Usai
sudah proses politik penetapan Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai
Calon Kapolri. Setelah diusulkan Presiden Jokowi dan meminta
persetujuan DPR, Komisi III kemudian melaporkan ke sidang Paripurna.
Dan sidang paripurna kemudian menyetujui permintaan Presiden Jokowi.
Mengikuti
proses politik terhadap Komjen Budi Gunawan telah usai. Tinggal
Presiden Jokowi yang akan melantik. Selesai sudah dan tinggal kiprah
Jokowi.
Apakah
semudah itu prosesnya ? Mari kita perhatian satu demi satu rangkaian
sehingga kita bisa membaca dengan utuh.
Pertama.
Ketika proses pengusulan Komjen Budi Gunawan ke DPR, KPK kemudian
menetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus “suap” atau
gratifikasi yang berkaitan dengan jabatannya. Sebagai tersangka,
beban politik mulai disandang oleh Komjen Budi Gunawan.
Betul.
Memang ada asas “praduga tidak bersalah ( presumtion of
innoncent). Namun dengna penetapan sebagai tersangka menimbulkan
komplikasi hukum yang tidak sederhana.
Nilai
“pemerintahan yang bersih (good governement) merupakan
sebuah keniscayaan yang tidak mungkin lagi terkungkung dengan asas
“praduga tidak bersalah ( presumtion of innoncent). Walaupun
pemerintahan yang bersih (good governement) sebagai nilai yang
secara hirarkhi tidak boleh mengeliminir praduga tidak bersalah (
presumtion of innoncent) sebagai asas, namun disaat kebutuhan
terhadap “pemerintahan yang bersih (good governement) sudah
diperlukan saat ini, maka asas penghormatan praduga tidak bersalah
(presumtion of innoncent) haruslah ditempatkan dalam konteks
perlakuan dimuka hukum. Bukan perlakuan terhadap memegang jabatan
publik.
Secara
sederhana dapat diilustrasikan dengan sederhana. Bagaimana Komjen
Budi Gunawan menjalankan tugas sebagai penegak hukum (termasuk
memberantas korupsi) namun disatu sisi menyandang beban sebagai
“tersangka.
Belum
lagi menimbulkan komplikasi hubungan jajaran antara penegak hukum.
Misalnya koordinasi dengan KPK (dalam tahap supervisi) dalam
kasus korupsi.
Kedua.
Berbeda pengamatan dengan berbagai kalangan, Jokowi teledor atau
keliru menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri tanpa
melibatkan KPK dan PPATK.
Melihat
proses sebelum penetapan Menteri, nama Komjen Budi Gunawan
disebut-sebut dan disodori ke KPK. KPK kemudian mengakui telah
memberikan tanda stabilo merah sebagai “antisipasi” dan sikap
hati-hati kepada Jokowi agar tidak salah memilih.
Jokowi
sudah mendapatkan informasi yang cukup baik dalam persoalan politik
dengan persoalan rekening “bermasalah” terhadap Komjen
Budi Gunawan.
Jokowi
sudah tahu dan pasti sudah mendapatkan informasi yang cukup sehingga
“bandul” tengah dimainkan oleh Jokowi.
Jokowi
mudah saja menarik dukungan dengan cara tidak melantik. Jokowi bisa
saja menggunakan kewenangan untuk menunda ataupun menyodorkan nama
lain sebagai Kapolri dan menyerahkan kepada DPR untuk meminta
persetujuan.
Namun.
Jokowi sedang memainkan bandul kekuasaan sebagai Presiden.
Sebagai
penguasa negeri, bandul yang tengah dimainkan Jokowi cukup menarik
perhatian saya.
Ketiga.
Jokowi sedang mengukur “kekuatan” suara di DPR dan tengah
melempar umpan yang kebetulan disambar oleh KPK. Dengan menggunakan
tangan KPK (sama seperti saat menyodorkan nama-nama calon
menteri), Jokowi “cuci tangan” dan tidak disalahkan
apabila nama Komjen Budi Gunawan ditolak.
Keempat.
Sebagai pemain dalang, Jokowi tengah “memainkan” skenario
misterius dan menyusun berbagai rangkaian lakon yang tengah
goro-goro.
Dengan
tetap “membiarkan” Komjen Budi Gunawan melalui proses
politik hingga ke DPR, Jokowi sedang mengukur kekuatan. Skenario ini
yang masih misteri.
Mengapa
Jokowi “rela” berhadapan dengan publik yang pasti menolak
keras terhadap Komjen Budi Gunawan. Apakah Jokowi “rela”
menggali kuburan seperti yang disuarakan berbagai kalangan ? Terlalu
sederhana apabila kita melihat Jokowi mengeluarkan kartu dengan
berhitung cara seperti itu. Pasti ada skenario misterius yang kita
tunggu bagaimana endingnya.
Kelima.
Skenario membenturkan KPK vs Polri yang tengah dimainkan oleh Jokowi
merupakan strategi yang harus kita antisipasi dari Jokowi.
Belajar
pengalaman dari perlawanan balik dari kepolisian (counter attack)
terhadap KPK (ingat cicak vs buaya, penyitaan di Kakorlantas,
penyerbuan ke KPK terhadap Novel Baswedan), Jokowi sedang
“bertaruh” mengukur dukungan publik terhadap KPK.
Berbagai
langkah “memperkuat” barisan yang berada di belakang Jokowi
(ingat. Jokowi tidak pernah keluarkan pernyataan kasus di Paniai,
Papua, belum serius membongkar kasus HAM, tidak pernah mengeluarkan
pernyataan tentang kekerasan, bahkan mengusulkan Kodam baru),
Jokowi sedang menikmati bulan madu. Jokowi juga sedang menggalang
dukungan dari Polri dengan “tidak menyakiti” dan merapikan
barisan di internal Polri.
Dari
skenario inilah, Jokowi belum mau menarik dukungan kepada Komjen Budi
Gunawan dan tengah berhitung untuk mengukur kekuatan Polri.
Yang
repot apabila Jokowi tetap “keukeuh” melantik dan sudah
berhitung dengan kekuatan Polri berhadapan dengan KPK. Tentu saja
menjadi kesulitan tersendiri apabila Komjen Budi Gunawan telah
dilantik dan kemudian “bersikap” melawan berhadapan dengan
KPK.
Terus.
Apakah Jokowi bersedia mengorbankan dukungan rakyat kepadanya dengan
tetap melantik Komjen Budi Gunawan dan berhadapan dengan KPK. Lakon
ini yang menarik untuk kita cermati sambil menghitung dampak kepada
KPK. Kayaknya itu yang kita tunggu bagaimana endingnya.
Ah.
Terlalu tinggi daya khayal saya. Saya kemudian menyudahi dengan
berita menggembirakan. Jokowi kemudian menyodorkan lagi nama kepada
DPR untuk meminta persetujuan.