10 Januari 2015

opini musri nauli : LOGIKA JONAN



Paska musibah pesawat Airasia, polemik mulai bermunculan. Dimulai dari tuduhan cukup serius seperti Airasia yang tidak memiliki izin terbang pada hari terjadinya musibah, safety penerbangan Airasia yang tidak layak, perdebatan pembayaran asuransi hingga berbagai pernik-pernik yang melingkupi peristiwa ini. Tentu saja tidak lupa dibumbui dengan kehidupan pilot yang berlatar belakang pilot tempur.

Namun yang menarik perhatian saya ketika Menteri Perhubungan Ignasius Jonan (Jonan) menyatakan telah menandatangani Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) yang mengatur kebijakan tarif batas bawah minimal 40 persen dari tarif batas atas. Dengan demikian, tidak ada lagi maskapai penerbangan berbiaya rendah (low cost carrier/LCC) yang bisa menjual tiket murah sebagai bagian dari program pemasarannya.

Jonan berpendapat maskapai yang menjual tiket terlalu murah berpotensi mengabaikan aspek keselamatan penerbangan. Tujuannya adalah kewajaran harga tiket tersebut bisa mempertahankan unsur keselamatan dengan baik.

Reaksipun bermunculan. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan tidak ada korelasi antara rendahnya harga tiket dengan faktor keselamatan penerbangan yang berpotensi menyebabkan terjadinya kecelakaan pesawat. Terjadinya kecelakaan pesawat itu tidak ada hubungannya dengan harga tiket murah.

Dengan melihat kejadian musibah Airasia dengan Permenhub mengatur kebijakan tarif batas bawah minimal maka akan menimbulkan persoalan logika. Ada premis mayor “kecelakaan airasia” dan premis minor “penerbangan berbiaya rendah (LCC) dan kesimpulan (konklusi) diatur tarif batas bawah minimal. Kira-kira nyamankah logika Jonan yang hendak dibangun ?

Jonan telah menyampaikan argumentasinya “kecelakaan disebabkan karena penerbangan berbiaya rendah”.

Sekarang mari kita lihat dan kita susun premis-premis yang ada dengan konklusi yang disampaikan oleh Jonan.

Maskapai penerbangan bertarif rendah (juga dikenal sebagai maskapai penerbangan layanan minimum atau maskapai penerbangan diskon) adalah maskapai penerbangan yang memberikan tarif rendah dengan gantinya menghapus beberapa layanan penumpang yang biasa. Konsep ini diperkenalkan di Amerika Serikat sebelum menyebar ke Eropa pada awal 1990-an dan seluruh dunia.

Indonesia yang telah mengalami “booming” penumpang menggunakan pesawat terbang telah menempatkan maskapai LION sebagai LCC (Airasia milik Malaysia). Dengan memiliki berbagai jenis pesawat dari pabrikan besar saja (Airbus, ATR, dan Boeing), maka jumlah pesanan Lion Air mencapai 707 pesawat, terdiri dari 408 Boeing 737 Family, lima Boeing 787, 60 ATR 72, dan 234 Airbus A320 Family. Jika dihitung seluruhnya termasuk pesawat Hawker dan Cessna, maka jumlah pesanan Lion Air hampir mencapai 750 pesawat. Sehingga tidak salah kemudian Lion air mampu terbang minimal 700 kali sehari.

Dengan mengusung konsep penerbangan berbiaya murah (LCC), Lion Air dikenal mengurangi berbagai kenyamanan penumpang dan sering disebut-sebut sering delay”. Namun konsep LCC, hampir praktis LION air terbukti handal dan sedikit terlibat insiden kecelakaan.

Di Eropa sendiri, Banyak sekali pemain lama dan baru sebagai penyedia tiket penerbangan semurah ongkos taksi. Yang paling terkenal adalah Ryanair. Disusul EasyJet, Air Berlin, Germanwings, Tuifly.

Bahkan Lufthansa yang terkenal mahal, menyediakan penerbangan murah untuk bebarapa rute tertentu.
Tuifly, Germanwings dan Lufthansa. Ketiganya memberikan pelayanan memuaskan

Sedangkan AirTran Airways dan Spirit Airlines telah menuai sukses di Amerika dan dikenal sebagai penerbangan berbiaya murah (LCC)

Sebagai teknologi dengan resiko tinggi, menggunakan pesawat merupakan standar perlindungan tinggi (highsafety). Tidak boleh mengurangi standar yang ditentukan. Selain akan berdampak terhadap nyawa penumpang, pabrikan pesawat juga berdampak kepada maskapai itu sendiri.

Kejadian ini kemudian mematahkan premis “penerbangan berbiaya murah” menyebabkan kecelakaan.

Untuk memudahkan pemahaman logika yang dibangun Jonan, Jonan sedang menyusun logika sehingga
cenderung menggunakan berbagai alasan untuk “mengacaukan” logika sehat yang sudah tersusun (mistake). Dalam berbagai literatur logika yang kemudian dibantah tanpa argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan merupakan kesesatan.

Sekedar untuk mencatat, penulis berhasil memetakan berbagai “Kesesatan” hendak disusun untuk mematahkan logika yang telah disampaikan.

Argumentum ad hominen

Argumentasi yang disusun ditangkis dengan menyodorkan logika yang bertentangan.

Ketika musibah Airasia mulai “menyerempet” bagaimana mekanisme izin layak terbang dan mulai tuduhan serius dugaan “keterlibatan” petinggi Kementerian Perhubungan, maka Jonan tidak mau kalah.

Jonan mulai menggertak dan “mempersoalkan LCC” yang dianggap sebagai biang utama tidak maksimalnya safety penumpang.

Cara Jonan mendatangi maskapai dan “mempersoalkan” tidak dilakukan briefing kepada Pilot mengenai cuaca, merupakan cara-cara Jonan “memproteksi” Kementerian Perhubungan dari serangan terhadap petinggi Kementerian Perhubungan.

Cara ini kemudian sempat berhasil sehingga serangan kepada “mekanisme izin laik terbang” sempat redup.

Ibarat permaian catur, ketika lawan mulai bertahan (defensif), Jonan mulai mengeluarkan serangan baru. Mempersoalkan LCC. Dan strategi ini mulai memakan umpan.

Jonan keliru mengambil kesimpulan dari premis-premis yang ada.

Sehingga tidak salah kemudian cara yang digunakan Jonan biasa dikenal dalam Argumentum ad hominen.

Atau Logika Jonan kita balikkkan. Premis “LCC” menyebabkan kecelakaan, maka Jonan harus mempunya angka pasti apakah LION air, Airasia, di Asia, Ryanair, EasyJet, Air Berlin, Germanwings, Tuifly di Eropa dan AirTran Airways dan Spirit Airlines di Amerika dan dikenal sebagai penerbangan berbiaya murah (LCC) telah terjadinya kecelakaan ?

Argumentum ad ignorantica.

Argumentasi ini dibangun karena “ketidaktahuan” dari lawan argumentasi. Selain itu juga bertujuan untuk melindungi argumentasi yang telah disampaikan.

Cara jitu Jonan dengan melemparkan issu LCC dilakukan bertujuan agar pihak lawan malah terlibat polemik LCC daripada mengikuti “salah urus izin laik terbang”.

Tujuan menggunakan berbagai “kesesatan” selain menguji logika yang telah disusun, sekaligus juga strategi untuk mematahkan logika yang tidak bisa dibantah. Dengan kesesatan ini, maka pihak lawan kemudian berhasil menggiring dan tidak menerima logika yang telah disampaikan.

Menangkis logika yang telah menjadi pengetahuan orang banyak justru akan berdampak. Informasi yang sudah pasti dan kebenaran yang telah diketahui tidak perlu diperdebatkan.

Kesesatan ini akan mudah ditandai dari kepentingan jangka pendek (vested interested).


Tinggal kita dengan jernih melihat bagaimana “logika” yang telah disusun kemudian ditangkis dengan “kesesatan”. Cara ini justru menjadi kita bisa mengukur argumentasi dari Jonan.