18 Juli 2022

opini musri nauli : Punai

 


Ketika seloko “Awak nak harap meraup.  Sejumputpun Idak dak dapat” kemudian disandingkan dengan “Mengharapkan punai di udara. Telur di tanganpun dilepaskan”, maka ditemukan kata “punai”. 


Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata “punai” diartikan burung yang bulu kepala dan lehernya berwarna biru keabu-abuan, punggung dan sayap bagian atas berwarna cokelat tua kemerah-merahan, sedangkan bagian sayap yang lain berwarna hitam. 

Menurut data berbagai sumber, Punai  sering disebut Green Pigeon adalah genus burung berukuran sedang hingga besar yang tergolong famili Columbidae dan bersaudara dekat dengan merpati. Punai termasuk burung arboreal yang beraktivitas di atas pohon, memamakan buah-buahan


Sebagai burung yang terbang, maka seloko “mengharapkan burung” di udara” diartikan sebagai berharap dapat besar. Namun rejeki yang telah ada di genggaman justru Malah dilepaskan. Sehingga seloko ““Mengharapkan punai di udara. Telur di tanganpun dilepaskan” juga dapat diartikan sebagai “berharap besar” namun yang ada saja Malah dilepaskan. 


“Awak nak harap meraup.  Sejumputpun Idak dak dapat” kemudian disandingkan dengan “Mengharapkan punai di udara. Telur di tanganpun dilepaskan” dapat diartikan sebagai “orang yang berharap rejeki besar” namun seringkali mengabaikan rejeki-rejeki kecil yang telah menjadi haknya (didalam genggaman). 


Seloko ini sekaligus melambangkan “nasehat” sekaligus “ajaran” dari orang tua agar tidak boleh serakah didalam hidupnya. 


Apa yang menjadi haknya, maka bersyukurlah. Agar hidupmu tidak sia-sia. 


Begitu agung pelajaran, nasehat yang diberikan oleh leluhur masyarakat Melayu Jambi. Sehingga tidak dibenarkan hidup ini dinikmati dengan cara serakah. 




Advokat. Tinggal di Jambi