20 September 2012

opini musri nauli : SURAT DAKWAAN ANGGIE


Lagi-lagi persidangan Angelia Sondakh (Anggie) menimbulkan perdebatan dalam ranah hukum. Sebelumnya keterangan Anggie dimuka persidangan terhadap terdakwa Mindo Rossa Manullang menimbulkan persoalan dalam hukum acara Pidana. Keterangan Anggie yang sering memberikan keterangan ”tidak tahu, yang mulia”, ”lupa yang mulia”, dianggap memberikan keterangan palsu dan dapat diseret ke muka persidangan. Persidangan ini memantik diskusi panjang antara yang menyebut dengna keterangan palsu dan polemik apakah Anggie dapat diseret dimuka persidangan karena disatu sisi anggie sebagai saksi namun disisi lain sebagai tersangka.
Setelah perdebatan ahli hukum dalam hukum acara, lagi-lagi Anggie menimbulkan persoalan. Dalam sebuah situs hukum, Tim Penasehat Hukum membantah surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dengan menyatakan, bentuk surat dakwaan yang disusun tidak sesuai dengna ketentuan sebagaimana diatur didalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP. (http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50595235b5c60/penentuan-bentuk-dakwaan--kewenangan-jaksa

Secara ringkas didalam surat dakwaan, Tim Penasehat Hukum menyatakan, surat dakwaan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum mencampur-adukkan bentuk surat dakwaan. Tidak jelas, bentuk surat dakwaan. Apakah Alternatif, kumulatif atau gabungan. Jaksa Penuntut umum membantahnya dan menyatakan, bahwa bagaimana bentuk surat dakwaan merupakan kewenangan jaksa penuntut umum.

Berangkat dari paparan yang telah disampaikan oleh Tim Penasehat Hukum, penulis merasa tertarik ”meluruskan” apakah membuat surat dakwaan merupakan kewenangan jaksa penuntut umum.

Bentuk Surat Dakwaan

Didalam KUHAP hanya diterangkan ”surat dakwaan cermat, jelas dan lengkap”,  mengandung makna yaitu cermat adalah seksama, teliti dengan penuh perhatian dimana penuntut umum sebelum membuat surat dakwaan selain harus memahami jalannya peristiwa yang dinilai sebagai suatu tindak pidana termasuk kualifikasinya seperti telah diuraikan, juga hal-hal yang dapat menyebabkan batalnya surat dakwaan.

Didalam buku Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan yang diterbitkan Kejaksaan Agung RI,  lengkap adalah  rumusan dari perbuatan yang didakwakan haruslah dirumuskan secara tegas, dan dijelaskan unsur-unsurnya secara obyektif dan subyektif., uraian mengenai tempat dan waktu tindak pidana itu dilakukan. Uraian surat dakwaan harus mencakup semua unsur yang ditentukan menurut undang-undang secara lengkap. jangan sampai terjadi ada unsur-unsur delik yang tidak dirumuskan secara lengkap atau tidak diuraikan perbuatan materilnya secara tegas dalam dakwaan sehingga mengakibatkan perbuatan itu bukan merupakan perbuatan tindak pidana menurut undang-undang.

Didalam UU, memang tidak dikenal bagaimana bentuk surat dakwaan. Bentuk surat dakwaan berkembangn dari doktrin dan ilmu pengetahuan hukum dan kebiasaan. Dalam perkembangan Yurisprudensi dan ilmu pengetahuan dikenal beberapa bentuk surat dakwaan. Surat dakwaan berbentuk tunggal, alternatif, kumulatif dan gabungan.

Yang menjadi persoalan dan sering menjadi persoalan adalah bentuk surat dakwaan alternatif, kumulatif dan gabungan.

Bentuk surat dakwaan alternatif, Dalam praktek peradilan, sering dakwaan alternatif disebut dengan istilah dakwaan saling mengecualikan atau dakwaan alternative atau berupa istilah dakwaan pilihan (keuze tenlastelegging)”. Pada dakwaan alternatif maka hakim dapat langsung memilih menentukan dakwaan mana yang sekira cocok serta sesuai dengan hasil pembuktian di persidangan.Ciri utama dari dakwaan alternative adalah adanya kata hubung ”ATAU” antara dakwaan satu dengan lainnya sehingga dakwaan jenis ini sifatnya adalah “alternative accusation” atau “alternative tenlastelegging”.
Dakwaan alternatif dibuat dalam hal menurut Van Bemmelen yaitu jika penuntut umum tidak mengetahui perbuatan mana, apakah yang satu ataukah yang lain akan terbukti nanti dipersidangan (umpamanya suatu perbuatan apakah merupakan pencurian ataukah penadahan) atau  jika penuntut umum ragu, peraturan hukum pidana yang mana akan diterapkan oleh hakim atas perbuatan yang menurut pertimbangannya telah nyata tersebut.

Pada dakwaan kumulatif dibuat oleh Jaksa apabila seseorang atau terdakwa melakukan lebih dari satu perbuatan pidana perbuatan tersebut harus dianggap berdiri sendiri atau juga dapat dikatakan tidak ada kaitan satu dengan lainnya.

Pada dasarnya dalam praktek peradilan dakwaan ini disebut juga dakwaan “berangkai” atau “cumulatieve ten taste legging”. Didalam pasal 141 KUHAP, Penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan, apabila pada waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas perkara dalam hal : beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya atau  beberapa tindak pidana yang bersangkut paut dengan yang lain; dan beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut paut satu dengan yang lain, tetapi yang satu dengan lain itu ada hubungannya yang dalam hal ini penggabunga tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan.  Ciri utamanya ditandai  DAKWAAN KESATU (1), KEDUA (2), KETIGA (3) DAN SETERUSNYA.

Antara dakwaan kesatu, kedua dan ketiga masing-masing berdiri sendiri. Pada dakwaan kesatu,  kedua dan ketiga masing-masing dapat diberikan pilihan pasal-pasal seperti dakwaan subsidairs (bersusun berlapis),  misalnya saja : dakwaan kesatu (1) Primer : Melanggar pasal 340 KUHP, subsidair melanggar pasal 338 KUHP, lebih subsidair melanggar pasal 355 ayat (2) KUHP, kemudian dakwaan kedua (2) primer : Melanggar pasal 353 KUHP, kemudian subsidair : Melanggar pasal 351 KUHP dan seterusnya.

Bentuk surat dakwaan subsidaritas/berlapis. Lazimnya dakwaan dalam praktek peradilan disebut sebagai dakwaan “pengganti”, dakwaan “subsidair ten laste legging”, dakwaan “with the alternative of” dan sebagainya.
Ciri utama dari dakwaan ini adalah disusun secara berlapis dimulai dari dakwaan terberat sampai yang ringan (an inferior portion or capacity), berupa susunan secara primer, subsidair, lebih subsidair, lebih-lebih subsidair, dan seterusnya atau dapat pula disusun dengan istilah terutama, pengganti, penggantinya lagi dan seterusnya..  Jika Hakim membebaskan terdakwa dari tuduhan “primair dan subsidair”, akan tetapi menghukum terdakwa karena “lebih subsidair”, maka tuduhan primair dan subsidair tersebut tidak dapat lagi dipergunakan sebagai dasar untuk menghukum terdakwa.
Dakwaan Subsidair ditandai dengan Kata-kata khas  ”PRIMER SUBSIDAIR PRIMER SUBSIDAIR

Pada hakekatnya dakwaan subsidair  hampir sama dengan dakwaan alternatif, akan tetapi perbedaannya kalau dalam alternatif hakim dapat langsung memilih dakwaan yang sekiranya cocok dengan pembuktian di persidangan, sedangkan pada dakwaan subsidair hakim terlebih dahulu mempertimbangkan dakwaan terberat adhulu (misalnya primer), apaila dakwaan primer tidak terbukti maka hakim mempertimbangkan dakwaan berikutnya (subsidair) dan seterusnya.

Secara teoritis dapat dilihat perbedaannya, walaupun tidak selalu tepat. Nederburg mengatakan bahwa tuduhan baru dianggap alternatif, jika kedua tuduhan tersebut satu sama dengan yang lainnya sering mengecualikan dan merupakan alternatif; umpamanya perumusan suatu perbuatan yang menyatakan pencurian suatu barang …, atau uraian perbuatan yang menuduhkan penadahan barang yang sama.
Sesuatu surat tuduhan yang sering disebut subsidair jika pertama-tama dituduhkan yang terberat (umpamanya turut melakukan) dan selanjutnya (jika ini tidak terbukti), baru yang kurang berat (umpamanya membantu).

Yang terakhir adalah Bentuk dakwaan Gabungan. Bentuk dakwaan ini lahir, tumbuh dan berkembang dalam praktek peradilan dimana pada asasnya merupakan bentuk dakwaan kumulatif, yang masing-masing dapat terdiri dari dakwaan subsidair atau alternatif, atau dapat pula gabungan bentuk subsidair dan kumulatif. Sedangkan pembuktian terhadap dakwaan campuran/ gabungan harus dilakukan terhadap setiap lapis dakwaan. Pembuktian masing-masing lapisan tersebut disesuaikan bentuk lapisannya, yaitu apabila lapisannya bersifat subsidair, maka pembuktiannya harus dilakukan secara berurutan, mulai lapisan teratas sampai kepada lapisan yang dianggap terbukti.

Begitu pentingnya bentuk surat dakwaan yang dibuat jaksa penuntut umum memang menjadi persoalan didalam pembuktian. Berbagai yurisprudensi Mahkamah Agung telah menjelaskannya.  Misalnya Putusan Mahkamah Agung RI No. 133/K/Kr/1958 Tanggal 11 November 1958 menerangkan “ Ciri utama dari dakwaan ini adalah disusun secara berlapis dimulai dari dakwaan terberat sampai yang ringan (an inferior portion or capacity), berupa susunan secara primer, subsidair, lebih subsidair, lebih-lebih subsidair, dan seterusnya atau dapat pula disusun dengan istilah terutama, pengganti, penggantinya lagi dan seterusnya

Putusan Mahkamah Agung RI No. 168 K/Kr/1958 tanggal 4 Februari 1958 “Jika Hakim membebaskan terdakwa dari tuduhan “primair dan subsidair”, akan tetapi menghukum terdakwa karena “lebih subsidair”, maka tuduhan primair dan subsidair tersebut tidak dapat lagi dipergunakan sebagai dasar untuk menghukum terdakwaan

Kewenangan membuat surat dakwaan

Dengan melihat rumusan yang telah dipaparkan, maka pernyataan Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan, kewenangan membuat bentuk surat dakwaan adalah tidak tepat. Rumusan pasal 143 Ayat (2) KUHAP, berbagai yurisprudensi dan berbagai perkembangan doktrin pengetahuan ilmu hukum telah memberikan ”rambu-rambu” dan pedoman didalam menentukan bentuk surat dakwaan. Tentu saja “rambu-rambu” dan pedoman didalam membuat bentuk surat dakwaan menjadi perhatian hakim untuk memberikan putusan.