Kehebohan
dunia maya semakin hangat setelah “sang aktor”
memperkenalkan kata seperti “kontroversi hati”, “konspirasi
kemakmuran”, “harmonisisasi”, “statusisasi kemakmuran”,
atau “labil ekonomi”. Entah bermaksud “ingin keren”,
“sok intelek”, “sok hebat”, apapun istilah namanya.
Tidak
perlu diskusi panjang arti kata “kontroversi hati”,
“konspirasi kemakmuran”, “harmonisisasi”, “statusisasi
kemakmuran”, atau “labil ekonomi”. Tidak perlu kita
berdebat ataupun “teriak” sambil urat leher memberikan
tafsir makna.
Tidak
perlu kita membuka kamus Bahasa Indonesia untuk memberikan makna.
Tidak perlu itu.
Tidak
perlu kita bertanya kepada sang ahli Bahasa Indonesia. Tidak perlu
ketemu dengan JS. Badudu atau Anton Moeliono. Tidak perlu itu.
Namun
yang perlu kita lakukan. Ya. Kita bisa belajar dari Vicky Prasetyo.
Belajar apa. Ya. Belajar memahami. Belajar menyusun kalimat. Belajar
merangkai kata-kata agar mudah dicerna.
Seharusnya
kita malu pada diri kita sendiri. Apakah kita lebih baik dari Vicky
Prasetyo ? Lihatlah. Bagaimana Andre Moller yang setiap tahun selalu
mengingatkan kita agar jangan menggunakan kata yang sebenarnya
“keren” tapi malah menyesatkan. Masih ingat dengan
kata-kata seperti “Dirgahayu Republik Indonesia ke 60”.
Apabila kita perhatikan sekilas tidak ada yang salah dengan kata itu.
Tapi apabila kita perhatikan baik-baik. Apakah Republik Indonesia itu
sampai 60 ? Berarti Ada Republik Indonesia 1. Republik Indonesia 2.
Dan seterusnya. Padahal kita bermaksud untuk mengatakan Dirgayahu Ke
60 khan ?
Atau
setiap bulan Ramadhan selalu ada kata-kata “Selamat Menjalankan
Ibadah Puasa”. Emangnya Bulan Ramadhan “cuma” Ibadah
Puasa. Khan bulan Ramdhan masih banyak ibadah selain ibadah Puasa.
Ada sholat Taraweh, ada sholat Witir, ada tadarrusan. Pokoknya bulan
ramadhan “Bulan seribu bulan”. Bulan dimana semua ibadah
dilaksanakan.
Mungkin
maksudnya kata-kata itu “Selamat Menjalankan Ibadah Ramadhan”.
Memang tidak lazim. Tapi itulah yang tepat. Hmm.. Itu Kata Andre
Moller
Setiap
kita memperingati Hari Kemerdekaan dan setiap Ramadhan, Andre Moller
selalu mengingatkan kita di Kompas. Setiap tahun. Seingat penulis
sejak penulis kuliah, Andre Moller selalu mengingatkan. Dan setiap
tahun pula kita melihat kesalahan yang sama.
Apabila
kita sering menonton televisi maka kita sudah “dibiasakan”
dengan kata-kata “host” untuk menggantikan kata “pembaca
acara. Atau kita malah sudah terbiasa “dipaksakan”
menggunakan tivi padahal padanan katanya “teve”.
Mengapa
kita kemudian mengernyitkan kening mendengarkan kata-kata dari Vicky
Prasetyo padahal kita malah “lupa” kita juga sering salah
menggunakan kata-kata yang tepat.
OK.
Kita bisa memahami dari kalimat itu. Sedangkan kata-kata Vicky
Prasetyo sulit dimengerti.
Tapi
apakah kita tidak malu dengna kita sendiri ? Mengapa kita tidak
belajar dari kesalahan dan “memperbaiki” diri ?
Sudah
saatnya kita belajar dari mengenal kata. Baik kalimat tanpa tedeng
aling-aling, seperti “Kami yang kini terbaring antara
Krawang-Bekasi. tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata
lagi. Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami.
Terbayang kami maju dan mendegap hati ? dalam puisi
KRAWANG-BEKASI Chairil Anwar. Atau kata seperti “Hanya satu
kata. Lawan” dalam puisi Wiji Thukul.
Ada
baiknya kita melihat kata-kata yang dituliskan Gunawan Muhammad,
Pramudya Ananta Noer, Taufik Ismail, Gesang. OK. Itu generasi lama.
Tapi kita mengenal seperti Ayu Utami atau Dewi Lestari.
Di
bidang musik kita mengenal KLA Project, Ebit G Ade, Iwan Fals, Koes
Plus. Lihatlah dahsyatnya judul dari KLA Project seperti "Terpuruk
Ku Di Sini", "Gerimis", "Menjemput Impian".
Atau syair Koes Plus “tongkat dan batu jadi tanaman”
menggambarkan “berlimpah ruahnya sumberdaya alam Indonesia.
Atau syair “Asin sedikit Tarmijah di caci maki. Masakan lezat
tak pernah di puji dalam lagu “Tarmijah dan Problemanya”.
Jelas.
Semua pesan sampai. Puisi Chairil Anwar dan Wiji Thukul
“menggambarkan amarah dan sikap perlawanan. Syair Kla
Project “sangat dalam”. Koes Plus menggambarkan Indonesia
“zamrud Khatulistiwa'. Atau pandangan sosial Iwan Fals
tentang pembantu rumah tangga.
Semuanya
jelas tergambar. Amarah atau sarat makna.
Pelajaran
apa yang bisa disampaikan oleh Vicky Prasetyo. Ya. Kita belajar
kembali. Mengasah hati nurani dan naluri. Dengan mengasah hati
nurani, maka kata-kata bijak akan keluar dari lubuk hati.