Dunia “tulis
menulis” heboh. Seorang kompasianer yang menulis tentang SBY
kemudian “disomasi” oleh seorang pengacara yang “mengaku”
sudah mendapatkan mandat dari SBY.
Peristiwa ini cukup
menarik.
Pertama. Ternyata dunia
maya yang sering “dipinggirkan” sudah masuk kedalam
kehidupan nyata. Dunia “tulis menulis” yang dimuat di
Kompasiana, sebuah “blog” keroyokan” ternyata mampu
menghiasi di dunia era media konvensional. Hampir berbagai media
cetak telah “memberitakan” somasi.
Kedua. Apabila “somasi”
tidak ditanggapi penulis dan kemudian “akan diselesaikan”
secara hukum, maka sudah bisa dipastikan “sang penulis”
akan dilaporkan ke kepolisian. Selain akan digunakan pasal-pasal KUHP
(seperti “penghinaan” atau perbuatan tidak menyenangkan,
tergantung materi apa yang ditemukan penyidik), kemungkinan akan
coba juga diterapkan UU yang lain. Misalnya UU ITE.
Maka momentum penerapan
UU ITE akan “memasuki” dunia baru. UU ITE akan mengalami
ujian yang sesungguhnya. Apakah Kebebasan berpendapat akan dijamin
konstitusi atau kebebasan mengalami kemunduran.
Terlepas dari pasal dan
UU apa yang digunakan, somasi dari Pengacara SBY tidak boleh
dipandang remeh. “Dunia tulis menulis” memasuki masa yang
panjang untuk melihat tegaknya demokrasi.
Ketiga. Dunia tulis
menulis merupakan “kebebasan berekspresi” terutama
menyampaikan gagasan. Terlepas gagasan yang disampaikan berangkat
dari opini, menyampaikan fakta, berbeda pandangan dengan berbagai
pihak, namun dunia tulis menulis “terlalu” agung cuma
diselesaikan hukum.
Tanpa “berkesan”
membela dari sang kompasianer, tulisan yang tidak berangkat dari
opini haruslah dibalas dengan tulisan yang baik. Rasanya tidak elok,
menyelesaikan berbeda pandangan dengan menggunakan pendekatan hukum.
Biarlah hukum mengatur
“urusan” yang berkaitan dengan “ketertiban”.
Hukum tidak perlu “menyelesaikan” berbagai perbedaan yang
disampaikan gagasan dengan menulis.
Keempat. Terlepas dari
bagaimana fakta yang disampaikan Sang Kompasianer, sudah saatnya
dukungan harus diberikan. Dukungan yang diberikan bukan berkaitan
“apakah tulisan itu benar atau tidak, namun dukungan
diberikan “agar kebebasan berekspresi” tidak boleh mati
atau adanya ketakutan orang untuk menulis.
Kelima. Sudah saatnya
juga admin Kompasianer “mempersiapkan” teknis hukum untuk
memberikan Kepastian terhadap tulisan yang dihasilkan. Apabila
dianggap perlu, admin bisa “menggerakkan” orang untuk
berkumpul, melakukan “investigasi” mendalam terhadap sang
kompasianer, membangun dukungan sehingga “kompasiana” memang
rumah bagi “berbagai blogger yang menuangkan gagasan.
Saya percaya berbagai
gagasan dapat kita baca di Kompasiana. Para Kompasianer sendiri yang
akan menyeleksi siapa 'sang penulis” yang memberikan
berbagai gagasan dan siapa yang cuma “memperkeruh”,
memprovokasi berbagai issu.
Dalam setiap perdebatan
kita bisa “self defensif” menyaring sendiri. Dan kita bisa
juga menangkap gagasan besar, ketulusan sang penulis dan dengan mudah
kita bisa melihat sang kompasianer yang cuma mengeluh atau cuma
fanatisme semu. Semuanya terseleksi sendiri.
Ayo terus menulis.