Di beberapa tempat dikenal istilah Mambang.
Istilah Mambang juga dikenal diberbagai dokumen. Misalnya John David Neidel didalam bukunya “ The garden of forking path; History, its erasure and remembrance in Sumatra’s Kerinci Seblat National Park,” dan Jet Bakels, “Kerinci’s Living Past: Stones, Tales, and Tigers”
Menurut mitologi Dataran Tinggi Jambi, penguasa gunung-gunung itu disebut dengan nenek yang mempunyai kesaktian, atau mambang, ialah makhluk halus yang pertama kali menghuni.
Ada juga yang menyebutkan “teluk Wong”.
Di Marga Batin Pengambang dikenal Seloko “Teluk Sakti Rantau Betuah Gunung Bedewo” sebagai penamaan tempat yang dihormati. Hingga sekarang tradisi mengantarkan makanan ataupun sesajen masih dilakukan.
Ditempat yang lain, mambang juga sering disimbolkan dengan kepercayaan.
Kepercayaan berasal dari sebuah kepercayaan pada Dewa-dewa yang diyakini menguasai alam raya, yakni Dewa Langit dan dewa Bumi.
Maka dapatlah kita fahami kenapa cerita rakyat tentang puyang-puyang seringkali dibumbui dengan keheroikan, keghaiban, kesaktian, orang yang suci, mempunyai kekuatan tertentu melebihi yang lain, menguasai sesuatu benda, atau bahkan menjelma dalam bentuk benda mati dan benda hidup lainnya (Lihat D. EL Marzdedeq. Parasit Aqidah : Perkembangan agama-agama kultur dan pengaruhnya terhadap Islam di Indonesia)
Di Marga Sumay mereka menyebutkan “Datuk Perpatih Penyiang Rantau”. Sedangkan di Semambu mereka menyebutkan “Datuk Perpatih Tumenggung Penyiang Rantau”. Di Suo-suo mereka mengenal “Pangeran Singo”
Di Marga Batin Pengambang menyebutkan “nenek semula Jadi”. Nama ini hidup di berbagai desa didalam Marga Batin Pengambang.
Sedangkan di Marga Sungai Tenang ada yang menyebutkan sebagai keturunan “Sutan Geremung”.
Sebagian besar tempat di wilayah Provinsi Jambi mambang juga biasa disebutkan sebagai “puyang”.
Advokat. Tinggal di Jambi