22 Mei 2021

opini musri nauli : Arah Mata Angin

 


Didalam alam kosmopolitan Jawa dikenal “kiblat papat lima pancer’ sebagai nilai falsafat Jawa. Kiblat papat lima pancer sebagai falsafah Jawa merupakan salah satu perwujudan konsep mandala. Suwardi Endraswara menyebutkan “Sedulur papat lima pancer” (Suwardi Endraswara, Memayu Hayuning Bawana – Laku Menuju Keselamatan dan Kebahagiaan Hidup Orang Jawa)

Pandangan ini disebut juga “dunia waktu”, artinya penggolongan empat dimensi ruang yang berpola empat penjuru mata angin dengan satu pusat. Hal ini berkaitan dengan kesadaran manusia akan hubungan yang tidak terpisahkan antara dirinya dengan alam semesta. Konsep ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia terlahir dengan membawa hawa nafsu yang bersumber dari dirinya sendiri.


Berdasarkan pandangan kiblat papat lima pancer, nafsu yang menjadi dasar karakter manusia dapat dibagi menjadi empat sesuai dengan arah mata angin, yaitu lauwamah, supiyah, amarah dan mutmainah (Dharsono Sony Kartika. Seni Rupa Modern, Rekayasa Sains)


Marah kemudian disimbolkan dengan warna merah dan dletakkan sebagai selatan. Sedangkan Birahi disimbolkan warna kuning dan diletakkan sebagai Barat. Nafsu makan kemudian disimbolkan sebagai hitam dan diletakkan sebagai utara. Dan nafsu minum dilekatkan sebagai warnah putih dan diletakkan sebagai Timur.  


Di Masyarakat Melayu Jambi dikenal mata angina ditandai dengan pengungkapan “matahari hidup”, dan “matahari mati’. Matahari hidup merupakan pengungkapan arah matahari terbit. Kemudian dikenal Timur. Sedangkan Matahari mati dikenal sebagai arah matahari tenggelam. Dikenal sebagai Barat.


Muara air Sungai ke “arah matahari hidup” ditandai dengan ikan seperti “ikan lais, ikan baung, ikan toman (Pertemuan di Desa Teluk Raya, Kumpeh, Muara Jambi, 9 Mei 2015)


Sedangkan Muara air sungai ke “arah matahari mati” ditandai dengan ikan semah, ikan batok dan ikan gabus (Sungai Ipuh, Selagan Raya, Muko-muko, Bengkulu, 15 Juli 2016)



Dalam catatan Endjat Djaenuderadjat dkk didalam bukunya “Atlas pelabuhan-pelabuhan bersejarah di Indonesia” menyebutkan “angin mati” dan “angin hidup”. Angin hidup adalah angin dari timur sehingga membawa pelayaran dari Indonesia ke Tiongkok, India, Persia maupun Ottaman Turki. Sedangkan “angin mati”  adalah angin dari barat ke arah timur. Putaran masing-masingnya dikenal 6 bulan. Membawa hasil rempah-rempah kemudian datang membawa sutera, tekstil, mesiu, emas dan keramik


Catatan lain juga menyebutkan “negeri diatas matahari” dengan merujuk kepada negeri-negeri di Timur. Sedangkan “negeri dibawah matahari” kemudian merujuk kepada negeri-negeri seperti Tiongkok, India, Persia dan Ottaman Turki.


Negeri diatas matahari kemudian dikenal sebagai arah timur. Sedangkan “negeri dibawah matahari” sebagai arah barat.