11 Agustus 2014

opini musri nauli : BATTLE OF ADVOKAT

Persidangan di MK terhadap permohonan keberatan Pilpres Prabowo – Hatta telah dilangsungkan. Kita menyaksikan berbagai fakta-fakta yang kemudian dihubungkan dengan dalil yang disampaikan Prabowo – Hatta.

Dari sisi lain, saya tertarik kiprah para advokat yang mendampingi di MK. Untuk memudahkannya saya membagi tiga pihak.

Pertama. Di pihak pemohon terdiri dari Maqdir Ismail, Mahendradata, Elza Syarief dan Habiburahman. Di pihak termohon dipimpin Adnan Buyung Nasution. Sedangkan dari pihak terkait (pihak Jokowi – Kalla) terdapat Teguh Samudra, Taufik Bastari dan Alexander Lay

Untuk mendukung kiprah mereka, saya menggali memori, mencari berita dan tentu saja memadukan berbagai informasi agar mendapatkan cerita lebih lengkap. Sehingga dapat membaca bagaimana kekuatan yang akan digunakan didalam persidangan.

Dari pihak pemohon, masih ingat dengan Maqdir Ismail. Sebagai salah satu tim kuasa hukum kasus Antasari Azhar. Baik dimulai dari pemeriksaan awal di Kepolisian hingga mengajukan PK (Peninjauan kembali).

Di MK sendiri, Maqdir mengajukan judicial review pembatalan mengenai PK. Permohonan ini dikabulkan. Sehingga PK dapat diajukan lebih dari sekali. Sebuah pondasi penting mengubah aturan di KUHAP.

Secara pribadi, alasan yang disampaikan cukup rigid, tenang dan menguasai persoalan. Kita menunggu apakah “kemampuannya” bisa diandalkan.

Mengenai Elza Syarief tidak bisa dilepaskan dari kasus Tommy Soeharto. Seorang pelaku pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita.

Namanya berkibar sejak dipercaya menangani kasus putera bungsu mantan Presiden Soeharto. Selanjutnya sering menjadi langganan kasus yang melibatkan selebritis.

Sebelumnya Tommy Soeharto dijatuhi vonis dalam kasus Bulog-Goro tahun 2000. Di tingkat kasas, Hakim agung M Syafiuddin Kartasasmita mengganjar Tommy Soeharto 18 bulan penjara. M Syafiuddin Kartasasmita ditembak. Setelah mengalami proses yang panjang kemudian Tommy ditangkap dan diproses hingga kasasi.

Namun yang unik ketika Tommy dijatuhkan pidana penjara di tingkat kasasi. Dalam tahap yang sama, Elza Syarief mengajukan PK (peninjauan kembali) namun disisi lain juga mengajukan grasi (pengampunan oleh Presiden).

Dunia hukum heboh. Argumentasi seperti Apakah bisa mengajukan Peninjauan kembali (herzeining) ke Mahkamah Agung bersamaan mengajukan grasi kepada Presiden4 ?.

Perdebatan bisa muncul. Sebagian membenarkan dengan alasan “tidak ada ketentuan yang mengaturnya”. Sebagian menolak dengan alasan “tidak dibenarkan. Mengajukan PK merupakan bentuk perlawanan terhadap putusan kasasi. Sementara satu sisi mengajukan meminta pengurangan hukum dengan bersandarkan “telah mengakui kesalahan”.

Saya berpendapat terlepas apakah kita mendukung alasan pertama ataupun alasan kedua, logika yang hendak dibangun berdasarkan kepada common sense (yang mencakup Reasonable. Logis) , rasio (tidak ada pertentangan antara peristiwa hukum itu sendiri dengan akal pikiran).

Mahendradata dikenal sebagai advokat yang tergabung di Tim Pengacara Muslim (TPM). Mahendradata termasuk rajin mengajukan keberatan berbagai peraturan (judicial review) di MK seperti hukuman mati dilaksanakan dengan cara dipancung (kemudian ditolak), menolak UU Perlindungan Agama dari Penistaan Agama.

Mahendradata “piawai” di persidangan (banyak terlibat dalam berbagai kasus terorisme). Argumentasinya runut, sistematis dan piawai menawarkan gagasan.

Eggy Sujana berhasil bertarung di MK. Eggy Sujana berhasil memperjuangkan menghapus pasal 134, 136 bis, dan 137. Pasal yang biasa dikenal dengan istilah “Hatzakai artikelen” (pasal penyebar kebencian kepada penguasa).

Walaupun sudah berhasil memperjuangkan pencabutan pasal “hatzakai artikelen”, namun Eggy Sujana tetap dihukum percobaan 3 bulan di tingkat PK (Peninjauan kembali).

Yang paling menarik perhatian Habiburahman. Salah satu advokat yang paling rajin membuat laporan ke Kepolisian dan DKPP dalam masa pemilu pilpres. Entah berapa kali laporan yang telah dibuat. Namun hingga kini tidak ada satupun laporan yang kemudian diproses secara hukum.

Dari termohon, KPU dikomandoi oleh Adnan Buyung Nasution. Tidak perlu cerita panjang tentang dirinya. Namun yang pasti Adnan Buyung Nasution pernah menjadi KPU dan secara resmi menjadi pengacara KPU dalam pileg.

Kemenangan yang diraih cukup fantastik. Dari 702 berkas gugatan dari 765 dapil yang akan disidangkan, KPU menang telak. Sehingga tidak salah prestasi ini mengukur “kepiawaian” Adnan Buyung Nasution.

Dari pihak terkait, pihak Jokowi, ada nama-nama Teguh Samudra, Taufik Bastari dan Alexander Lay.

Teguh Samudra dikenal “piawai” dalam persidangan. Sebagai orang yang menguasai persidangan, nama Teguh Samudra sering ditemukan dalam berbagai gugatan UU Advokat. Yang pasti, UU Advokat sudah pernah digugat 18 kali. Hanya satu yang dikabulkan.

Sedangkan Taufik Bastari sebelumnya dikenal sebagai aktivis LSM. Entah berapa banyak UU yang berhasil diperjuangkan di MK. Namun yang pasti, Taufik Bastari dikenal sebagai salah satu pengacara “spesialis” di MK.

Sedangkan Alexander Lay “dikenal publik” saat kasus “cicak buaya” kriminalisasi KPK, Bibit Chandra. Termasuk mendampingi proses hukum dan mengajukan gugatan UU KPK.

Dengan melihat nama-nama yang bertarung di MK (battle of advokat) kita berharap agar “kepiawaian” dalam persidangan memberikan pendidikan hukum yang baik kepada masyarakat.

Para advokat tidak “terjebak” dengan slogan politik yang sering bombastis dalam pidatonya namun lemah dalam pembuktiannya.

Kita tunggu “battle of advokat” di MK.