Pagi
hari yang indah di Jakarta. Merasakan
suasana menikmati perjalanan ke Bogor naik kereta. Pilihan menaiki angkutan
massal (public transportasi) selain “murah”, merasakan ketepatan waktu juga
ingin menikmati “promosi” dari Kereta api yang hendak berbenah.
Aku
mulai menuju kearah stasiun Kalibata setelah diantar oleh DD Shineba (wuih. Keren banget diantar oleh Anggota
Dewan Nasional Walhi). Dengan tiket
seharga Rp 3.000,- dengan jaminan kartu kereta api seharga Rp 5.000,- mulai
merasakan perubahan dari suasana kereta api. Tidak ada lagi kios yang berjejer
menjajakan jualan mulai dari pulsa HP, makanan dan minuman ringan, kios Koran
dan berbagai pernik-pernik kebutuhan sehari-hari. Tidak ada lagi teriakan “aqua, aqua”, “Koran.. Koran”, “kue.. kue”
dan berbagai teriakan di suasana stasiun kereta api. Suasana “seakan-akan berkelas”. Semuanya tertib.
Teriakan
para penjual barang kemudian tidak terdengar selama perjalanan di kereta api.
Setelah
15 menunggu terdengar pengumuman kereta api menuju ke bogor datang. Semuanya
tertib dan tidak berdesak-desakan memasuki kereta api.
Kereta
apipun berjalan. Semua penumpang kuperhatikan dengan baik-baik. Ada seorang
anak muda yang dengan santai duduk bersila di lantai. Dengan tenang dia
mendengarkan music melalui earphone. Di tasnya tertulis “Pusdiklat Jur Bareskrim Mabes Polri. Mega Mendung”. Tak jauh
berdiri seorang bapak yang berpakaian seragam TNI. Aku tidak memperhatikan
dengan baik dari kesatuannya. Ada seorang mahasiswi yang berdiri. Dugaanku pasti
mahasiswi Universitas Pancasila atau UI. Di sebelahnya berdiri seorang
bapak-bapak yang kelihatannya sudah pensiun. Sudah tua. Tapi kulit dan mukanya
kelihatan bersih dan dugaanku pasti tetap terawatt. “Baru mengambil gaji pensiun” ketika kami bercerita.
Setelah
berhenti di stasiun UI, mahasiswi kemudian turun dan tak lama kemudian naik
seorang perempuan dari Austria dan ditemani seorang pemuda. Mereka berbicara
menggunakan bahasa Inggeris. Suara mereka cukup keras, sehingga ketika mereka
berbicara hampir semua penumpang dari satu peron melihatnya. Dari nada
pembicaraan, mereka tinggal di bogor. Pembicaraan mereka berkisar sekitar
Antropolologi.
Pembicaraan
kulanjutkan. Sang Bapak terus bercerita tentang nasionalisme, Pancasila,
kebangsaan dan berbagai identitas bangsa.
Dengan
bangga sang bapak bercerita. Bagaimana kelemahan kita ketika disadap oleh
Australia. Aku bergumam. Bagaimana mungkin kita akan melawan, berbagai masalah
kebangsaan sedangkan masalah penyadapan saja kita tidak berdaya.
Aku
kemudian mengajukan pertanyaan. Mengapa Indonesia sangat lemah dalam penyadapan
dan diplomasi internasional. Mengapa
Indonesia sebodoh itu. Dengan iseng, penulis mengatakan “Apa yang harus kita
lakukan ?
Dengan
panjang lebar sang bapak bergumam. Bagaimana Presiden bisi mengurusi Indonesia,
mengurusi Partai saja tidak becus.
Waduh.
Ternyata sang bapak bisa menceritakan dengan baik. Mengapa menghubungkan antara
SBY sebagai Presiden dengan Partai yang sedang ditimpa masalah.
Tak
lama kemudian masuk seorang ibu yang memapah seorang laki-laki tua. Penumpang
kemudian menawarkan tempat duduk kepada sang Ibu dan Sang Bapak tua. Dari
gayanya, kelihatan mereka sepasang suami
istri. Penampilan mereka sedikit berbeda dengan penumpang lain. Dari tampilan
pakaian mereka cukup terpandang dan pandai mengikuti mode pakaian.
Walaupun
tidak dinampakkan secara vulgar, kelihatan mereka cukup romantis. Seusia mereka
masih tetap bersama merupakan peristiwa yang jarang penulis saksikan.
Penulis
kemudian menggeser tema pembicaraan. Apakah kelemahan itu juga didasarkan
posisi Indonesia dalam kancah internasional sehingga Indonesia tidak lagi
diperhitungkan ?
Sang
Bapak kemudian bercerita bagaimana Soekarno pernah menangkap mata-mata Amerika
selama 4 tahun bahkan berhasil mendapatkan persenjataan canggih untuk melawan
Belanda dalam merebut Papua.
Wah..
Wah.. Ternyata pengetahuan sang Bapak cukup baik. Penulis kemudian teringat sang Pilot “allen Poppen” yang menjadi
mata-mata dari Amerika dan mendukung pemberontakan melawan Soekarno. Soekarno
tidak membebaskan hingga Amerika mengakui keunggulan diplomatic Soekarno dan
kemudian menyuplai persenjataan tercanggih kepada Soekarno yang menggunakan
sebagai “gertakan” kepada Belanda
hingga Belanda hengkang dari Papua.
Pembicaraan
berlanjut dengan berbagai tema terhadap seperti korupsi. Sang Bapak malah
dengan ketus berujar. Apa lagi yang
mereka cari. Semua sudah disiapkan oleh Negara. Tapi mengapa mereka masih mau
melakukan ?
Ah.
Pertanyaan itu tidak perlu jawaban. Karena tidak ada lagi relevansi antara
fasilitas yang mereka dapatkan dengna keinginan mereka korupsi.
Namun
suasana sedikit heboh ketika seorang ibu tua yang kehilangan tutup botol minyak
angin. Bentuk tutup botol minyak angin yang kecil memaksa kami cukup sibuk
mencari tutup botol minyak angin. Penumpang di sebelahnya malah berdiri dan
melihat tempat duduknya.
Sedangkan
penumpang yang lain melihat di bawah kursi. Ha.. ha.. Suasana seru.
Di
Stasiun Depok, Sang Bapak turun. Dia dengan tegap turun dan kamipun berjabat
tangan.
Perjalanan
selama satu jam memberikan kesan kepada penulis. Angkutan massal ternyata
digunakan oleh berbagai kalangan. Ketetapan waktu dan kepastian perjalanan
merupakan salah satu pilihan menggunakan angkutan massal. Belum lagi perbaikan
pelayanan dengan disedikan fasilitas AC sehingga gerbong sedikit sejuk, jaminan
keamanan di perjalanan, murahnya tiket merupakan fasilitas yang pantas
dinikmati berbagai kalangan.
Alangkah
baiknya apabila pelayanan itu terus dijaga dan ditingkatkan. Ah. Sudah pasti,
jarak tempuh Jakarta- Bogor yang ditempuh dengan mobil sering mengalami
kemacetan akan “memaksa” penumpang
beralih kepada angkutan massal.