Lagi-lagi persidangan Angelia Sondakh (Anggie)
menimbulkan perdebatan dalam ranah hukum. Sebelumnya keterangan Anggie dimuka
persidangan terhadap terdakwa Mindo Rossa Manullang menimbulkan persoalan dalam
hukum acara Pidana. Keterangan Anggie yang sering memberikan keterangan ”tidak
tahu, yang mulia”, ”lupa yang mulia”, dianggap memberikan keterangan palsu dan
dapat diseret ke muka persidangan. Persidangan ini memantik diskusi panjang
antara yang menyebut dengna keterangan palsu dan polemik apakah Anggie dapat
diseret dimuka persidangan karena disatu sisi anggie sebagai saksi namun disisi
lain sebagai tersangka.
Setelah perdebatan ahli hukum dalam hukum acara,
lagi-lagi Anggie menimbulkan persoalan. Dalam sebuah situs hukum, Tim Penasehat
Hukum membantah surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dengan menyatakan, bentuk
surat dakwaan yang disusun tidak sesuai dengna ketentuan sebagaimana diatur
didalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP. (http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50595235b5c60/penentuan-bentuk-dakwaan--kewenangan-jaksa
Secara
ringkas didalam surat dakwaan, Tim Penasehat
Hukum menyatakan, surat dakwaan yang disampaikan
oleh Jaksa Penuntut Umum mencampur-adukkan bentuk surat dakwaan. Tidak jelas, bentuk surat
dakwaan. Apakah Alternatif, kumulatif atau gabungan. Jaksa Penuntut umum
membantahnya dan menyatakan, bahwa bagaimana bentuk surat dakwaan merupakan
kewenangan jaksa penuntut umum.
Berangkat dari paparan yang telah disampaikan
oleh Tim Penasehat Hukum, penulis merasa tertarik ”meluruskan” apakah membuat
surat dakwaan merupakan kewenangan jaksa penuntut umum.
Bentuk Surat Dakwaan
Didalam KUHAP hanya diterangkan ”surat dakwaan
cermat, jelas dan lengkap”, mengandung
makna yaitu cermat adalah seksama, teliti dengan penuh perhatian dimana
penuntut umum sebelum membuat surat dakwaan selain harus memahami jalannya
peristiwa yang dinilai sebagai suatu tindak pidana termasuk kualifikasinya
seperti telah diuraikan, juga hal-hal yang dapat menyebabkan batalnya surat
dakwaan.
Didalam buku
Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan yang diterbitkan Kejaksaan Agung RI, lengkap adalah rumusan dari perbuatan yang didakwakan
haruslah dirumuskan secara tegas, dan dijelaskan unsur-unsurnya secara obyektif
dan subyektif., uraian mengenai tempat dan waktu tindak pidana itu dilakukan.
Uraian surat dakwaan harus mencakup semua unsur yang ditentukan menurut
undang-undang secara lengkap. jangan sampai terjadi ada unsur-unsur delik yang
tidak dirumuskan secara lengkap atau tidak diuraikan perbuatan materilnya
secara tegas dalam dakwaan sehingga mengakibatkan perbuatan itu bukan merupakan
perbuatan tindak pidana menurut undang-undang.
Didalam UU, memang tidak dikenal bagaimana bentuk
surat dakwaan. Bentuk surat dakwaan berkembangn dari doktrin dan ilmu pengetahuan
hukum dan kebiasaan. Dalam perkembangan Yurisprudensi dan ilmu pengetahuan
dikenal beberapa bentuk surat dakwaan. Surat dakwaan berbentuk tunggal,
alternatif, kumulatif dan gabungan.
Yang menjadi persoalan dan sering menjadi
persoalan adalah bentuk surat dakwaan alternatif, kumulatif dan gabungan.
Bentuk surat dakwaan alternatif, Dalam praktek
peradilan, sering dakwaan alternatif disebut dengan istilah dakwaan
saling mengecualikan atau dakwaan alternative atau berupa istilah dakwaan
pilihan (keuze tenlastelegging)”. Pada dakwaan alternatif maka
hakim dapat langsung memilih menentukan dakwaan mana yang sekira cocok serta
sesuai dengan hasil pembuktian di persidangan.Ciri utama dari dakwaan
alternative adalah adanya kata hubung ”ATAU” antara dakwaan satu dengan lainnya
sehingga dakwaan jenis ini sifatnya adalah “alternative accusation” atau
“alternative tenlastelegging”.
Dakwaan alternatif dibuat dalam hal menurut Van
Bemmelen yaitu jika penuntut umum tidak mengetahui perbuatan mana, apakah yang
satu ataukah yang lain akan terbukti nanti dipersidangan (umpamanya suatu
perbuatan apakah merupakan pencurian ataukah penadahan) atau jika penuntut umum ragu, peraturan hukum
pidana yang mana akan diterapkan oleh hakim atas perbuatan yang menurut
pertimbangannya telah nyata tersebut.
Pada dakwaan kumulatif dibuat oleh Jaksa apabila
seseorang atau terdakwa melakukan lebih dari satu perbuatan pidana
perbuatan tersebut harus dianggap berdiri sendiri atau juga
dapat dikatakan tidak ada kaitan satu dengan lainnya.
Pada dasarnya dalam praktek peradilan dakwaan ini
disebut juga dakwaan “berangkai” atau “cumulatieve ten taste
legging”. Didalam pasal 141 KUHAP, Penuntut umum dapat melakukan
penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan, apabila pada
waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas perkara dalam
hal : beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang sama dan kepentingan
pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya atau beberapa tindak pidana yang bersangkut paut
dengan yang lain; dan beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut paut satu
dengan yang lain, tetapi yang satu dengan lain itu ada hubungannya yang dalam
hal ini penggabunga tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan. Ciri utamanya ditandai DAKWAAN KESATU (1), KEDUA (2), KETIGA (3) DAN
SETERUSNYA.
Antara dakwaan kesatu, kedua dan ketiga
masing-masing berdiri sendiri. Pada dakwaan kesatu, kedua dan ketiga masing-masing dapat
diberikan pilihan pasal-pasal seperti dakwaan subsidairs (bersusun
berlapis), misalnya saja : dakwaan
kesatu (1) Primer : Melanggar pasal 340 KUHP, subsidair melanggar pasal 338
KUHP, lebih subsidair melanggar pasal 355 ayat (2) KUHP, kemudian dakwaan kedua
(2) primer : Melanggar pasal 353 KUHP, kemudian subsidair : Melanggar pasal 351
KUHP dan seterusnya.
Bentuk surat dakwaan subsidaritas/berlapis. Lazimnya dakwaan dalam praktek peradilan disebut
sebagai dakwaan “pengganti”, dakwaan “subsidair ten laste legging”,
dakwaan “with the alternative of” dan sebagainya.
Ciri utama dari dakwaan ini adalah disusun secara berlapis dimulai
dari dakwaan terberat sampai yang ringan (an inferior portion or capacity), berupa susunan secara primer, subsidair, lebih
subsidair, lebih-lebih subsidair, dan seterusnya atau dapat pula disusun dengan
istilah terutama, pengganti, penggantinya lagi dan seterusnya.. Jika Hakim membebaskan terdakwa dari tuduhan
“primair dan subsidair”, akan tetapi menghukum terdakwa karena “lebih
subsidair”, maka tuduhan primair dan subsidair tersebut tidak dapat lagi
dipergunakan sebagai dasar untuk menghukum terdakwa.
Dakwaan Subsidair ditandai dengan Kata-kata
khas ”PRIMER SUBSIDAIR PRIMER SUBSIDAIR
Pada
hakekatnya dakwaan subsidair hampir sama
dengan dakwaan alternatif, akan tetapi perbedaannya kalau dalam alternatif
hakim dapat langsung memilih dakwaan yang sekiranya cocok dengan pembuktian di
persidangan, sedangkan pada dakwaan subsidair hakim terlebih dahulu
mempertimbangkan dakwaan terberat adhulu (misalnya primer), apaila dakwaan
primer tidak terbukti maka hakim mempertimbangkan dakwaan berikutnya
(subsidair) dan seterusnya.
Secara teoritis dapat dilihat perbedaannya,
walaupun tidak selalu tepat. Nederburg mengatakan bahwa tuduhan baru dianggap
alternatif, jika kedua tuduhan tersebut satu sama dengan yang lainnya sering
mengecualikan dan merupakan alternatif; umpamanya perumusan suatu perbuatan
yang menyatakan pencurian suatu barang …, atau uraian perbuatan yang menuduhkan
penadahan barang yang sama.
Sesuatu surat tuduhan yang sering disebut
subsidair jika pertama-tama dituduhkan yang terberat (umpamanya turut
melakukan) dan selanjutnya (jika ini tidak terbukti), baru yang kurang berat
(umpamanya membantu).
Yang terakhir adalah Bentuk dakwaan Gabungan.
Bentuk dakwaan ini lahir, tumbuh dan berkembang dalam praktek peradilan dimana
pada asasnya merupakan bentuk dakwaan kumulatif, yang masing-masing dapat
terdiri dari dakwaan subsidair atau alternatif, atau dapat pula gabungan bentuk
subsidair dan kumulatif. Sedangkan pembuktian terhadap dakwaan campuran/
gabungan harus dilakukan terhadap setiap lapis dakwaan. Pembuktian
masing-masing lapisan tersebut disesuaikan bentuk lapisannya, yaitu apabila
lapisannya bersifat subsidair, maka pembuktiannya harus dilakukan secara
berurutan, mulai lapisan teratas sampai kepada lapisan yang dianggap terbukti.
Begitu pentingnya bentuk surat dakwaan yang
dibuat jaksa penuntut umum memang menjadi persoalan didalam pembuktian.
Berbagai yurisprudensi Mahkamah Agung telah menjelaskannya. Misalnya Putusan Mahkamah Agung RI No.
133/K/Kr/1958 Tanggal 11 November 1958 menerangkan “ Ciri utama dari dakwaan
ini adalah disusun secara berlapis dimulai dari dakwaan terberat sampai yang
ringan (an inferior portion or capacity), berupa susunan secara primer,
subsidair, lebih subsidair, lebih-lebih subsidair, dan seterusnya atau dapat
pula disusun dengan istilah terutama, pengganti, penggantinya lagi dan
seterusnya
Putusan Mahkamah Agung RI No. 168 K/Kr/1958 tanggal 4 Februari 1958 “Jika
Hakim membebaskan terdakwa dari tuduhan “primair dan subsidair”, akan tetapi
menghukum terdakwa karena “lebih subsidair”, maka tuduhan primair dan subsidair
tersebut tidak dapat lagi dipergunakan sebagai dasar untuk menghukum terdakwaan
Kewenangan
membuat surat
dakwaan
Dengan
melihat rumusan yang telah dipaparkan, maka pernyataan Jaksa Penuntut Umum yang
menyatakan, kewenangan membuat bentuk surat
dakwaan adalah tidak tepat. Rumusan pasal 143 Ayat (2) KUHAP, berbagai
yurisprudensi dan berbagai perkembangan doktrin pengetahuan ilmu hukum telah
memberikan ”rambu-rambu” dan pedoman didalam menentukan bentuk surat dakwaan. Tentu saja
“rambu-rambu” dan pedoman didalam membuat bentuk surat dakwaan menjadi perhatian hakim untuk
memberikan putusan.