Indonesia
darurat korupsi. Itu tema yang paling pantas disampaikan melihat
bagaimana kronisnya para “pengurus” negara “mengurusi”
negara. Setiap lini, setiap kesempatan, setiap waktu merupakan teknik
dan cara bagaimana uang rakyat “dirampok”.
Dua
peristiwa monumental (kemenangan Jokowi-Ahok dan pernyataan Dahlan
Iskan) memberikan bagaimana cerita “merampok” didesain
sungguh-sungguh canggih, sistematis, terstruktur, terbatas, rahasia,
elite, tertutup dan sangat-sangat diketahui segelintir tertentu.
Masih
segar dalam ingatan kita, ketika “negara” mendesain agar uang
keluar dari negara namun “mengumpankan” Bank Century. Belum
tuntas pengusutannya, kita dibuat terbelangak, ketika proyek
pembangunan Wisma Atlet Sea Games kemudian menyeret petinggi partai
Demokrat. Kemudian kita juga diajarkan bagaimana mereka
sungguh-sungguh canggih menggunakan istilah “apel malang, “apel
Washington”. Kita kemudian dikejutkan tuduhan cukup serius.
Merampok uang proyek Kitab Suci. Eh, belum selesai kita merenung,
kemenangan Jokowi kemudian memberikan pelajaran berharga. Biaya
pelantikan memakan anggaran 1,5 milyar. Biaya pembuatan naskah pidato
Gubernur Jakarta 700 juta.
Belum
lagi kita melihat bagaimana tingkah pola dan cara-cara “koboy”
kepolisian yang terus menerus bersitegang dengan KPK, yang
menggunakan kekuasaan “atas nama KUHAP” menangkap penyidik KPK
yang mau membongkar borok di kepolisian (korlantas). Tidak puas
bersitegang untuk mempersoalkan “kewenangan” KPK, kemudian
menggugat KPK di Pengadilan “walaupun sudah resmi diperintahkan
oleh Presiden untuk dilimpahkan ke KPK”.
Gaya
“Koboy” juga dipertontonkan oleh anggota Parlemen. Dengan
semangat berapi-api, mereka dengan berkedok ingin “memperkuat”
KPK, kemudian mengotak-atik kewenangan KPK. Kewenangan “penyadapan”
dan kewenangan untuk menuntut didesak agar dikurangi (kalo perlu
dihilangkan). Belum lagi mereka “mempersoalkan” lembaga KPK
sebagai lembaga ad hock yang diminta untuk memperkuat lembaga-lembaga
hukum seperti Kejaksaan dan kepolisian. Selain itu juga menawarkan
semacam lembaga pengawas. Belum lagi mereka “memperhambat”
tugas-tugas KPK degnan mengulur-ulur pembangunan gedung KPK.
Sementara
para “koruptor” sering kali mempersoalkan KPK melalui gugatan
judicial rewiew dan gugatan praperadilan. Gugatan di MK merupakan
salah satu pintu untuk menghapus kewenangan KPK didalam pemberantasan
tindak pidana korupsi.
Bersatunya
anggota parlemen, kepolisian dan para koruptor kemudian mencari
kesalahan para komisioner pimpinan KPK. Diseretnya Antasari Azhar dan
kriminalisasi Bibit Candra merupakan “skenario” canggih yang
sulit diterima oleh akal.
Kekagetan
kita kemudian disambung dengan pernyataan Dahlan Iskan yang “berani”
menantang DPR, yang “menuduh” anggota DPR “tukang palak”.
(http://nasional.kompas.com/read/2012/11/04/08344195/Si.Tukang.Peras.Anggaran.?utm_source=WP&utm_medium=Ktpidx&utm_campaign=).
Tuduhan ini cukup serius. Selain karena berhadapan dengan kekuasaan,
tuduhan ini menjawab “konfirmasi” berbagai bisik-bisik yang
terjadi di seputaran Senayan.
Sudah
banyak rumusan dan rekomendasi dari “ahli” untuk menjawab
berbagai persoalan korupsi dan bagaimana cara mengatasinya. Semuanya
sudah menjadi bahan dari berbagai studi. Begitu juga sudah banyak
berbagai peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk
“membentengi' agar duit masuk dan duit keluar dapat
dipertanggungjawabkan. Duit yang digunakan harus transparan.
Begitu
juga sudah banyak lembaga-lembaga didirikan untuk “melawan”
korupsi'. Yang paling teranyar adalah lembaga KPK yang terus
digoyang, diganggu agar tidak berkonsentrasi dan lebih tersita
mengurusi para kelakuan koruptor dibandingkan tugas pokoknya
memberantas korupsi di Indonesia.
Semuanya
menjawab, bagaimana pola dan strategi untuk “merampok” sudah
sangat kronis dan dibutuhkan “kesadaran nasional” untuk melawan
korupsi.
Dengan
mudah kita bisa menghitung, bagaimana pelaku korupsi yang sudah
menjalar semua lini. Entah itu anggota DPR, Kepala Daerah, Kepala
Dinas, Mantan menteri, politisi (termasuk yang berasal dari
partai-partai agama), komisaris, perbankan, pengacara, hakim, polisi,
jaksa.
Belum
lagi di daerah. Dimulai dari Kepala Desa yang “mencuri duit beras”,
kontraktor yang main proyek, ulama yang terlibat anggaran DPRD, PNS
yang mau pensiunan tidak tertib mengawasi proyek. Pokoknya beraneka
ragam profesi.
Hampir
setiap kehidupan kita disuguhi berita korupsi. Setiap hari
“kemangkelan” urusan mesti berhadapan berbagai jalur birokrasi
meja yang panjang.
Akibat
korupsi sudah dirasakan. Begawan Ekonomi Sumitro sudah melansir, uang
APBN sudah “ditilep'. Mulai dari masuknya uang hingga uang keluar.
Masuknya uang dikorupsi dengan cara “main di Pajak, main di
anggaran parlemen. Sedangkan dalam proyek uang keluar dilakukan
dengan cara “mark up” proyek, “proyek tidak dikerjakan sesuai
standar”, proyek dikerjakan oleh kroni, proyek tidak dapat
digunakan sesuai dengan kontrak.
MENGAPA
MISKIN ?
Indonesia
juga memiliki keanekaragaman berupa flora dan fauna, lebih banyak
jumlah speciesnya dibandingkan Africa. Sepuluh persen (10%) dan
seluruh spesies tumbuhan berbunga ada di Indonesia (+1- 27.500
spesies ada di Indonesia), 12% jenis mamalia di dunia, 16% jenis
reptilia dan amphibia di dunia (+1- 1.539 spesies), 25% jenis ikan di
dunia dan 17% jenis burung di dunia. Diantara spesies tersebut
terdapat 430 spesies burung dan 200 mamalia yang tidak terdapat di
tempat lain dan hanya ada di Indonesia misalnya orangutan, biawak
komodo, hariniau sumatera, badak jawa, badak sumatera dan beberapa
jenis burung (birds of paradise) (BAPPENAS.
Biodiversity Action Plan for Indonesia, 1993 & World Conservation
Monitorin Cominittee, 1994)
Perkembangan produksi Batubara selama 13 tahun terakhir telah menunjukkan peningkatan yang cukup pesat, dengan kenaikan produksi rata-rata 15,68% pertahun. Pada tahun 1992, produksi batubara sudah mencapai 22,951 juta ton dan selanjutnya pada tahun 2005 produksi batubara nasional telah mencapai 151,594 juta ton. Perusahaan pemegang PKP2B merupakan produsen batubara terbesar, yaitu sekitar 87,79 % dan jumlah produksi batubara Indonesia, diikuti oleh pemegang KP sebesar 6,52 % dan BUMN sebesar 5,68 %.
Perkembangan
produksi batubara nasional tersebut tentunya tidak terlepas dan
permintaan dalam negeri (domestik) dan luar negeri (ekspor) yang
terus meningkat setiap tahunnya. Sebagian besar produksi tersebut
untuk memenuhi permintaan luar negeri, yaitu rata-rata 72,11%, dan
sisanya 27,89% untuk memenuhi permintaan dalam negeri.
(www.teira.esdm.go.id)
Selain
itu Indonesia merupakan negara produsen dan eksportir minyak kelapa
sawit (crude palm oil/ CPO) utama di dunia, dengan areal pada tahun
2006 seluas 6,075 juta hektar dan produksi sebanyak 16,08 juta ton.
Dan produksi tersebut, 12,1 juta ton (75,25%) diantaranya diekspor
dan konsumsi untuk industri minyak goreng dan industri negeri
sebanyak 3,8 juta ton (24,75%)28 (Dirattanhun, Potensi Kelapa sawit
sebagai Bahan baku Diesel, (
www.ditjenbun.deptan.go.id,
13 Juli 2008
Sekitar
60% dan produk CPU Indonesia diekspor ke luar negeri, sementara
sisanya diserap untuk konsumsi di dalam negeri. Untuk penggunaan
lokal, industri ininyak goreng merupakan penyerap CPO dominan,
mencapai 29,6% dan total produksi, sedang sisanya dikonsumsi oleh
industri biokimia, sabun dan margarine atau shortening. Saat ini
terdapat sekitar 215 pabrik CPO di Indonesia (lebih sedikit dibanding
Malaysia yang memiliki 374 pabrik)
Indonesia
berambisi menjadi produsen kelapa sawit terbesar di dunia (Marcus
Coichester click, TANAH YANG DIJANJIKAN, Ininyak Sawit ddan
Pembebasan tanah di Indonesia : implikasi terhadap masyarakat Lokal
dan Masyarakat Adat, diterbitkan Forest People Programme and
Perkumpulan Sawit Watch, Bogor, 2006, Hal 19. Lihat juga A. Hakim
Basyar,
Walaupun
Indonesia mempunyai berbagai sumber daya alam yang melimipah ruah,
namun tingkat kemiskinan justru terjadi di daerah yang memiliki
sumber daya alam yang melimpah.
Di
Propinsii Kalimantan Timur, sebagai daerah kaya di Asia Tenggara
dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita 3.319 US$
pada tahun 1985, akan tetapi dilihat dan tingkat kesejahteraan yang
benar-benar dinikmati oleh penduduk, yakni dan pengeluaran
konsumsinya, hanya mencapai 293 US$.
Dengan
demikian besarnya konsumsi per kapita hanya 8,82% dan jumlah PDRB per
kapita selebihya, kemakmuran tersebut tidak dinikmati sebagai bagian
dan tingkat kesejahteraan.
Propinsi
Riau yang berpenduduk 4,3 juta jiwa pada tahun 1997/1998
menyumbangkan pendapatan ke kas negara sebesar 59,2 trilyun. Uang
sebesar ini berasal dan pertambangan, kehutanan, perindustrian dan
pendapatan lainya. Namun uang yang kembali ke Riau dalam bentuk
anggaran untuk Daerah Propinsi sebesar Rp 163,87 inilyar dan daerah
Tingkat Kabupaten Rp 485,58 inilyan. Sehingga jumlah dan jakarta
untuk Riau mencapai 1.013 milyar. Dibandingkan dengan dana yang
disedot ke Jakarta sebesar Rp 59,2 trilyun maka dana yang diterima
Riau hanya 1,17 % dan dana yang disumbangkan.
Artinya
tidak ada korelasi positif antara tingginya PDRB per kapita dengan
kemakmuran rakyat
(A.
Hakim Basyar, PERKEBUNAN BESAR KELAPA SAWIT, Blunder ketiga kebijakan
sektor kehutanan, Penerbit E-Law (Environmental Law Alliance
Worldwide) dan CePAS (Center for Environment and Natural Resources
Policy Analysis), Jakarta, 1999, Hal 7-8
Belum
lagi dari galian tambang di Freeport. Dalam berbagai sumber
disebutkan, PT. Freeport telah mengasilkan 7,3 JUTA ton tembaga dan
724,7 JUTA ton emas. Maka
membuat Freeport McMoRan
sangat menguntungkan. Total aset Freeport McMoran per Desember 2009
sebesar US$ 25 Milyar (atau Rp 225 Triliun, hampir 1/4 APBN kita.
Dengan hasil ini, Freeport merupakan “primadona
bagi Freeport McMoRan.
Bandingkan
dengan Pajak PT Freeport Indonesia yang “hanya” mencapai USD
1,922 miliar (Baca Rp 17 triliun lebih), setiap tahunnya disetor ke
Pemerintah Pusat. Dari Rp 17 triliun tersebut, hanya Rp 400 miliar
yang kembali ke Provinsi Papua.
Dengan
melihat berbagai angka-angka yang telah dipaparkan, memberikan
pelajaran kepada kita bagaimana kekayaan alam Indonesia. Zamrud
Khatulistiwa. Mutu manikam.
Pepatah
bijak mengatakan “negeri aman padi menjadi, airnyo bening
ikannyo jinak, rumput mudo kebaunyo gepuk, bumi senang padi menjadi,
padi masak rumpit mengupih, timun mengurak bungo tebu, menyintak ruas
terung ayun mengayun, cabe bagai bintang timur, keayek titik keno,
kedarat durian guguu
Dalam
bahasa Jawa dikenal, Gemah ripah, loh jinawi, tata tentram, kerta
rahardjo.
Dengan
kekayaan sebanyak dan sebesar itu, maka persoalan hak-hak mendasar
dari rakyat akan terpenuhi. Pendidikan dan Kesehatan akan tercukupi.
Infrastruktur akan mudah dibangun. Jalan-jalan menghubungkan antara
desa dengan desa lain akan mudah dibangun.
Namun,
Mengapa Indonesia yang terkenal sungguh-sungguh kaya namun
penduduknya miskin ?. Ya. Jawabannya korupsi. Korupsi sudah menjadi
sistematis sehingga “merampas” hak rakyat untuk menikmati
pendidikan, menikmati kesehatan, menikmati infrastruktur, menikmati
jalan-jalan yang mulus.
Korupsi
telah menjadi penyakit yang sudah menyerang berbagai lini. Ibarat
kanker, sudah masuk stadium 4. sudah menyerang sendi-sendi kehidupan.
Sudah menyerang tulang punggung dan berbagai saraf motorik yang
menggerakkan berbagai fungsi tubuh.
Korupsi
harus dilawan. Korupsi dimulai dengan menanamkan sikap kejujuran,
hidup sederhana dan tidak mengambil hak orang lain. Hidup dengan
haknya.
Korupsi
harus dimulai dari diri kita. Jujur untuk mengikuti pedoman hidup,
jujur mengakui kesalahan, memperbaiki keadaan. Jujur untuk
memperbaiki keadaan.
Korupsi
harus dimulai dari gaya hidup. Hidup sederhana, hidup yang menjadi
haknya. Hidup dari hasi keringat sendiri. Tidak memakan hak orang
lain. Tidak hidup dari kongkalikong. Tipu-tipu.
Apakah
bisa ? Ya. Kita mulai dari diri kita.
Dimuat di Harian Tribun Jami, 5 November 2012
http://jambi.tribunnews.com/2012/11/05/melawan-korupsi
Dimuat di Harian Tribun Jami, 5 November 2012
http://jambi.tribunnews.com/2012/11/05/melawan-korupsi