03 Juni 2024

opini musri nauli : Surat Kuasa (4)

 


Didalam membuat surat kuasa juga diperhatikan tentang pemberian kuasa untuk mengajukan gugatan dan gugatan yang diajukan. 


Secara praktis, surat kuasa diberikan oleh pemberi kuasa (prinsipal) kemudian penerima kuasa kemudian yang mengajukan gugatan ke Pengadilan. 


Kekeliruan terhadap penempatan ini justru akan menimbulkan permasalahan. Sebagaimana didalam Yurisprudensi disebutkan “Surat gugatan dibuat dan ditandatangani oleh kuasanya tanggal 3 Desember 1988 sedangkan surat kuasa yang diberikan oleh Penggugat kepada kuasanya baru terjadi pada tanggal 15 Desember 1988 yang bersangkutan belum menjadi kuasa, sehingga ia tidak berhak menandatangani surat kuasa tersebut. {Putusan MARI nomor 359 K/PDT/1992). 

Pemberi kuasa (prinsipal) harus mampu bertindak dimuka hukum, dewasa dan dapat bertanggungjawab dimuka hukum. Yurisprudensi Mahkamah Agung menyebutkan “Surat-surat yang ditandatangani oleh orang-orang yang tidak cakap berbuat dalam hukum (onbekwan personen) tidak dapat diajukan sebagai alat bukti {Putusan MARI nomor 499 K/Sip/1970 Tanggal 4 Pebruari 1970}.


Pemberi kuasa (prinsipal) juga harus menjelaskan apabila kedudukan hukum bertindak atas nama badan hukum. Berbagai peraturan perundang-undangan tegas menyebutkan siapa saja yang dapat bertindak untuk dan atas nama badan hukum. 


Kekeliruan didalam menetapkan siapa yang berhak mewakili badan hukum dapat menyebabkan gugatan tidak dapat diterima. Yurisprudensi Mahkamah Agung menyebutkan “Gugatan Penggugat tidak dapat diterima karena dalam surat gugatan, Tergugat digugat secara pribadi padahal dalam dalil gugatannya disebutkan Tergugat sebagai Pengurus Yayasan yang menjual rumah-rumah milik yayasan, seharusnya Tergugat yang digugat sebagai Pengurus Yayasan. {Putusan MARI nomor 601 K/Sip/1975 Tanggal 20 April 1977}.


Kekuatan surat kuasa juga harus diberi meterai yang secukupnya. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Akibat hukum apabila surat kuasa yang tidak diberikan meterai maka menyebabkan kekuatan dari surat kuasa tidak bermakna. 


Didalam hukum acara perdata, Kekuatan dari meterai juga harus dilekatkan berbagai bukti-bukti tertulis. Sehingga apabila ternyata tidak adanya meterai maka tidak dapat dijadikan bukti dan penilaian terhadap persidangan dimuka persidangan. 


Yurisprudensi Mahkamah Agung menyebutkan “Surat bukti yang tidak bermeterai tidak merupakan alat bukti yang sah {Putusan MARI nomor 589 K/sip/1970 tanggal 13 Maret 1971}”. 


Advokat. Tinggal di Jambi