17 Mei 2013

opini musri nauli : Pesan Penegas sang Pembesar




DEMI ALLAH.
SAYA TIDAK MELAKUKAN APA YANG DITUDUHKAN.
Wallahi.
Terkutuklah mereka yang berkata
diatas kepala mereka terletak kitab suci.


Kata-kata itu seakan-akan mantra yang mampu menghipnotis seluruh ruangan persidangan. Suara yang gelegar memecah keheningan ruangan persidangan “menantang” siapa saja yang berlaku zholim kepada ketidakadilan.

Kata-kata itulah yang kemudian “membangkitkan” optimisme kepada penulis, seorang “petarung” sejati tidak akan terluka walaupun ditikam, dihancurkan, dimusuhi, dipukul. Dia bisa saja berkali-kali jatuh. Namun jangan mimpi dia akan kalah. Dia tidak akan dan tak akan pernah kalah.

Suara itulah yang kemudian “meyakini” masih ada “keberanian” di tengah-tengah diri kita. Mengingatkan akan sebuah tugas suci. Mengingatkan akan kepercayaan yang telah diembankan kepadanya.

Kata-kata itulah yang kemudian “menitikkan mata” pengunjung sidang. Bukan menangis karena dia telah dipenjarakan. Tapi menangis terhadap “kekuatan”, ketegaran, sikap pantang menyerah, terus berjuang disaat sebagian orang sudah apatis dengan keadaan semuanya.

Suara itulah yang menggerakkan orang untuk berbuat sesuatu. Berbuat untuk amanat yang telah diberikan.

Suara itulah yang kemudian membuat sedikit ruang menjadi sunyi. Menjadikan ruang seperti “miliknya”. Menjadikan suara itu menantang siapa yang mencoba bermain-main dengan kepercayaan rakyat.

Suara itu mengingatkan akan pembelaan yang dilakukan oleh Socrates, Copernicus dan Ir. Soekarno.

Kata-kata yang sering dikutip ketika membaca persidangan Socrates yang terkenal “Saya tidak akan mengemis agar saya diberi pengampunan, tetapi saya akan memberi pencerahan kepada Anda tentang hukum dan berusaha meyakinkan Anda akan pentingnya hukum ini….” (Socrates, 399 SM)

KALIMAT diatas diucapkan Socrates, seorang filsuf terkemuka Yunani Kuno, di depan persidangan yang mengadilinya. Tugas utama seorang hakim adalah untuk memberikan putusan (judgement), bukan menghadiahkan keadilan berdasarkan favour dan keputusan yang diberikan harus berdasarkan hukum (to judge according to law). Meski putusan mati yang dijatuhkan adalah tidak adil, tetapi Socrates berpendirian, itu adalah legal finding of the court dan harus ditaati, meski harus ditukar dengan nyawa sekalipun.

Pada tahun 399 SM, Socrates (dalam usia 70 tahun), dihadapkan pada sidang Pengadilan Heliasts yang terdiri dari 501 warga Athena. Dalam pengadilan ini semua warga Athena yang hadir adalah hakim. Socrates dituduh melakukan dua kejahatan. Pertama, Socrates dituduh sengaja menolak menyembah dewa-dewa resmi Yunani. Kedua, Socrates dengan sengaja telah merusak pikiran anak muda dengan ajaran-ajaran filsafatnya. (Catatan kaki 1 Lihat Charles Himawan; Etika Politik dan Ketaatan Hukum Socrates; dalam buku “Hukum Sebagai Panglima; Penerbit Kompas; 2006.)

Atau persidangan Copernicus. Copernicus dikenal sebagai ilmuwan ketika teori didalam bukunya "De Revolutionibus Orbium Coelestium" atau "On the Revolution of the Celestial Sphere". Teori ini menjungkir-balikkan konsep tata surya. Padahal kaum agamawan telah “mematok” argumen didalam memandang tata surya dimana, bumi sebagai poros tatasurya. Bumi adalah pusat dari tatasurya. Sehingga matahari yang mengelilingi bumi. Bukan bumi mengelilingi matahari.

Untuk mendukung dalilnya, kaum agamawan mendasarkan kepada kitab-kitab suci. Ajaran kitab suci telah menegaskan, kemuliaan manusia. Sehingga alam seharusnya dikendalikan oleh manusia. Maka, bumi sebagai pusat tata surya sebagai poros edar, dan semua tata surya mengelilingi bumi. Sehingga tidak mungkin bumi mengelilingi matahari.

Copernicus kemudian dengan teorinya berhasil membuktikan. Bumi yang mengelilingi matahari. Teori ini kemudian “mengguncang” kaum agamawan. Sehingga tidak pantas kaum ilmuwan “menentang” kaum agamawan. Kaum agamawan “seakan-akan” dipermalukan. Kekuasaan terancam. Wibawa agama menjadi turun. Sehingga ada “kesepakatan” untuk “membungkam” Copernicus.

Namun sebagai ilmu pengetahuan, Copernicus tetap konsisten untuk menyampaikan kebenaran ilmu pengetahuan. Dan sejarah mencatat, teori Copernicus menjadi pengetahuan yang tidak terbantahkan.

Peristiwa ini sangat penting karena dengan menyampaikan kebenaran ilmu pengetahuan, maka dunia menjadi terang. Ilmu pengetahuan tidak terjebak dengan paradigma sempit “atas nama agama” yang justru bertentangan dengan alam semesta.

Teori Copernicus terbukti benar. Matahari sebagai poros tatasurya. Matahari adalah pusat dari tatasurya. Sehingga bumi yang mengelilingi matahari. Bukan matahari mengelilingi bumi.

Atau terhadap Persidangan Soekarno. Sebagaimana kita ketahui, Ir. Soekarno sebagai bapak Bangsa (founding Father) bersama-sama dengan Gatot Mangkupradja, Maskun Sumadiredja dan Soepriadinata ditangkap pada tanggal 29 Desember 1929, mereka diadili oleh landraad (Pengadilan Hindia Belanda) di Bandung yang berlangsung antara tanggal 18 Agustus 1930 sampai tanggal 22 Desember 1930. Pada hari itu, Soekarno dan kawan-kawan dijatuhi hukuman penjara 4 tahun dengan tuduhan melanggar pasal 169 dan 153 bis Wetboek van Strafrecht. Pidato pembelaannya Bung Karno menjadi sangat terkenal di seluruh dunia dengan judul “Indonesie klaagt aan” atau “Indonesia menggugat”.

Ketiga orang tersebut memang menjalani persidangan dan menjalani hukuman. Tapi sejarah tidak dapat membantah akan kebesaran ketiga nama tersebut. Tentu saja dengan dunianya masing-masing.

Kekuatan itulah yang menggelorakan. Membuat air pasang dan akan terus menghantam siapa saja yang menghadang.

Berkata dengan bersumpah “Demi allah” adalah ikrar akan keyakinan tidak berbuat sesuatu. Kata-kata itulah yang menegaskan, ketika hukum duniawi juga tidak mau menerima penjelasan yang telah disampaikan berulang-ulang di persidangan. Penjelasan yang dengan tegas telah menyatakan “Anwar Sadat dan Dedek Chaniago” bukanlah sebagai pelakunya.

Dengan bersumpah lafal “demi allah”, Anwar Sadat dan Dedek Chaniago telah mengingatkan akan sebuah pelajaran penting didalam kitab suci Al Qur-an, kitab suci yang menjadi panduan Anwar Sadat dan Dedek Chaniago untuk terus berjuang.

Kata-kata itu menjadi serangan “langsung' nurani hakim. Menggetarkan hati hakim. Menggunakan kitab suci sebagai pedoman, karena dengan bahasa yang sama, Anwar Sadat dan Dedek Chaniago telah mengingatkan.

Didalam Islam diterangkan “Hakim adalah orang yang dipercaya untuk memutus perkara dengan jujur. Allah SWT mempunyai 99 buah nama (asmaul husna), salah satunya Al-Hakim yang artinya Maha Bijaksana. Allah lah Hakim yang sebenar-benarnya adil karena Dia Maha Bijaksana.

Allah memberikan sebagian sifat bijaksana-Nya itu kepada para hakim, agar para hakim dapat memutus perkara dengan adil sebagaimana sifat Allah yang Maha Bijaksana itu. Karena itu, tidak salah bila ada orang yang mengatakan bahwa hakim adalah “wakil Tuhan di bumi”. Kata Rasulullah SAW, Allah selalu bersama seorang hakim selama dia berlaku adil:

Hakim terdiri dari tiga golongan. Dua golongan hakim masuk neraka dan segolongan hakim lagi masuk surga. Yang masuk surga ialah yang mengetahui kebenaran hukum dan mengadili dengan hukum tersebut. Bila seorang hakim mengetahui yang haq tapi tidak mengadili dengan hukum tersebut, bahkan bertindak zalim dalam memutuskan perkara, maka dia masuk neraka. Yang segolongan lagi hakim yang bodoh, yang tidak mengetahui yang haq dan memutuskan perkara berdasarkan kebodohannya, maka dia juga masuk neraka. (HR. Abu Dawud dan Ath-Thahawi).

Kata-kata Anwar Sadat dan Dedek Chaniago mengingatkan kita semua. Dia adalah “manusia besar' yang pikirannya melampaui zaman. Pikiran-pikiran Anwar Sadat menginspirasi akan “ketegaran” Socrates, walaupun dia harus dihukum.

Pikiran-pikiran Anwar Sadat merupakan “ketegaran” seperti Copernicus yang tetap yakin, bumi yang mengeliling matahari. Walaupun keyakinan itu sendirian dia lalui, namun waktu yang membuktikan, teorinya benar.

Pikiran-pikiran Anwar Sadat menggambarkan sikap tegar dan keyakinan seperti Ir. Soekarno. Yang tetap yakin Indonesia merdeka.

Pikiran-pikiran Anwar Sadat mengingatkan kita. Basis konstituante Walhi adalah mandat rakyat.

Walhi bertanggung jawab terhadap mandat rakyat. Walhi akan berada dan selalu berada di daerah yang terancam sumber-sumber kehidupan. Walhi bekerja berdasarkan mandat. Walhi menyampaikan keprihatinan terhadap terancamnya sumber-sumber kehidupan dan terus berjuang bersama rakyat untuk meraih kehidupannya.

Basis konstituante Walhi adalah mandat rakyat. Walhi bertanggung jawab terhadap mandat rakyat. Sedangkan keorganisasian Walhi seperti Dewan Daerah, anggota, struktur Eksekutif Walhi merupakan “pelaku-pelaku” yang harus menterjemahkan mandat dari rakyat. Tidak dibenarkan para pelaku-pelaku yang menghambat mandat rakyat. Organisasi harus terus berjalan dan mandat dari rakyat merupakan satu-satunya basis konstituante Walhi.

Anwar Sadat menjawab “bagaimana organisasi sebesar Walhi” mampu menjawab dari mandat rakyat. Dan jawaban yang terus menerus disampaikan oleh Anwar Sadat sudah menegaskan. Mengurusi Walhi tidak semata-mata mengurusi keorganisasian Walhi. Tidak sertamerta seperti itu. Tapi mengurusi “mandat” dari rakyat sebagai pemilik kedaulatan Walhi. Mandat yang tidak hanya diterjemahkan sebagai surat dari mereka yang dirampas akan sumber-sumber kehidupan. Tapi mandat merupakan “perintah alam bawah sadar rakyat', terhadap mereka yang telah disingkirkan oleh sistem sosial maupun sistem politik yang tidak memihak kepada mereka.

Dengan mandat itulah, yang bisa menentukan, apakah Walhi dapat menjalankan mandat atau cuma sibuk mengurusi keorganisasian Walhi semata.

Penjelasan yang disampaikan oleh Anwar Sadat merupakan seruan yang mengingatkan kita kembali akan mandat rakyat itu. Dan penjelasan yang disampaikan merupakan terjemahan langsung dari pandangan dan sikap politik Anwar Sadat didalam mengurusi dan melaksanakan mandat dari rakyat.

Dan penjara tidak berhasil “memenjarakan” dia. Penjara tidak berhasil.

Penjara hanya “mengurung” badan dia. Membatasi langkah dia.

Tapi tidak berhasil “mengkerangkeng” pikiran-pikiran dia. Tidak berhasil “mengisolasikan”.

Kekuatan yang terus merdeka disadari setelah Anwar Sadat mendapatkan “mandat” dari rakyat. Dengan kesadaran itulah, kemudian “rakyat menularkan” keberanian, sikap pantang menyerah, sikap tidak cengeng, sikap tidak pasrah, ulet.

Dan pesan itu menjadi “penegas” akan pentingnya melaksanakan mandat rakyat oleh Walhi.

Penulis “merasa beruntung” mendengarkan pesan “penegas” itu. Penulis menjadi saksi akan “kebesaran” pesan itu.