13 Agustus 2012

opini musri nauli : Surat Dakwaan

 



Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 15 Tahun 1961, yang membuat surat dakwaan bukan jaksa atau Penuntut Umum, melainkan hakim, sedangkan jaksa hanya membuat surat pelimpahan perkara. 


Sebutan Kejaksaan pada waktu itu adalah Openbaar – Ministerie atau Parket. 


Sedangkan jaksa adalah Magistraat dan setelah Indonesia merdeka sebutan lembaga kejaksaan adalah Kejaksaan (Djoko Prakoso, Surat Dakwaan, Tuntutan Pidana, dan Eksaminasi Perkara didalam proses Pidana,   Penerbit, Liberty, Yogyakarta, 1988Hal. 12.


Istilah yang digunakan “surat tuduhan” atau “acte van beschuldiging”.


Dalam ketentuan hukum Belanda dan negara lainnya penganut system Eropa-kontinental surat dakwaan lazim disebut dengan “acte van verwijing” atau pada ketentuan hukum Inggeris dan negara lainnya dalam rumpun penganut system Anglo – Saxon dikenal istilah “imputation” atau “bill of indictmen.


Setelah berlakunya UU No. 15 tahun 1961 disebut dengan surat tuduhan yang dibuat oleh Jaksa, dan didalam pembuatan surat tuduhan, Jaksa wajib memperhatikan saran-saran dari hakim, dan sejak itu sebuatan jaksa adalah Jaksa pada Kejaksaan Negeri karena Lembaga kejaksaan telah berdiri sendiri. 


Setelah berlakunya UU No. 8 Tahun 1981, maka selain tidak dipergunakan lagi istilah surat tuduhan, melainkan surat dakwaan dan penuntut umum yang wajib membuatnya.  Jadi setelah berlakunya KUHAP, istilah resmi adalah surat dakwaan walaupun maksud dan tujuannya bahkan hakekatnya adalah sama dan tidak berbeda.


Dari berbagai sumber disebutkan definisi surat dakwaan adalah “surat atau akta otentik yang dibuat oleh penuntut umum berisi suatu uraian yang melukiskan tentang suatu peristiwa yang merupakan suatu tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa dan merupakan dasar jalannya pemeriksaan di persidangan peradilan, apabila terdapat cukup bukti terdakwa dipidana, tetapi apabila sebaliknya terdakwa dibebaskan atau dilepaskan dari segala tuntutan hokum”.


Berdasarkan ketentuan pasal 143 (2) KUHAP, ditentukan bahwa penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditanda tangani yang berisi :

  1. Nama lengkap, tempat lahir, umur dan tanggal lahir, jenis kelamin, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;
  2. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana yang dilakukannya;

Kemudian ditentukan sebagaimana diatur didalam pasal 143 (3) KUHAP, bahwa surat dakwaan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud didalam pasal 143 ayat (2) huruf b adalah batal demi hukum.


Fungsi dari surat dakwaan yaitu

  1. Kepentingan dari penuntut umum yang bertindak atas nama negara dan masyarakat;
  2. Kepentingan terdakwa yang bertindak atas nama pribadinya untuk membela dirinya

Begitu pentingnya surat dakwaan yang merupakan dasar dari pemeriksaan di persidangan peradilan dapat dilihat putusan Mahkamah Agung RI, Reg. No. 47/Kr/K/1956 tanggal 28 Maret 1957 yang didalam pertimbangannnya “yang menjadi dasar tuntutan pengadilan ialah surat tuduhan, jadi bukan tuduhan yang dibuat oleh polisi”.


Putusan MARI Reg. No. 68 K/Kr/1973 tanggal 16 Desember 1976 menyatakan bahwa “putusan pengadilan haruslah didasarkan pada tuduhan …”Surat dakwaan merupakan hal yang tidak boleh diabaikan, karena isi surat dakwaan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan hak asasi tertuduh dalam suatu proses pidana dan memberikan kepastian hukum kepada terdakwa.