Perceraian adalah akhir dari sebuah ikatan perkawinan, namun bukan berarti berakhirnya semua tanggung jawab hukum, terutama bagi mantan suami. Hukum di Indonesia, khususnya bagi yang beragama Islam melalui Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan juga Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (yang diubah dengan UU No. 16 Tahun 2019), secara jelas mengatur hak-hak yang wajib dipenuhi oleh mantan suami kepada mantan istrinya.
Memahami hak-hak ini sangat penting agar perempuan dapat memperoleh perlindungan dan keadilan pasca putusnya perkawinan.
Hak Mantan Istri
Berdasarkan Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam, ada beberapa kewajiban mendasar yang harus dipenuhi oleh bekas suami jika perkawinan putus karena talak (perceraian yang diajukan suami), yang sekaligus menjadi hak bagi bekas istri.
1. Mu’tah (Uang atau Barang Penghibur)
* Definisi: Pemberian yang layak dari bekas suami kepada bekas istri, baik berupa uang atau benda, sebagai bentuk penghibur atau kenang-kenangan atas perceraian yang terjadi.
* Syarat: Mu’tah wajib diberikan, kecuali bekas istri telah Qabla al-dukhul (belum dikumpuli) atau ia melakukan nusyuz (pembangkangan). Besaran Mu’tah disesuaikan dengan kemampuan mantan suami dan kepatutan.
2. Nafkah Iddah, Maskan, dan Kiswah
* Definisi: Bekas suami wajib memberikan:
* Nafkah Iddah: Biaya penghidupan selama masa tunggu (iddah).
* Maskan: Tempat kediaman yang layak selama masa iddah.
* Kiswah: Pakaian yang layak selama masa iddah.
* Masa Iddah: Masa tunggu ini umumnya berlangsung selama tiga kali suci atau tiga bulan (jika tidak haid), atau hingga melahirkan jika dalam keadaan hamil.
* Pengecualian: Kewajiban ini gugur jika bekas istri dijatuhi talak ba’in (talak yang tidak bisa dirujuk) atau terbukti melakukan nusyuz (pembangkangan), dan dalam keadaan tidak hamil.
3. Mahar yang Masih Terutang
Jika pada saat perkawinan terdapat mahar (mas kawin) yang belum dibayarkan secara penuh oleh suami, maka:
* Wajib Dilunasi Seluruhnya: Jika perceraian terjadi setelah terjadi hubungan suami istri (ba’da al-dukhul).
* Wajib Dibayar Separuh: Jika perceraian terjadi sebelum terjadi hubungan suami istri (qabla al-dukhul).
4. Nafkah Madhiyah (Nafkah Masa Lampau)
Hak ini berlaku jika selama perkawinan, mantan suami telah lalai atau tidak melaksanakan kewajiban memberikan nafkah kepada mantan istri. Mantan istri berhak menuntut pelunasan nafkah yang terutang tersebut pada saat proses perceraian.
Hak Terkait Harta dan Anak
Selain kewajiban langsung dari mantan suami, mantan istri juga memiliki hak yang berkaitan dengan aset bersama dan anak-anak hasil perkawinan:
1. Pembagian Harta Bersama (Gono-Gini)
* Harta yang diperoleh selama perkawinan merupakan Harta Bersama.
* Mantan istri berhak atas bagian dari Harta Bersama tersebut, yang menurut KHI umumnya dibagi secara setengah-setengah (50:50) antara suami dan istri, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
2. Hak Asuh Anak (Hadhanah)
* Anak Belum Mumayyiz (Di Bawah 12 Tahun): Hak pemeliharaan (Hadhanah) biasanya diberikan kepada Ibu, demi kepentingan terbaik anak.
* Anak Sudah Mumayyiz (12 Tahun Ke Atas): Hak memilih akan diserahkan kepada anak untuk memilih antara Ayah atau Ibu sebagai pemegang hak asuh.
* Biaya Pemeliharaan Anak: Terlepas siapa yang memegang hak asuh, Ayah wajib bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan anak hingga anak tersebut berusia 21 tahun.
Penting: Aktif Menuntut Hak
Seringkali, hak-hak mantan istri ini tidak serta merta dipenuhi. Oleh karena itu, bagi perempuan yang mengajukan gugatan cerai (Cerai Gugat) atau yang digugat cerai (Cerai Talak), sangat penting untuk:
* Mencantumkan tuntutan hak-hak di atas secara rinci dalam surat gugatan atau jawaban/tuntutan balik di persidangan.
* Menyediakan bukti yang mendukung tuntutan (misalnya, bukti penghasilan suami).
* Meminta penegasan dalam putusan Pengadilan agar hak-hak tersebut menjadi kewajiban hukum yang berkekuatan tetap dan dapat dieksekusi jika terjadi pembangkangan.
Memahami dan menuntut hak-hak ini adalah langkah penting untuk menjamin kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi mantan istri dan anak-anak pasca perceraian.
