Menurut data berbagai sumber, Secara etimologis, kata simbol berasal dari bahasa Yunani, symballein, Sobat Zenius. Symballein merupakan kata kerja yang artinya menyatukan atau mengumpulkan. Dalam buku Kamus Istilah Sastra, yang ditulis oleh Hartoko dan Rahmanto (1998), symballein berarti melemparkan bersama suatu benda atau perbuatan yang dikaitkan dengan suatu ide.
Frederick William Dillistone (1903-1993), seorang profesor teologi dan penulis buku-buku tentang simbol juga menyampaikan bahwa simbol adalah suatu benda yang memiliki bentuk atau pola seperti gambar dan bahasa, yang dicocokan dengan benda lainnya.
Jadi simbol itu sendiri merupakan suatu benda yang menggambarkan atau melambangkan benda-benda yang dekat dalam kehidupan kita.
Kata Symbol kemudian mengalami penyaduran menjadi Simbol.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (online), simbol adalah lambang.
Ditengah masyarakat Melayu Jambi, berbagai ornamen menunjukkan berbagai simbol. Corak batik Jambi menampilkan motif.
Berbagai motif batik seperti Motif Kapal Sanggat, Motif Angso Duo, Motif Bungo Melati, Motif Durian Pecah, Motif Batik Batanghari adalah simbol-simbol yang digunakan untuk menggambarkan kehidupan sehari-hari di masyarakat Melayu Jambi.
Menurut berbagai sumber, Dekorasi rumah Adat Jambi sarat dengan berbagai simbol. Rumah Adat jambi yang kemudian dikenal Kajang Laka menggambarkan berbagai bentuk ukiran. Motif flora seperti motif Bungo Tanjung, Tampuk Manggis dan Bungo Jeruk.
Motif Bungo Tanjung diukir di bagian depan. Sementara motif Bungo Jeruk diukir di luar rasuk atau belandar dan diatas pintu.
Sedangkan motif fauna lebih banyak menggunakan motif ikan. Sekaligus menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat yang memang tidak dapat dipisahkan dari Sungai.
Sementara itu, berbagai kegiatan kebudayaan di Melayu Jambi juga sarat dengan simbol-simbol.
Kegiatan Penting seperti Kenduri Sko yang Masih diadakan setiap tahun di Kerinci, Sungai Penuh dan Kabupaten Merangin menggambarkan rasa syukur kepada Tuhan Yang maha Esa atas hasil panen.
Didalam prosesi tidak dapat dilepaskan tradisi seperti simbol nasi kuning. Simbol nasi kuning hampir merata dikenal di berbagai masyarakat Melayu di Sumatera. Sebagai ungkapan syukur dari kenikmatan yang diterima.
Nasi kuning juga sering dipagelaran seperti “khitanan”, “kelahiran”, “lulus sekolah. Bahkan tradisi nasi kuning juga diadakan ketika sang murid usai khatam Al Qur’an.
Simbol kerbau juga menjadi bagian tidak terpisahkan dari masyarakat Melayu Jambi. Simbol “Kepala Kerbau” digunakan menjadi bentuk penghormatan kepada Pemimpin. Kepala Kerbau diserahkan kepada pemangku adat sebagai bentuk rasa hormat yang tidak terpisahkan.
Ritual dan simbol Kepala kerbau juga dapat dilihat didalam perkawinan. Kedua mempelai secara bergantian menginjak Kepala Kerbau.
Simbol ini menggambarkan agar kedua mempelai dapat meninggalkan “perangai bujang dan gadis”.
Seloko seperti “yang Bujang tinggallah perangai Bujang” diucapkan sebagai prosesi dan simbol memasuki kehidupan baru. Sekaligus menempatkan kedua mempelai memulai prosesi menatap masa depan.