Persidangan
di MK terhadap permohonan keberatan Pilpres Prabowo – Hatta telah
dilangsungkan. Kita menyaksikan berbagai fakta-fakta yang kemudian
dihubungkan dengan dalil yang disampaikan Prabowo – Hatta.
Dari
sisi lain, saya tertarik kiprah para advokat yang mendampingi di MK.
Untuk memudahkannya saya membagi tiga pihak.
Pertama.
Di pihak pemohon terdiri dari Maqdir Ismail, Mahendradata, Elza
Syarief dan Habiburahman. Di pihak termohon dipimpin Adnan Buyung
Nasution. Sedangkan dari pihak terkait (pihak Jokowi – Kalla)
terdapat Teguh Samudra, Taufik Bastari dan Alexander Lay
Untuk
mendukung kiprah mereka, saya menggali memori, mencari berita dan
tentu saja memadukan berbagai informasi agar mendapatkan cerita lebih
lengkap. Sehingga dapat membaca bagaimana kekuatan yang akan
digunakan didalam persidangan.
Dari
pihak pemohon, masih ingat dengan Maqdir Ismail. Sebagai salah satu
tim kuasa hukum kasus Antasari Azhar. Baik dimulai dari pemeriksaan
awal di Kepolisian hingga mengajukan PK (Peninjauan kembali).
Di
MK sendiri, Maqdir mengajukan judicial review pembatalan mengenai PK.
Permohonan ini dikabulkan. Sehingga PK dapat diajukan lebih dari
sekali. Sebuah pondasi penting mengubah aturan di KUHAP.
Secara
pribadi, alasan yang disampaikan cukup rigid, tenang dan menguasai
persoalan. Kita menunggu apakah “kemampuannya” bisa diandalkan.
Mengenai
Elza Syarief tidak bisa dilepaskan dari kasus Tommy Soeharto. Seorang
pelaku pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita.
Namanya
berkibar sejak dipercaya menangani kasus putera bungsu mantan
Presiden Soeharto. Selanjutnya sering menjadi langganan kasus yang
melibatkan selebritis.
Sebelumnya
Tommy Soeharto dijatuhi vonis dalam kasus Bulog-Goro tahun 2000. Di
tingkat kasas, Hakim agung M Syafiuddin Kartasasmita mengganjar Tommy
Soeharto 18 bulan penjara. M Syafiuddin Kartasasmita ditembak.
Setelah mengalami proses yang panjang kemudian Tommy ditangkap dan
diproses hingga kasasi.
Namun
yang unik ketika Tommy dijatuhkan pidana penjara di tingkat kasasi.
Dalam tahap yang sama, Elza Syarief mengajukan PK (peninjauan
kembali) namun disisi lain juga mengajukan grasi (pengampunan oleh
Presiden).
Dunia
hukum heboh. Argumentasi seperti Apakah bisa mengajukan Peninjauan
kembali (herzeining) ke Mahkamah Agung bersamaan mengajukan grasi
kepada Presiden4 ?.
Perdebatan
bisa muncul. Sebagian membenarkan dengan alasan “tidak ada
ketentuan yang mengaturnya”. Sebagian menolak dengan alasan “tidak
dibenarkan. Mengajukan PK merupakan bentuk perlawanan terhadap
putusan kasasi. Sementara satu sisi mengajukan meminta pengurangan
hukum dengan bersandarkan “telah mengakui kesalahan”.
Saya
berpendapat terlepas apakah kita mendukung alasan pertama ataupun
alasan kedua, logika yang hendak dibangun berdasarkan kepada common
sense (yang mencakup Reasonable. Logis) , rasio (tidak ada
pertentangan antara peristiwa hukum itu sendiri dengan akal pikiran).
Mahendradata
dikenal sebagai advokat yang tergabung di Tim Pengacara Muslim (TPM).
Mahendradata termasuk rajin mengajukan keberatan berbagai peraturan
(judicial review) di MK seperti hukuman mati dilaksanakan dengan cara
dipancung (kemudian ditolak), menolak UU Perlindungan Agama dari
Penistaan Agama.
Mahendradata
“piawai” di persidangan (banyak terlibat dalam berbagai kasus
terorisme). Argumentasinya runut, sistematis dan piawai menawarkan
gagasan.
Eggy
Sujana berhasil bertarung di MK. Eggy Sujana berhasil memperjuangkan
menghapus pasal 134, 136 bis, dan 137. Pasal yang biasa dikenal
dengan istilah “Hatzakai artikelen” (pasal penyebar kebencian
kepada penguasa).
Walaupun
sudah berhasil memperjuangkan pencabutan pasal “hatzakai
artikelen”, namun Eggy Sujana tetap dihukum percobaan 3 bulan di
tingkat PK (Peninjauan kembali).
Yang
paling menarik perhatian Habiburahman. Salah satu advokat yang paling
rajin membuat laporan ke Kepolisian dan DKPP dalam masa pemilu
pilpres. Entah berapa kali laporan yang telah dibuat. Namun hingga
kini tidak ada satupun laporan yang kemudian diproses secara hukum.
Dari
termohon, KPU dikomandoi oleh Adnan Buyung Nasution. Tidak perlu
cerita panjang tentang dirinya. Namun yang pasti Adnan Buyung
Nasution pernah menjadi KPU dan secara resmi menjadi pengacara KPU
dalam pileg.
Kemenangan
yang diraih cukup fantastik. Dari 702 berkas gugatan dari 765 dapil
yang akan disidangkan, KPU menang telak. Sehingga tidak salah
prestasi ini mengukur “kepiawaian” Adnan Buyung Nasution.
Dari
pihak terkait, pihak Jokowi, ada nama-nama Teguh Samudra, Taufik
Bastari dan Alexander Lay.
Teguh
Samudra dikenal “piawai” dalam persidangan. Sebagai orang yang
menguasai persidangan, nama Teguh Samudra sering ditemukan dalam
berbagai gugatan UU Advokat. Yang pasti, UU Advokat sudah pernah
digugat 18 kali. Hanya satu yang dikabulkan.
Sedangkan
Taufik Bastari sebelumnya dikenal sebagai aktivis LSM. Entah berapa
banyak UU yang berhasil diperjuangkan di MK. Namun yang pasti, Taufik
Bastari dikenal sebagai salah satu pengacara “spesialis” di MK.
Sedangkan
Alexander Lay “dikenal publik” saat kasus “cicak buaya”
kriminalisasi KPK, Bibit Chandra. Termasuk mendampingi proses hukum
dan mengajukan gugatan UU KPK.
Dengan
melihat nama-nama yang bertarung di MK (battle of advokat) kita
berharap agar “kepiawaian” dalam persidangan memberikan
pendidikan hukum yang baik kepada masyarakat.
Para
advokat tidak “terjebak” dengan slogan politik yang sering
bombastis dalam pidatonya namun lemah dalam pembuktiannya.
Kita
tunggu “battle of advokat” di MK.