataupun interaksi dengan berbagai komunitas yang masih eksis dan terus berkiprah didalam penyebaran di Jambi.
Tema ini cukup berat. Selain kesulitan mendapatkan berbagai bahan juga didasarkan akses yang masih terbatas.
Berbagai tarekat yang ada dan masih eksis di Jambi adalah bukti dan jejak yang tidak dapat dipungkiri. Perjalanan islam ternyata mempunyai akar yang panjang dengan peradaban Islam di dunia.
Entah dari Haramain (Mekkah dan Medinah), Yaman, Turki, Mesir dan India.
Jejak Tarekat baik yang kemudian mengikrarkan diri secara Terbuka maupun yang menginduk dan kemudian menjadi bagian dari Tarekat Naqshabandiyah (Naqsyabandiyah/ Naqsabandiyah) adalah Pekerjaan besar yang mesti pelan-pelan ditelusuri.
Dan Jambi mempunyai kesempatan besar untuk menjadi salah satu tuan rumah yang dapat menjadi Rujukan perjalanan Islam di Nusantara.
Tentu saja diperlukan pekerjaan besar dan panjang untuk mewujudkannya.
Saya bersyukur mulai dipertemukan dengan berbagai tarekat yang masih eksis di Jambi. Dan kekayaan terbesar saya di tahun 2021 merupakan kenangan indah yang terlalu sayang untuk dilewatkan.
Resonansi 2021 mulai merasakan getarannya. Dari dipaksa merasakan jalan yang macet karena angkutan batubara, jalan berlubang di berbagai tempat hingga kemudian menjelang akhir tahun merasakan “indahnya” menikmati jalan di berbagai tempat.
Entah jalan Jambi - Muara Bulian melewati Jalan Ness bak “jalan tol”, angkutan batubara yang Sudah mulai diatur-setidak-tidaknya hingga pertengahan tahun, hingga mulai dikerjakan jalan Jambi - Tanjung (dikenal sebagai jalan Jambi - Kumpeh).
Salah satu jalan yang paling maut saya rasakan.
Berbeda dengan jalan yang saya rasakan ketika menyusuri desa-desa di Pantai Timur Sumatera Utara. Selain jalan Pantai Timur yang menghubungkan antara Sumut dengan Riau, praktis jalan “benar-benar” tidak dapat dinikmati dengan nyaman. Apabila tidak mau disebutkan sebagai “jalur darurat”.
Menikmati jalan yang menghubungkan antara Kota atau Kabupaten adalah bagian dari “cara menilai” kepemimpinan membangun daerahnya.
Sehebat apapun “orator” dan pidato yang berbuih-buih, namun ketika jalan yang menghubungkan antara kota dan Kabupaten kemudian masih terjebak dan tidak dapat dinikmati dengan baik, alangkah baiknya kemudian kita berfikir.
Apakah pantas kemudian dia disebut sebagai Pemimpin ?
Namun getar resonansi 2021 yang paling dirasakan justru ketika menjelang akhir tahun kemudian meluncurkan “Laporan Marga/Batin dan Sanak”.
Sebuah laporan yang sempat “ngendon” selama 2 tahun tergolek didalam arsip.
Sebagai sebuah laporan yang berangkat dari berbagai pendekatan dan dimensi tentu saja mengalami pergumulan, ide-ide yang bersileweran dan bergumul di petarungan pemikiran.
Berbagai kisah, manuver, intrik bahkan sempat mengalami pergulatan panjang menyebabkan laporan ini harus mengalami berbagai “filter’.
Entah dengan menajamkan dengan mengundang para Ahli, membentangkannya didalam forum multi pihak (FGD) dengan mengundang Seluruh pemangku kepentingan (Stake holder) hingga kemudian mengalami “refleksi”.
Apakah pantas laporan yang hendak diluncurkan dapat membantu “menjernihkan” dan cara pandang berbagai pihak didalam melihat persoalan yang menimpa “orang Rimba” atau “sanak” ?
Pertanyaan demi pertanyaan menggumpal di Kepala.
Namun sebagai “oase”, laporan ini terlalu sayang kemudian tidak disampaikan kepada publik.
Terlepas dari kekurangan, kekurangdalaman analisis, hingga belum banyak “Pisau analisis” didalam memotret laporan, namun perspektif baru telah dihasilkan.
Membicarakan Orang Rimba/Sanak juga tidak dapat dilepaskan dari cara pandang masyarakat Melayu Jambi.
Justru “cara pandang” masyarakat Melayu Jambi akan meletakkan “Standing” yang tepat didalam lintasan pergaulan sehari-hari.
Sebuah perspektif yang dapat membantu menjawab persoalan yang menjadi laten dan terus mengintai dalam kehidupan sehari-hari.
Tentu saja masih banyak analisis yang mendalam untuk memotret laporan ini agar Utuh. Selain akan memperkaya gagasan yang dihasilkan, laporan ini kemudian menjadi “warna’ dan menjadi “nyawa” dari persoalan sehari-hari.
Terlepas dari resonansi yang telah dihasilkan, getaran suara ataupun gema yang dihasilkan harus mempunyai makna memasuki tahun 2022.
Getaran itu harus menggema. Menjadi getaran yang mempengaruhi gelombang perubahan. Menciptakan elektromagnetik yang menggerakkan orang. Agar menatap masa depan yang lebih baik.
Meminjam Kata-kata Sun Tzu "Perjalanan seribu mil dimulai dari satu langkah”.
Dan saya telah memulai langkah Kecil. Tanpa harus menghiraukan mereka yang masih terus bermimpi besar.
Tanjung Tinggi, Belitung, Akhir Tahun 2021