Ketika debat Pilpres 2024 yang baru diadakan ada tema yang menarik untuk didiskusikan dari pendekatan hukum.
Ketika Calon Presiden Ganjar Pranowo (Ganjar) dan Anies Baswedan mempertanyakan postur anggaran, cara pandang kepemimpinan Prabowo Subianto (Prabowo) yang kebetulan menjadi Menteri Pertahanan (Menhan), tiba-tiba tema “rahasia negara” kemudian meruyak. Tentu saja tema “rahasia negara” menjadi tema yang harus menggunakan pendekatan hukum.
Secara tematik, Rahasia Negara adalah informasi, benda, dan/atau aktivitas yang secara resmi ditetapkan dan perlu dirahasiakan untuk mendapat perlindungan melalui mekanisme kerahasiaan, yang apabila diketahui oleh pihak yang tidak berhak dapat membahayakan kedaulatan, keutuhan, keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tema “rahasia negara” adalah paradigma yang sengaja dihembuskan untuk menutupi ketidakmampuan Prabowo menjawab data-data yang dipaparkan oleh Ganjar. Dengan alasan “rahasia negara”, Prabowo sama sekali tidak mampu menampik posisi Indonesia didalam putaran global. Termasuk juga ketidakmampuan Prabowo untuk menjelaskan alasan membeli alutista yang dibeli “bekas”.
Dengan tema “rahasia negara” kemudian “seakan-akan” melindungi rahasia negara dari kemampuan Prabowo memimpin Menhan.
Padahal rahasia Negara juga tidak dibenarkan untuk adanya proyek strategis nasional dengan kedok rahasia negara, penggunaan anggaran yang harus dipertanggungjawabkan sehingga dapat menepis adanya issu-isu yang tersembunyi lain.
Dari zaman Orde baru, tema “rahasia negara” selalu dikumandangkan. Selain untuk menutupi “fakta-fakta yang ada”, tema “rahasia negara” kemudian disandingkan dengan “urusan negara” yang orang lain tidak boleh mengetahuinya.
Padahal hakekat “rahasia Negara” tidaklah tunggal. Rahasia negara harus disandingkan dengan “Keterbukaan publik” sebagaimana diatur didalam UU KIP.
Secara umum, UU KIP salah satu bentuk manifesto dan perwujudan dari Sistem pemerintahan yang demokratis melalui pemerintah yang Terbuka. Selain juga adanya amanat dari konstitusi diatur didalam Pasal 28 F yang tegas menyatakan “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelola, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” Adanya pemenuhan atas hak memperoleh informasi (kebebasan memperoleh informasi) tidak saja memberikan manfaat untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, efisien sekaligus mencegah korupsi, namun juga meningkatkan kualitas partisipasi masyarakat.
Didalam Pasal 17 UU KIP dijelaskan, setiap badan publik wajib membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan informasi publik. Kecuali memang ditegaskan kemudian disebutkan “dikecualikan” didalam UU.
Salah satunya didalam Pasal 17 poin c, adalah informasi publik yang apabila dibuka dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, antara lain, strategi, intelijen, operasi, taktik, dan teknik yang berkaitan dengan keamanan negara, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri.
Secara umum kepentingan untuk menyimpan informasi atau merahasiakan informasi (perlindungan infromasi) dibagi atas beberapa kepentingan, yakni kepentingan negara, kepentingan masyarakat dan kepentingan individu.
Selain itu didalam KUHP terdapat beberapa ketentuan mengenai pembatasan atas informasi atau informasi yang harus dirahasiakan terkait dengan rahasia negara, dan sanksi pidana bagi orang yang telah memberikan informasi rahasia mengenai suatu hal tertentu tersebut. Beberapa ketentuan yang masuk klasifikasi kejahatan atas informasi rahasia negara dalam KUHP antara lain
Rahasia (kepentingan) negara (Pasal 112 KUHP), Rahasia militer (Pasal 124 KUHP) dan Rahasia jabatan (Pasal 322 KUHP)
KUHP juga mengatur mengenai tindak pidana informasi rahasia. Seperti mengenai larangan untuk menyiarkan surat-surat rahasia dan larangan kepada orang untuk membuka rahasia.
Selain itu rahasia Negara juga harus tegas mengatur tentang surat-surat, berita dan keterangan yang sangat penting keamanan dan keselamatan negara. Dengan demikian maka KUHP hanya mengatur tentang tindak pidana membuka rahasia. Baik rahasia negara maupun rahasia jabatan. Tentu saja termasuk informasi yang berkaitan dengan keamanan negara.
Tidak berbeda jauh dengan KUHP (baru) yang mengatur tentang Rahasia pertahanan keamanan negara, Rahasia (kepentingan) negara, Rahasia militer, Rahasia melalui sarana komputer dan/atau sistem elektronik, Rahasia surat resmi negara atau badan pemerintah dan Rahasia jabatan atau profesi.
Dengan demikian maka berkaitan dengan anggaran yang bersumber dari negara maka harus tegas dicantumkan didalam UU KIP. Sehingga sebelum adanya UU KIP yang menempatkan semua informasi bersifat “tertutup”, kecuali yang dibuka oleh pemerintah kemudian bergeser menjadi semua informasi bersifat “terbuka”, kecuali yang “dikecualikan”.
Lalu bagaimana dengan makna dikecualikan ?. UU KIP tegas menetapkan. Diantaranya informasi yang berpotensi menghambat proses penegakan hukum, mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan dari persaingan usaha tidak sehat, membahayakan pertahanan dan keamanan negara, informasi yang mengungkap kekayaan alam Indonesia, merugikan ketahanan ekonomi nasional, merugikan kepentingan hubungan luar negeri, mengungkap isi akte otentik, mengungkap rahasia pribadi, memorandum badan publik yang bersifat rahasia, serta informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan undang-undang (lex specialis).
Namun hukum juga memberikan kesempatan agar informasi yang bersifat dikecualikan tetap melalui proses pengujian konsekuensi dan kepentingan publik. Sehingga proses inikah kemudian menguji dampak/konsekwensi yang ditimbulkan apabila kemudian disampaikan kepada publik.
Lalu bagaimana tema yang berkaitan dengan postur anggaran pertahanan, pembelian alutista, anggaran Kementerian Pertahanan dapat dikategorikan sebagai “rahasia negara” ?
Tentu saja tidak. Dengan dijadikan tema debat Pilpres/Wapres 2024 oleh KPU tentu saja menjadikan tema ini memang harus dijadikan tema debat. Tidak termasuk kedalam kategori sebagai “informasi dikecualikan” atau “rahasia negara”.
Atau dengan kata lain. Apapun kegiatan ataupun proyek-proyek yang menggunakan APBN/APBD tetap harus dipertanggungjawabkan kepada publik.
Advokat. Tinggal di Jambi