15 Januari 2015

opini musri nauli : SILANG SENGKARUT CALON KAPOLRI

Usai sudah proses politik penetapan Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai Calon Kapolri. Setelah diusulkan Presiden Jokowi dan meminta persetujuan DPR, Komisi III kemudian melaporkan ke sidang Paripurna. Dan sidang paripurna kemudian menyetujui permintaan Presiden Jokowi.
Mengikuti proses politik terhadap Komjen Budi Gunawan telah usai. Tinggal Presiden Jokowi yang akan melantik. Selesai sudah dan tinggal kiprah Jokowi.

Apakah semudah itu prosesnya ? Mari kita perhatian satu demi satu rangkaian sehingga kita bisa membaca dengan utuh.

Pertama. Ketika proses pengusulan Komjen Budi Gunawan ke DPR, KPK kemudian menetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus “suap” atau gratifikasi yang berkaitan dengan jabatannya. Sebagai tersangka, beban politik mulai disandang oleh Komjen Budi Gunawan.

Betul. Memang ada asas “praduga tidak bersalah ( presumtion of innoncent). Namun dengna penetapan sebagai tersangka menimbulkan komplikasi hukum yang tidak sederhana.

Nilai “pemerintahan yang bersih (good governement) merupakan sebuah keniscayaan yang tidak mungkin lagi terkungkung dengan asas “praduga tidak bersalah ( presumtion of innoncent). Walaupun pemerintahan yang bersih (good governement) sebagai nilai yang secara hirarkhi tidak boleh mengeliminir praduga tidak bersalah ( presumtion of innoncent) sebagai asas, namun disaat kebutuhan terhadap “pemerintahan yang bersih (good governement) sudah diperlukan saat ini, maka asas penghormatan praduga tidak bersalah (presumtion of innoncent) haruslah ditempatkan dalam konteks perlakuan dimuka hukum. Bukan perlakuan terhadap memegang jabatan publik.

Secara sederhana dapat diilustrasikan dengan sederhana. Bagaimana Komjen Budi Gunawan menjalankan tugas sebagai penegak hukum (termasuk memberantas korupsi) namun disatu sisi menyandang beban sebagai “tersangka.

Belum lagi menimbulkan komplikasi hubungan jajaran antara penegak hukum. Misalnya koordinasi dengan KPK (dalam tahap supervisi) dalam kasus korupsi.

Kedua. Berbeda pengamatan dengan berbagai kalangan, Jokowi teledor atau keliru menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri tanpa melibatkan KPK dan PPATK.

Melihat proses sebelum penetapan Menteri, nama Komjen Budi Gunawan disebut-sebut dan disodori ke KPK. KPK kemudian mengakui telah memberikan tanda stabilo merah sebagai “antisipasi” dan sikap hati-hati kepada Jokowi agar tidak salah memilih.

Jokowi sudah mendapatkan informasi yang cukup baik dalam persoalan politik dengan persoalan rekening “bermasalah” terhadap Komjen Budi Gunawan.

Jokowi sudah tahu dan pasti sudah mendapatkan informasi yang cukup sehingga “bandul” tengah dimainkan oleh Jokowi.

Jokowi mudah saja menarik dukungan dengan cara tidak melantik. Jokowi bisa saja menggunakan kewenangan untuk menunda ataupun menyodorkan nama lain sebagai Kapolri dan menyerahkan kepada DPR untuk meminta persetujuan.

Namun. Jokowi sedang memainkan bandul kekuasaan sebagai Presiden.

Sebagai penguasa negeri, bandul yang tengah dimainkan Jokowi cukup menarik perhatian saya.

Ketiga. Jokowi sedang mengukur “kekuatan” suara di DPR dan tengah melempar umpan yang kebetulan disambar oleh KPK. Dengan menggunakan tangan KPK (sama seperti saat menyodorkan nama-nama calon menteri), Jokowi “cuci tangan” dan tidak disalahkan apabila nama Komjen Budi Gunawan ditolak.

Keempat. Sebagai pemain dalang, Jokowi tengah “memainkan” skenario misterius dan menyusun berbagai rangkaian lakon yang tengah goro-goro.

Dengan tetap “membiarkan” Komjen Budi Gunawan melalui proses politik hingga ke DPR, Jokowi sedang mengukur kekuatan. Skenario ini yang masih misteri.

Mengapa Jokowi “rela” berhadapan dengan publik yang pasti menolak keras terhadap Komjen Budi Gunawan. Apakah Jokowi “rela” menggali kuburan seperti yang disuarakan berbagai kalangan ? Terlalu sederhana apabila kita melihat Jokowi mengeluarkan kartu dengan berhitung cara seperti itu. Pasti ada skenario misterius yang kita tunggu bagaimana endingnya.

Kelima. Skenario membenturkan KPK vs Polri yang tengah dimainkan oleh Jokowi merupakan strategi yang harus kita antisipasi dari Jokowi.

Belajar pengalaman dari perlawanan balik dari kepolisian (counter attack) terhadap KPK (ingat cicak vs buaya, penyitaan di Kakorlantas, penyerbuan ke KPK terhadap Novel Baswedan), Jokowi sedang “bertaruh” mengukur dukungan publik terhadap KPK.

Berbagai langkah “memperkuat” barisan yang berada di belakang Jokowi (ingat. Jokowi tidak pernah keluarkan pernyataan kasus di Paniai, Papua, belum serius membongkar kasus HAM, tidak pernah mengeluarkan pernyataan tentang kekerasan, bahkan mengusulkan Kodam baru), Jokowi sedang menikmati bulan madu. Jokowi juga sedang menggalang dukungan dari Polri dengan “tidak menyakiti” dan merapikan barisan di internal Polri.

Dari skenario inilah, Jokowi belum mau menarik dukungan kepada Komjen Budi Gunawan dan tengah berhitung untuk mengukur kekuatan Polri.

Yang repot apabila Jokowi tetap “keukeuh” melantik dan sudah berhitung dengan kekuatan Polri berhadapan dengan KPK. Tentu saja menjadi kesulitan tersendiri apabila Komjen Budi Gunawan telah dilantik dan kemudian “bersikap” melawan berhadapan dengan KPK.

Terus. Apakah Jokowi bersedia mengorbankan dukungan rakyat kepadanya dengan tetap melantik Komjen Budi Gunawan dan berhadapan dengan KPK. Lakon ini yang menarik untuk kita cermati sambil menghitung dampak kepada KPK. Kayaknya itu yang kita tunggu bagaimana endingnya.

Ah. Terlalu tinggi daya khayal saya. Saya kemudian menyudahi dengan berita menggembirakan. Jokowi kemudian menyodorkan lagi nama kepada DPR untuk meminta persetujuan.