Mereka yang bermukim di sekitar kawasan Bukit-30 itu takut tidak dapat menjalankan aktifitas kehidupan dengan normal.
Untuk mengatasi ketakutan warga, NGO beranggotakan 25 organisasi membuat konsorsium yang tergabung dalam tim advokasi hutan untuk Sumatera.
Tim dibentuk untuk melawan PT LAJ agar Hutan Tanaman Industri (HTI) dicabut.
Manager Komunikasi Warsi, Rudy Syaf, mengungkapkan, konflik yang terjadi sengaja dipancing pihak PT LAJ, karena mereka tahu kelemahan warga, mudah terpancing berbuat anarkis.
“Konflik itu disengaja. Masyarakat terpancing dan berbuat anarkis sehingga mereka ditahan. Seolah-olah ini salah warga,” ujarnya.
Menurut Rudy, PT LAJ berada dibawah naungan Barito Pasific Group, dan diduga menjalin kerjasama dengan Sinar Mas Group.
Semua perusahaan yang beroperasi di sekitar Bukit-30 menggunakan eks Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Hanya 1 yang punya HPH resmi, PT Putera Duta.
“Peraturan tentang HPH sekarang lemah, hanya berdasar penunjukan menteri,” tandasnya.
Masyarakat menilai sebagian wilayah PT LAJ tumpang-tindih, terutama Blok IV dengan Desa Pemayung.
Perusahaan di sekitar Bukit-30 dituding merampas dan menghilangkan sumberdaya tradisional 474 jiwa orang rimba.
Masyarakat juga menyayangkan aksi penangkapan oleh security PT WKS terhadap warga, belum lama ini. Sebanyak 8 orang warga dinyatakan buron oleh kepolisian, karena dinilai menyerobot wilayah perusahaan dengan membuka lahan. Padahal lahan itu masih tumpang-tindih.
“Tapi kenapa security WKS yang melarang ? Ada apa dibalik semua itu ?”ujar pengacara yang tergabung dalam tim advokasi, Musri Nauli.
Dimuat di Info Jambi, Selasa, 27 Juli 2010 23:30
http://infojambi.com/v.1/headlines/11325-masyarakat-bukit-30-merasa-terancam.html